Share

BAB 6

Sepanjang perjalanan ke apartemen, Ayumi dan Satya masih saling diam. Ayumi lebih menyibukkan diri dengan memandangi apapun yang dia lewati selama perjalanan. Sedangkan Satya lebih fokus pada kendali mobilnya. Benar-benar perjalanan yang membosankan.

Hingga mobil sport hitam milik Satya berhenti di depan sebuah gedung lima lantai yang terletak di tengah-tengah kota Surabaya.

“Turun!” titah laki-laki bercambang tipis itu tanpa menoleh pada sang Istri.

“Di sini?” tanya Ayumi tampak menatap sekitar sembari mengerutkan keningnya. Pasalnya, mobil yang dia naiki berhenti tepat di pintu lobby apartemen.

“Iya lah. Memang mau turun di mana?” Satya bertanya balik sembari menatap istrinya dengan memutar bola matanya.

Ayumi hanya mengembuskan napas panjang sedikit kasar. Lalu turun dari mobil tanpa banyak protes lagi.

“Jangan lupa turunkan barang-barang di bagasi. Aku mau parkir mobil!” teriaknya dari dalam mobil.

“Iya,” sahutnya setengah kesal. Lalu membuka bagasi mobil yang sudah dibuka kuncinya oleh sang Suami.

Satya menatap sang Istri dengan senyum penuh kemenangan. “Nggak usah sok jadi tuan putri, Ayumi. Perempuan kampung sepertimu memang paling cocok sebagai kacung!”

Setelah memastikan barang bawaan turun semua dari mobil dan Ayumi menutup pintu bagasi mobil, Satya langsung melajukan mobilnya menuju basement untuk memarkirkan mobilnya. Kemudian menemui istrinya.

“Ayo jalan! Jangan lupa kopernya dibawa,” titahnya sambil menunjuk koper miliknya. Membuat Ayumi melebarkan kedua matanya. Tak menyangka jika Satya menyuruhnya membawa kopernya juga.

Namun, detik berikutnya dia ingat dengan semua kebaikan yang telah Hadi Wijaya berikan padanya. Jika bukan karena ayah mertuanya, dia pasti sudah menendang laki-laki judes bin sombong yang ada di hadapannya itu.

“Sabar, Ayumi. Sabar …,” gumamnya berusaha menghibur dirinya agar hatinya lapang. Meski dia sedikit kerepotan karena dia membawa dua koper. Satu koper miliknya dan satu lagi koper berisi barang-barang suaminya.

“Cepat! Tidak usah banyak ngedumel. Anggap saja kamu ini sekarang asisten pribadi aku. Paham?” titahnya seraya menyugar rambutnya yang hitam legam.

Mendengar kalimat yang keluar dari mulut suaminya, Ayumi menyipitkan kedua matanya. Lalu mendengus dengan kesal. Dia lantas mengikuti langkah suaminya menaiki lift hingga berhenti di lantai lima.

Keduanya menyusuri koridor apartemen yang didominasi warna kuning keemasan. Ayumi terlalu antusias menatap sekitar. Ini pertama kalinya menginjakkan kaki di apartemen mewah yang harganya pasti sangatlah mahal. Saking asiknya, hingga dia memekik saat tubuhnya tak sengaja menabrak tubuh Satya yang tiba-tiba berhenti di hadapannya.

“Aduh!”

Ayumi hampir saja jatuh jika saja tangan Satya tidak reflek menahannya dalam pelukan. Untuk pertama kali, mereka tak berjarak. Bahkan saling mendekap dan saling melempar pandangan satu-sama lain untuk beberapa detik.

Membuat jantung keduanya berpacu dengan cepat. Ayumi bahkan bisa mendengar degup jantung Satya yang tepat di samping telinganya.

Cantik juga perempuan ini ….

Satya sampai tidak sadar telah memuji kecantikan sang Istri meski hanya dalam hati. Membuat sisi laki-lakinya bangkit begitu saja. Saat menyadari itu, Satya segera menarik diri dan membuat dekapan keduanya terlepas. Mereka kembali berjarak dengan suasana yang canggung.

“Kamu itu, ya. Bisa lebih hati-hati nggak sih? Dasar kampungan!” omelnya seraya mendelik pada Ayumi. Namun sedikit salah tingkah.

Berbeda dengan sang Istri hanya terdiam saja dengan kepala tertunduk. Dia masih berusaha menormalkan degup jantungnya yang tadi berpacu lebih cepat dari biasanya. 

Ya Allah … itu tadi apa?

Pikiran Ayumi menjadi kacau saat merasakan sesuatu yang aneh saat tubuhnya dipeluk oleh suaminya sendiri. Suami yang tidak mencintainya dan hanya menganggapnya sebagai asisten pribadi.

“Ayo masuk dan tata dengan rapi barang-barang aku!”

Instruksi dari Satya membuat Ayumi tersadar dari lamunannya. Lantas, dia pun langsung masuk ke sebuah apartemen yang pintunya sudah terbuka sembari menyeret dua kopernya dengan susah payah.

“Bantuin kek, Mas,” pintanya dengan wajah memelas.

Namun, Satya hanya menoleh dan melirik sekilas. Kemudian berlalu ke kamar mandi. Tak peduli dengan Ayumi yang tampak kelelahan karena membawa dua koper besar sekaligus.

“Ish, dasar laki-laki nggak punya hati!” umpatnya tertahan.

Ayumi langsung menjatuhkan bobot tubuhnya di atas sofa empuk yang ada di dalam apartemen mewah milik suaminya itu. Pandangannya menyapu sekitar, mengamati setiap sudut dari apartemen yang akan menjadi tempat tinggalnya dengan sang Suami yang judes bin sombong itu.

Apartemen bernuansa biru langit itu memiliki lima ruangan. Ada ruang tamu yang memiliki akuarium besar yang menempel di dinding, membuat suasana sekitar tampak menyegarkan mata. Juga dua kamar dengan kamar mandi masing-masing ada di dalamnya. Dapur juga ruang makan. Dan satu lagi ruang kerja Satya.

“Ngapain kamu duduk santai di situ? Aku suruh kamu masukkan baju-baju ke dalam lemari kan?”

Lagi, suara instruksi dari Satya membuat Ayumi yang tengah mengamati sekitar terkejut bukan main. Hingga tubuhnya sedikit terlonjak.

“Astaghfirullah, Mas. Bisa nggak sih kalau ngomong itu biasa saja nggak usah ngegas. Aku ini masih dengar lho,” protesnya menatap suaminya sedikit kesal.

“Dengar kok malah nggak dikerjain. Aku suruh apa kamu tadi, hah?” sahutnya tak kalah sengit. “Perempuan kampungan, kamu aku bawa ke sini bukan untuk senang-senang. Jadi bekerjalah di sini!” imbuhnya penuh penekanan.

“Iya-iya. Aku kerjakan sekarang, Pak Satya!” tukasnya lalu bangkit dan menyeret koper yang berisi barang-barang suaminya.

Sesaat langkahnya terhenti. “Kamar Anda di mana, Pak Satya?” tanyanya menoleh pada suaminya yang malah tersenyum sinis.

“Makanya, apa-apa itu tanya dulu. Sok tahu banget sih,” omelnya.

Lalu melangkah ke sebelah kiri dan membuka pintu kamar yang akan dia tempati.

“Nah, simpan dan tata dengan rapi semua barang-barangku. Lalu kamarmu ada sebelah. Aku tidak ingin satu kamar denganmu, Perempuan Kampungan!” katanya dengan tatapan sengit.

“Oke. Aku juga tidak mau satu kamar dengan tuan judes bin sombong seperti Anda,” balasnya tak kalah sengit.

“Berani kamu melawan, ya!” Satya mendekat dan mencengkeram lengan Ayumi dengan kuat. Membuat perempuan itu meringis kesakitan.

“Lepas, Mas!” pintanya seraya melepaskan diri. Tapi tak mampu karena Satya mencengkeramnya dengan kuat. Tak peduli dia perempuan dan bahkan istrinya. Hatinya sudah terlanjur dongkol dengan apa yang ucapkan Ayumi tadi.

“Berani kamu melawan aku atau mengata-ngataiku dengan julukan-julukan tadi, aku akan pastikan jika panti asuhan tempat tinggalmu itu tidak akan mendapat pasokan makanan dan semua penghuninya akan mati  kelaparan. Juga pengasuh panti mati perlahan karena tidak mendapat sumbangan dariku untuk biaya pengobatannya. Paham?”

Laki-laki itu mengancam Ayumi. Menjadikan anak-anak di panti asuhan tempat dia dibesarkan juga pengasuh panti yang tengah berjuang melawan penyakitnya itu sebagai senjata untuk melemahkan Ayumi.

Perempuan berhijab ungu muda itu melebarkan kedua matanya. Menatap Satya seolah tak percaya.

“Kejam kamu, Mas,” geramnya seraya menyentak tangan sang Suami.

Lalu meninggalkan laki-laki itu setelah membereskan semua pakaian sang Suami ke dalam kamar yang sudah ditunjuk oleh Satya. Kini, tak ada alasan lagi bagi Ayumi untuk melawan Satya jika ingin orang-orang panti mendapatkan haknya.

Dia tahu jika Satya sudah mengancam, maka dia benar-benar akan melakukannya.

“Memang aku peduli!” sahutnya setengah berteriak. Lalu tersenyum penuh kemenangan karena akhirnya dia menemukan kelemahan Ayumi yang akan dijadikan senjata saat perempuan itu melawan.

Aw safitry

Hai, aku udah mulai update lagi nih. jangan lupa subscribe dan komen ya ... thank's ... :)

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status