Share

6. Jangan Sentuh Aku!

Pintu kamar terbuka secara perlahan. Kieran keluar dari kamar, dengan langkah pelan dan berhati-hati tanpa menimbulkan suara, dia berjalan menghampiri Ayyara.

Perempuan itu tengah terlelap di atas sofa. Beberapa bungkus makanan kosong dibiarkan berserakan di atas meja. Kieran menghela nafas pelan. Ayyara sama sekali tak menyisakan sedikitpun makanan untuknya.

Tapi tidak masalah. Kieran tidak marah. Lagi pula, jika dia ingin makan saat ini, Kieran bisa memesan makanan lagi. Makanan yang dimakan Ayyara tadi, dia sengaja pesan memang untuk perempuan itu. Kieran tahu jika Ayyara pasti sudah kelaparan sejak pagi belum makan.

Tangan Kieran perlahan terulur, menyisikan anak rambut yang menghalangi sebagian wajah cantik perempuan itu. Dia lalu tersenyum samar, menatap wajah tenang Ayyara seperti ini saja, sudah membuat Kieran senang.

"Maaf Ayyara. Aku tidak marah denganmu, sekalipun kamu mengatakan kamu lebih mencintai laki-laki lain dan tidak bisa mencintaiku. Aku tidak marah, walau kamu tidak akan pernah menerima cintaku."

Kieran menghela nahas berat. Tangannya mulai mengusap lembut pucuk kepala istrinya, tanpa berniat untuk membangunkan perempuan itu dari tidurnya.

"Maaf, aku telah memaksamu untuk menikah denganku. Maaf, karena keegoisanku yang ingin memilikimu, justru membuatmu tersiksa. Tapi ini sudah terlanjur. Kita sudah menjadi suami istri, dan aku tidak akan mungkin membiarkanmu pergi begitu saja setelah ini. Aku berjanji, perlahan akan membuatmu jatuh cinta kepadaku. Aku tidak akan menyerah untuk mendapatkan hatimu, istriku."

Tidur Ayyara begitu sangat nyenyak. Perempuan itu bahkan tak terganggu dengan dinginnya suhu di ruang tengah itu. Kieran tidak tega membangunkannya, tapi juga tidak tega membiarkan Ayyara tetap tidur di sofa seperti itu sampai pagi.

Saat ini sudah pukul sepuluh malam. Kieran sangat lama berada di dalam kamar, tanpa mempedulikan keberadaan Ayyara di rumahnya. Dia tidak marah dengan perdebatannya dengan Ayyara tadi siang. Hanya saja ucapan Ayyara benar-benar menyakitkan untuknya. Kieran mengurung diri di kamar, hanya untuk menenangkan diri saja.

Setelah merasa lebih baik, dia baru menemui istrinya kembali.

Dan saat ini, Ayyara justru sudah tertidur. Kieran yakin, jika perempuan itu sedikitpun tak berani menyusuri setiap ruangan yang ada di rumahnya itu.

"Aku tahu, mungkin rumah ini terlalu besar untukmu yang baru saja memasuki rumah ini. Tapi lama kelamaan, aku yakin kamu akan terbiasa dengan semua ini. Ini adalah rumahmu juga, Ayyara."

Tak ada cara lain. Kieran akhirnya memutuskan untuk menggendong perempuan itu, membawanya menuju kamar.

Dia merebahkan Ayyara secara perlahan ke atas kasur. Namun, usaha Kieran yang tidak ingin mengusik tidur perempuan itu justru gagal. Kelopak mata Ayyara perlahan terbuka. Membuat sorot mata keduanya saling bertemu.

Ayyara yang baru sadar dari tidurnya, berusaha mengumpulkan ingatannya secepat mungkin. Mencerna, apa yang sedang terjadi padanya?

Menyadari posisi mereka saat ini sedikit intim, Ayyara spontan langsung mendorong Kieran dengan cukup kuat. Membuat laki-laki itu nyaris terjungkal.

Dia langsung terduduk, dan mengambil bantal yang dijadikan bantalan kepalanya tadi untuk menutupi bagian tubuh depannya. Melempari Kieran dengan tatapan menuduh.

"Apa yang kamu lakukan padaku?"

Kieran segera menggeleng. Dia tahu apa yang ada di pikiran Ayyara saat ini.

"Tidak Ayyara. Aku hanya ingin memindahkanmu dari sofa ke sini -"

"Kenapa tidak bangunkan aku saja?"

"Aku tidak tega membangunkanmu."

Ayyara menggeleng, tak percaya. "Tidak perlu berbohong, mas. Aku tahu apa yang ada di pikiranmu saat ini. Kamu pasti ingin berbuat macam-macam padaku 'kan? Pantas saja setelah selesai makan tadi aku sangat mengantuk, makanan yang kamu pesan tadi pasti sudah dicampur sesuatu 'kan? Kamu ingin melakukan sesuatu saat aku tidak sadar, iya kan?"

Kieran menghela nafas kesal. Kenapa Ayyara tidak pernah bisa percaya dengan apa yang dia katakan? Selalu saja menuduhnya berpikiran kotor.

"Lagi pula, kenapa jika aku ingin menyentuhmu?"

"Tidak boleh. Aku sudah katakan kamu tidak boleh menyentuhku karena aku tidak mencintaimu mas!"

"Tapi, kita sudah resmi menikah. Kamu sudah sah menjadi istriku. Tubuhmu itu, sudah menjadi hakku. Aku ingin menyentuhmu saat ini, atau kapanpun yang ku mau. Kamu tidak boleh menolaknya."

Ayyara memeluk bantal yang dia letakkan di depannya itu dengan erat. Berharap bantal itu bisa menjadi pelindung tubuhnya saat ini. Ucapan Kieran barusan, justru membuat Ayyara takut. Seakan laki-laki itu mengisyaratkan ingin menerkamnya saat ini juga. Ayyara segera menggeleng, melarangnya.

"Kamu tidak boleh memaksaku untuk itu!"

Kieran tak menghiraukan ucapan Ayyara. Dia melangkah, kembali mendekati perempuan yang masih terduduk di atas kasur sambil memeluk bantal dengan erat itu.

"Jangan mendekat!"

Ayyara menatap Kieran penuh peringatan, namun sialnya laki-laki itu sedikitpun tidak terlihat takut pada Ayyara. Dia beringsut mundur, hingga membuat punggungnya kini menempel dengan headboard tempat tidurnya.

Sejak tadi malam, Ayyara merasa Kieran sedang dipenuhi hawa nafsu. Apalagi mereka berada di dalam kamar hanya berdua saja, tidak mungkin singa hanya diam saat dikasih daging dalam kandangnya, bukan?

"Kamu tidak boleh menyentuhku!"

Langkah Kieran terhenti, tepat saat ujung kakinya nyaris menyentuh kaki kasur. Jaraknya dengan Ayyara kini cukup dekat. Perempuan itu memejamkan pandangannya. Seakan benar-benar menahan rasa takut. Membuat Kieran kini menatapnya bingung? Setakut itukah Ayyara, jika dirinya akan menyentuh tubuh perempuan itu?

Kieran kembali menahan perih di hatinya, melihat sang istri tidak mau disentuh olehnya. Sampai kapan, semuanya terus begini? Tapi Kieran juga harus paham, mungkin Ayyara masih memerlukan waktu untuk siap. Apalagi perempuan itu belum memiliki perasaan padanya.

"Jangan sentuh aku!"

"Apa jika Bagas yang ingin menyentuhmu, kamu akan mengizinkannya?"

Pandangan Ayyara kembali menatap sang suami yang sudah berdiri cukup dekat dengannya. Dia bisa melihat sorot perih di mata laki-laki itu.

"Tentu saja, karena dia laki-laki yang aku cintai."

Kieran mengangguk paham. Seharusnya dia tidak perlu menanyakan hal itu, karena dia sudah tahu jawaban Ayyara pasti akan sangat melukai hatinya.

Kini Kieran kembali menunda keinginannya. Lain kali mungkin dia akan membuat Ayyara luluh padanya lebih dulu, baru dia akan menyentuh perempuan itu.

"Baiklah kalau begitu. Sekarang tidurlah, maaf aku barusan membangunkanmu. Aku ... tidak akan menyentuhmu."

Kieran nyaris ikut naik ke atas ranjang samping Ayyara, berniat untuk ikut tidur di samping Ayyara.

Melihat hal itu, mata Ayyara semakin melebar. Kieran barusan mengatakan tak akan menyentuhnya, lalu kenapa Kieran ikut berbaring di sampingnya?

"Apa kita tidur satu kamar?"

"Apa kamu lupa dengan ucapanku tadi malam. Hanya tadi malam aku membiarkanmu tidur sendiri, selanjutnya kita akan tidur bersama."

Ayyara menggeleng, tak terima. "Aku tidak mau. Jika kamu tetap memaksa untuk tidur bersamaku, aku akan memilih kembali tidur di sofa saja!"

Kieran yang nyaris membaringkan tubuhnya, kini kembali terduduk. Dia menatap Ayyara tak habis pikir.

"Aku tidak akan menyentuhmu, sekarang kamu masih ingin tidur terpisah denganku?"

"Itu salahmu, kenapa harus menikah denganku? Apa kamu marah jika aku takut tidur satu ranjang dengan laki-laki yang tidak kucintai?"

Kieran menghela nafas kesal. Dia tak mau menjawab perkataan Ayyara barusan, karena itu hanya akan membuat mereka kembali berdebat. Dengan terpaksa, dia akhirnya berniat untuk pergi dari kamar itu.

"Baiklah, biar aku saja yang tidur di sofa. Ini kesalahanku 'kan telah menikahimu?"

Jujur, sebenarnya Ayyara sedikit tak tega jika laki-laki itu harus tidur di sofa seperti tadi malam lagi. Tapi, dia juga tidak mau tidur satu kamar dengannya.

"Apa tidak ada tempat tidur lagi, selain ini? Rumah sebesar ini, pasti tidak mungkin memiliki kamar hanya satu saja."

Kieran mengangguk, membenarkan apa yang dikatakan Ayyara barusan.

"Benar. Ada lima ruang kamar di rumah ini. Tapi, semuanya belum dibersihkan kecuali kamar ini. Dan jangan harap, siapapun akan membersihkan kamar itu. Karena aku hanya mengizinkan kamar ini yang dipakai kita berdua. Tidak ada kata pisah ranjang setelah pernikahan. Mengerti?"

Ayyara mengernyit, tak suka. Dia ingin protes, namun Kieran kembali memotongnya.

"Sekali lagi aku sengaja, tidur terpisah darimu. Tapi besok, aku sudah harus tidur di sampingmu. Sekalipun kamu melarangku, aku tetap akan tidur satu ranjang denganmu!"

Laki-laki itu keluar begitu saja, setelah menyelesaikan kalimatnya. Ayyara meremas bantal yang masih dipeluknya dengan geram. Melampiaskan kemarahannya pada bantal itu.

"Aku benar-benar sangat membencinya!"

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status