Pintu kamar terbuka secara perlahan. Kieran keluar dari kamar, dengan langkah pelan dan berhati-hati tanpa menimbulkan suara, dia berjalan menghampiri Ayyara.
Perempuan itu tengah terlelap di atas sofa. Beberapa bungkus makanan kosong dibiarkan berserakan di atas meja. Kieran menghela nafas pelan. Ayyara sama sekali tak menyisakan sedikitpun makanan untuknya.Tapi tidak masalah. Kieran tidak marah. Lagi pula, jika dia ingin makan saat ini, Kieran bisa memesan makanan lagi. Makanan yang dimakan Ayyara tadi, dia sengaja pesan memang untuk perempuan itu. Kieran tahu jika Ayyara pasti sudah kelaparan sejak pagi belum makan.Tangan Kieran perlahan terulur, menyisikan anak rambut yang menghalangi sebagian wajah cantik perempuan itu. Dia lalu tersenyum samar, menatap wajah tenang Ayyara seperti ini saja, sudah membuat Kieran senang."Maaf Ayyara. Aku tidak marah denganmu, sekalipun kamu mengatakan kamu lebih mencintai laki-laki lain dan tidak bisa mencintaiku. Aku tidak marah, walau kamu tidak akan pernah menerima cintaku."Kieran menghela nahas berat. Tangannya mulai mengusap lembut pucuk kepala istrinya, tanpa berniat untuk membangunkan perempuan itu dari tidurnya."Maaf, aku telah memaksamu untuk menikah denganku. Maaf, karena keegoisanku yang ingin memilikimu, justru membuatmu tersiksa. Tapi ini sudah terlanjur. Kita sudah menjadi suami istri, dan aku tidak akan mungkin membiarkanmu pergi begitu saja setelah ini. Aku berjanji, perlahan akan membuatmu jatuh cinta kepadaku. Aku tidak akan menyerah untuk mendapatkan hatimu, istriku."Tidur Ayyara begitu sangat nyenyak. Perempuan itu bahkan tak terganggu dengan dinginnya suhu di ruang tengah itu. Kieran tidak tega membangunkannya, tapi juga tidak tega membiarkan Ayyara tetap tidur di sofa seperti itu sampai pagi.Saat ini sudah pukul sepuluh malam. Kieran sangat lama berada di dalam kamar, tanpa mempedulikan keberadaan Ayyara di rumahnya. Dia tidak marah dengan perdebatannya dengan Ayyara tadi siang. Hanya saja ucapan Ayyara benar-benar menyakitkan untuknya. Kieran mengurung diri di kamar, hanya untuk menenangkan diri saja.Setelah merasa lebih baik, dia baru menemui istrinya kembali.Dan saat ini, Ayyara justru sudah tertidur. Kieran yakin, jika perempuan itu sedikitpun tak berani menyusuri setiap ruangan yang ada di rumahnya itu."Aku tahu, mungkin rumah ini terlalu besar untukmu yang baru saja memasuki rumah ini. Tapi lama kelamaan, aku yakin kamu akan terbiasa dengan semua ini. Ini adalah rumahmu juga, Ayyara."Tak ada cara lain. Kieran akhirnya memutuskan untuk menggendong perempuan itu, membawanya menuju kamar.Dia merebahkan Ayyara secara perlahan ke atas kasur. Namun, usaha Kieran yang tidak ingin mengusik tidur perempuan itu justru gagal. Kelopak mata Ayyara perlahan terbuka. Membuat sorot mata keduanya saling bertemu.Ayyara yang baru sadar dari tidurnya, berusaha mengumpulkan ingatannya secepat mungkin. Mencerna, apa yang sedang terjadi padanya?Menyadari posisi mereka saat ini sedikit intim, Ayyara spontan langsung mendorong Kieran dengan cukup kuat. Membuat laki-laki itu nyaris terjungkal.Dia langsung terduduk, dan mengambil bantal yang dijadikan bantalan kepalanya tadi untuk menutupi bagian tubuh depannya. Melempari Kieran dengan tatapan menuduh."Apa yang kamu lakukan padaku?"Kieran segera menggeleng. Dia tahu apa yang ada di pikiran Ayyara saat ini."Tidak Ayyara. Aku hanya ingin memindahkanmu dari sofa ke sini -""Kenapa tidak bangunkan aku saja?""Aku tidak tega membangunkanmu."Ayyara menggeleng, tak percaya. "Tidak perlu berbohong, mas. Aku tahu apa yang ada di pikiranmu saat ini. Kamu pasti ingin berbuat macam-macam padaku 'kan? Pantas saja setelah selesai makan tadi aku sangat mengantuk, makanan yang kamu pesan tadi pasti sudah dicampur sesuatu 'kan? Kamu ingin melakukan sesuatu saat aku tidak sadar, iya kan?"Kieran menghela nafas kesal. Kenapa Ayyara tidak pernah bisa percaya dengan apa yang dia katakan? Selalu saja menuduhnya berpikiran kotor."Lagi pula, kenapa jika aku ingin menyentuhmu?""Tidak boleh. Aku sudah katakan kamu tidak boleh menyentuhku karena aku tidak mencintaimu mas!""Tapi, kita sudah resmi menikah. Kamu sudah sah menjadi istriku. Tubuhmu itu, sudah menjadi hakku. Aku ingin menyentuhmu saat ini, atau kapanpun yang ku mau. Kamu tidak boleh menolaknya."Ayyara memeluk bantal yang dia letakkan di depannya itu dengan erat. Berharap bantal itu bisa menjadi pelindung tubuhnya saat ini. Ucapan Kieran barusan, justru membuat Ayyara takut. Seakan laki-laki itu mengisyaratkan ingin menerkamnya saat ini juga. Ayyara segera menggeleng, melarangnya."Kamu tidak boleh memaksaku untuk itu!"Kieran tak menghiraukan ucapan Ayyara. Dia melangkah, kembali mendekati perempuan yang masih terduduk di atas kasur sambil memeluk bantal dengan erat itu."Jangan mendekat!"Ayyara menatap Kieran penuh peringatan, namun sialnya laki-laki itu sedikitpun tidak terlihat takut pada Ayyara. Dia beringsut mundur, hingga membuat punggungnya kini menempel dengan headboard tempat tidurnya.Sejak tadi malam, Ayyara merasa Kieran sedang dipenuhi hawa nafsu. Apalagi mereka berada di dalam kamar hanya berdua saja, tidak mungkin singa hanya diam saat dikasih daging dalam kandangnya, bukan?"Kamu tidak boleh menyentuhku!"Langkah Kieran terhenti, tepat saat ujung kakinya nyaris menyentuh kaki kasur. Jaraknya dengan Ayyara kini cukup dekat. Perempuan itu memejamkan pandangannya. Seakan benar-benar menahan rasa takut. Membuat Kieran kini menatapnya bingung? Setakut itukah Ayyara, jika dirinya akan menyentuh tubuh perempuan itu?Kieran kembali menahan perih di hatinya, melihat sang istri tidak mau disentuh olehnya. Sampai kapan, semuanya terus begini? Tapi Kieran juga harus paham, mungkin Ayyara masih memerlukan waktu untuk siap. Apalagi perempuan itu belum memiliki perasaan padanya."Jangan sentuh aku!""Apa jika Bagas yang ingin menyentuhmu, kamu akan mengizinkannya?"Pandangan Ayyara kembali menatap sang suami yang sudah berdiri cukup dekat dengannya. Dia bisa melihat sorot perih di mata laki-laki itu."Tentu saja, karena dia laki-laki yang aku cintai."Kieran mengangguk paham. Seharusnya dia tidak perlu menanyakan hal itu, karena dia sudah tahu jawaban Ayyara pasti akan sangat melukai hatinya.Kini Kieran kembali menunda keinginannya. Lain kali mungkin dia akan membuat Ayyara luluh padanya lebih dulu, baru dia akan menyentuh perempuan itu."Baiklah kalau begitu. Sekarang tidurlah, maaf aku barusan membangunkanmu. Aku ... tidak akan menyentuhmu."Kieran nyaris ikut naik ke atas ranjang samping Ayyara, berniat untuk ikut tidur di samping Ayyara.Melihat hal itu, mata Ayyara semakin melebar. Kieran barusan mengatakan tak akan menyentuhnya, lalu kenapa Kieran ikut berbaring di sampingnya?"Apa kita tidur satu kamar?""Apa kamu lupa dengan ucapanku tadi malam. Hanya tadi malam aku membiarkanmu tidur sendiri, selanjutnya kita akan tidur bersama."Ayyara menggeleng, tak terima. "Aku tidak mau. Jika kamu tetap memaksa untuk tidur bersamaku, aku akan memilih kembali tidur di sofa saja!"Kieran yang nyaris membaringkan tubuhnya, kini kembali terduduk. Dia menatap Ayyara tak habis pikir."Aku tidak akan menyentuhmu, sekarang kamu masih ingin tidur terpisah denganku?""Itu salahmu, kenapa harus menikah denganku? Apa kamu marah jika aku takut tidur satu ranjang dengan laki-laki yang tidak kucintai?"Kieran menghela nafas kesal. Dia tak mau menjawab perkataan Ayyara barusan, karena itu hanya akan membuat mereka kembali berdebat. Dengan terpaksa, dia akhirnya berniat untuk pergi dari kamar itu."Baiklah, biar aku saja yang tidur di sofa. Ini kesalahanku 'kan telah menikahimu?"Jujur, sebenarnya Ayyara sedikit tak tega jika laki-laki itu harus tidur di sofa seperti tadi malam lagi. Tapi, dia juga tidak mau tidur satu kamar dengannya."Apa tidak ada tempat tidur lagi, selain ini? Rumah sebesar ini, pasti tidak mungkin memiliki kamar hanya satu saja."Kieran mengangguk, membenarkan apa yang dikatakan Ayyara barusan."Benar. Ada lima ruang kamar di rumah ini. Tapi, semuanya belum dibersihkan kecuali kamar ini. Dan jangan harap, siapapun akan membersihkan kamar itu. Karena aku hanya mengizinkan kamar ini yang dipakai kita berdua. Tidak ada kata pisah ranjang setelah pernikahan. Mengerti?"Ayyara mengernyit, tak suka. Dia ingin protes, namun Kieran kembali memotongnya."Sekali lagi aku sengaja, tidur terpisah darimu. Tapi besok, aku sudah harus tidur di sampingmu. Sekalipun kamu melarangku, aku tetap akan tidur satu ranjang denganmu!"Laki-laki itu keluar begitu saja, setelah menyelesaikan kalimatnya. Ayyara meremas bantal yang masih dipeluknya dengan geram. Melampiaskan kemarahannya pada bantal itu."Aku benar-benar sangat membencinya!"Karena masih mengambil cuti, Kieran berniat untuk mengajak Ayyara honeymoon seperti yang dilakukan pasangan pengantin baru pada umumnya. Dia sudah berencana memesan tempat penginapan. Namun Kieran bingung, bagaimana cara mengatakan semua ini pada Ayyara?Sejak tadi, dia terus berjalan bolak-balik di depan kamarnya. Ingin masuk dan menemui Ayyara, tapi Kieran belum menemukan kalimat yang pas untuk mengatakan semua itu.Namun tiba-tiba pintu kamar terbuka. Ayyara yang sejak tadi di dalam kamar, kini keluar dengan pakaian yang sudah rapih. Membuat Kieran menatapnya dengan sorot bingung."Ayyara, pagi-pagi seperti ini mau kemana?""Aku mau ke tempat kerja. Ya, walaupun cutiku masih ada tiga hari, tapi aku ingin masuk kerja sekarang saja. Lagi pula, apa yang harus kulakukan jika terus di rumah."Kieran hanya menghela nahas pelan."Kamu masih ingin bekerja?"Ayyara mengernyit, menatap Kieran tak paham."Apa maksudmu b
Ayyara bergegas keluar dari mobil. Dia berjalan dengan langkah cepat, menghampiri laki-laki yang juga baru keluar dari taksi itu."Bagas!"Laki-laki itu menoleh, Ayyara langsung memeluknya dengan erat. Bagas tertegun, mendapat perlakuan secara tiba-tiba seperti itu dari Ayyara. "Ay-ayyara?""Aku sangat merindukanmu. Sudah lama sekali kita tidak bertemu, bukan?" Karena Bagas tidak kunjung membalas pelukannya, Ayyara akhirnya melepaskan pelukannya. Dia menatap wajah laki-laki itu yang masih terlihat bingung. Entah apa yang sedang dipikirkan Bagas saat ini."Kamu juga tidak pernah membalas pesan atau menjawab teleponku? Apa kamu ada masalah, hm?"Bagas segera menggeleng. "Tidak ada masalah. Hanya saja ... kenapa kamu terus seperti ini?"Ayyara mengernyit tidak paham. "Terus seperti ini? Apa maksudmu?""Ayyara, hubungan kita sudah selesai. Kamu sudah menikah dengan pak Kieran. Jika kita terus terlihat dek
"Mas!"Kieran tak mengehentikan langkahnya. Setelah keluar dari mobil, dia langsung kembali menarik Ayyara memasuki rumah. Sedikitpun, tak membiarkan tangan perempuan itu lepas dari cekalannya. Sekalipun saat ini mereka sudah berada di dalam rumah."Mas!"Kieran tetap tak menggubris, Ayyara berusaha memberontak melepaskan diri. Pergelangan tangannya terasa nyaris patah, Kieran mencekalnya begitu erat."Mas!" Kali ini Ayyara berhasil menarik tangannya dari cekalan laki-laki itu. Tepat, saat Kieran nyaris membawanya masuk ke dalam kamar. Ayyara menatap laki-laki itu dengan sorot marah. Dia mengusap pergelangan tangannya yang sudah memerah. "Sakit. Apa kamu ingin mematahkan tanganku?"Kieran tetap berusaha memasang raut tenang. Walau sejak tadi, emosinya sudah tak bisa tertahan lagi. Dia ingin marah, membentak, menyadarkan Ayyara bahwa perempuan itu telah melukai hatinya. Namun, Kieran tak sanggup melakukan semua itu. Seb
Terdengar langkah seseorang perlahan mendekat, Ayyara tak berani melihatnya, hanya terus fokus pada sarapan paginya. Setelah apa yang Kieran lakukan padanya tadi malam, Ayyara kini kembali canggung kepada laki-laki itu. Antara kesal dan juga malu, berani sekali Kieran menciumnya. Namun sialnya, kenapa Ayyara juga harus menikmatinya? Kieran menarik kursi di samping Ayyara, lalu duduk untuk ikut sarapan bersama sang istri.Hari ini Kieran memutuskan untuk kembali masuk kerja. Karena menurutnya juga percuma tetap mengambil cuti, sedangkan Ayyara saja sudah masuk kerja. Untuk apa dia berada di rumah tanpa ada Ayyara?Saat Kieran nyaris ingin mengambil makanan ke atas piringnya, mendadak ponselnya justru berdering. Membuat Kieran terpaksa menunda sarapannya. Dia memutuskan untuk menjawab panggilan itu lebih dulu.'Selamat pagi, pak Kieran. Maaf mengganggu waktunya. Saya hanya ingin menyampaikan jika klien kita setuju untuk melakukan pertemua
Ayyara mengangguk, dia sangat setuju dengan pemikirannya Barusan. Dengan antusias, Ayyara berdiri dari duduknya. Dan berniat segera berangkat. Namun langkahnya tertunda, saat ponselnya tiba-tiba berdering. Sebuah panggilan dari Kieran, memenuhi layar ponselnya, membuat Ayyara mengernyit bingung. Kenapa laki-laki itu menelponnya? Dengan sangat malas, Ayyara terpaksa harus menjawabnya. "Halo mas."'Ayyara, apa kamu masih ada di rumah? Apa kamu melihat dompetku di sana?'Ayyara menatap dompet hitam yang masih dia pegang. "Hm, aku melihatnya."'Bisakah kamu mengantarkannya ke tempat kerjaku? Aku tidak mungkin harus kembali lagi ke rumah. Aku tidak mempunyai banyak waktu sekarang.'Ayyara menghela nafas kesal. Baru saja dia mempunyai rencana untuk datang ke rumah Bagas, lagi-lagi harus di gagalkan oleh Kieran. "Yasudahlah, aku akan mengantarkan dompetmu ini ke kantormu. Lain kali, jika ingin berangkat k
"Pak Kieran," panggil Nasya, saat melihat sang CEO yang baru saja keluar dari sebuah ruangan. Kieran menoleh, melihat keberadaan sang sekertaris tak jauh darinya, dia langsung menghampiri."Pak Kieran, ini dompet bapak. Tadi ibu Ayyara mengantarkannya sampai depan perusahaan." Nasya memberikan dompet hitam yang tadinya diberikan Ayyara padanya. Kieran mengangguk, mengiyakan. Lalu tersenyum. "Terimakasih.""Oh iya pak, sebelumnya maaf. Saya merasa tidak enak dengan ibu Ayyara."Kieran mengernyit tak paham dengan ucapan perempuan itu barusan. "Kenapa seperti itu?""Sepertinya, ibu Ayyara cemburu dengan keberadaan saya."Kieran kembali tersenyum, ucapan perempuan itu sangat terdengar lucu di telinganya. Dia rasa, itu tidak akan mungkin terjadi. "Lagi pula, kenapa kamu berpikir seperti itu? Kamu 'kan di sini hanya bekerja, saya rasa istri saya pasti paham, dan tidak akan mungkin cemburu denganmu.""Tapi, pak. Saat
"Hm, mungkin saja iya. Karena menurutku, cinta itu akan tumbuh saat kita terlalu sering menghabiskan waktu bersama seseorang itu. Contohnya kita. Benarkan?"Ayyara diam. Jawaban Bagas justru membuatnya tak bisa tenang. Benar yang dikatakan laki-laki itu. Dia dan Bagas dulu bisa saling jatuh cinta, juga berawal karena sering bertemu."Bukan karena cantik, tapi karena terbiasa bersama. Selain itu, jika seseorang itu mampu membuat kita nyaman, tentu kita pasti akan jatuh cinta padanya. Tapi sebaliknya, sering bertemu dengan perempuan secantik apapun di luar sana, jika perempuan itu tidak mampu membuat kita nyaman, maka tidak akan mungkin cinta ini jatuh padanya." Bagas tersenyum, saat melihat raut Ayyara sekarang sedikit lebih tenang. Dia menarik kursi yang tak terlalu jauh darinya, menempatkannya di samping Ayyara lalu dia duduki. Bagas kemudian meraih tangan Ayyara, lalu menggenggamnya dengan erat. "Contohnya adalah kamu dan pak Kieran. Setiap ha
'Kamu sudah makan malam?'Ayyara mengangguk, mengiyakan. "Sudah. Kalau kamu?"'Hm, aku juga sudah. Apa tidak masalah, jika kita terus berteleponan seperti ini? Apa pak Kieran tidak akan marah, jika kamu dan aku berteleponan terus?'Ayyara menyandarkan tubuhnya ke headboard kasur, sambil memeluk bantal di pangkuannya. Dia melirik ke arah pintu kamar yang masih tertutup. "Mas Kieran belum pulang. Dan, aku takut di rumah sendirian seperti ini. Rumah ini terlalu besar, dan sepi. Jika tidak ada teman untuk mengobrol, aku justru membayangkan hal macam-macam. Jadi tolong, jangan matikan panggilannya ya, Bagas."Laki-laki di seberang sana justru tertawa gemas, setelah mendengar pernyataan Ayyara. 'Baiklah cantik. Aku akan terus menemanimu berbicara agar takutmu hilang.'Ayyara tersenyum senang. "Terimakasih ... Sayang."'Eum, Ayyara ...'"Kenapa?"'Kenapa kamu memanggilku seperti itu? Bagaimana jika pak Kieran tahu, dan