Home / Rumah Tangga / Aku Tak Membencimu / 6. Jangan Sentuh Aku!

Share

6. Jangan Sentuh Aku!

Author: Niniluv
last update Last Updated: 2023-05-04 12:00:00

Pintu kamar terbuka secara perlahan. Kieran keluar dari kamar, dengan langkah pelan dan berhati-hati tanpa menimbulkan suara, dia berjalan menghampiri Ayyara.

Perempuan itu tengah terlelap di atas sofa. Beberapa bungkus makanan kosong dibiarkan berserakan di atas meja. Kieran menghela nafas pelan. Ayyara sama sekali tak menyisakan sedikitpun makanan untuknya.

Tapi tidak masalah. Kieran tidak marah. Lagi pula, jika dia ingin makan saat ini, Kieran bisa memesan makanan lagi. Makanan yang dimakan Ayyara tadi, dia sengaja pesan memang untuk perempuan itu. Kieran tahu jika Ayyara pasti sudah kelaparan sejak pagi belum makan.

Tangan Kieran perlahan terulur, menyisikan anak rambut yang menghalangi sebagian wajah cantik perempuan itu. Dia lalu tersenyum samar, menatap wajah tenang Ayyara seperti ini saja, sudah membuat Kieran senang.

"Maaf Ayyara. Aku tidak marah denganmu, sekalipun kamu mengatakan kamu lebih mencintai laki-laki lain dan tidak bisa mencintaiku. Aku tidak marah, walau kamu tidak akan pernah menerima cintaku."

Kieran menghela nahas berat. Tangannya mulai mengusap lembut pucuk kepala istrinya, tanpa berniat untuk membangunkan perempuan itu dari tidurnya.

"Maaf, aku telah memaksamu untuk menikah denganku. Maaf, karena keegoisanku yang ingin memilikimu, justru membuatmu tersiksa. Tapi ini sudah terlanjur. Kita sudah menjadi suami istri, dan aku tidak akan mungkin membiarkanmu pergi begitu saja setelah ini. Aku berjanji, perlahan akan membuatmu jatuh cinta kepadaku. Aku tidak akan menyerah untuk mendapatkan hatimu, istriku."

Tidur Ayyara begitu sangat nyenyak. Perempuan itu bahkan tak terganggu dengan dinginnya suhu di ruang tengah itu. Kieran tidak tega membangunkannya, tapi juga tidak tega membiarkan Ayyara tetap tidur di sofa seperti itu sampai pagi.

Saat ini sudah pukul sepuluh malam. Kieran sangat lama berada di dalam kamar, tanpa mempedulikan keberadaan Ayyara di rumahnya. Dia tidak marah dengan perdebatannya dengan Ayyara tadi siang. Hanya saja ucapan Ayyara benar-benar menyakitkan untuknya. Kieran mengurung diri di kamar, hanya untuk menenangkan diri saja.

Setelah merasa lebih baik, dia baru menemui istrinya kembali.

Dan saat ini, Ayyara justru sudah tertidur. Kieran yakin, jika perempuan itu sedikitpun tak berani menyusuri setiap ruangan yang ada di rumahnya itu.

"Aku tahu, mungkin rumah ini terlalu besar untukmu yang baru saja memasuki rumah ini. Tapi lama kelamaan, aku yakin kamu akan terbiasa dengan semua ini. Ini adalah rumahmu juga, Ayyara."

Tak ada cara lain. Kieran akhirnya memutuskan untuk menggendong perempuan itu, membawanya menuju kamar.

Dia merebahkan Ayyara secara perlahan ke atas kasur. Namun, usaha Kieran yang tidak ingin mengusik tidur perempuan itu justru gagal. Kelopak mata Ayyara perlahan terbuka. Membuat sorot mata keduanya saling bertemu.

Ayyara yang baru sadar dari tidurnya, berusaha mengumpulkan ingatannya secepat mungkin. Mencerna, apa yang sedang terjadi padanya?

Menyadari posisi mereka saat ini sedikit intim, Ayyara spontan langsung mendorong Kieran dengan cukup kuat. Membuat laki-laki itu nyaris terjungkal.

Dia langsung terduduk, dan mengambil bantal yang dijadikan bantalan kepalanya tadi untuk menutupi bagian tubuh depannya. Melempari Kieran dengan tatapan menuduh.

"Apa yang kamu lakukan padaku?"

Kieran segera menggeleng. Dia tahu apa yang ada di pikiran Ayyara saat ini.

"Tidak Ayyara. Aku hanya ingin memindahkanmu dari sofa ke sini -"

"Kenapa tidak bangunkan aku saja?"

"Aku tidak tega membangunkanmu."

Ayyara menggeleng, tak percaya. "Tidak perlu berbohong, mas. Aku tahu apa yang ada di pikiranmu saat ini. Kamu pasti ingin berbuat macam-macam padaku 'kan? Pantas saja setelah selesai makan tadi aku sangat mengantuk, makanan yang kamu pesan tadi pasti sudah dicampur sesuatu 'kan? Kamu ingin melakukan sesuatu saat aku tidak sadar, iya kan?"

Kieran menghela nafas kesal. Kenapa Ayyara tidak pernah bisa percaya dengan apa yang dia katakan? Selalu saja menuduhnya berpikiran kotor.

"Lagi pula, kenapa jika aku ingin menyentuhmu?"

"Tidak boleh. Aku sudah katakan kamu tidak boleh menyentuhku karena aku tidak mencintaimu mas!"

"Tapi, kita sudah resmi menikah. Kamu sudah sah menjadi istriku. Tubuhmu itu, sudah menjadi hakku. Aku ingin menyentuhmu saat ini, atau kapanpun yang ku mau. Kamu tidak boleh menolaknya."

Ayyara memeluk bantal yang dia letakkan di depannya itu dengan erat. Berharap bantal itu bisa menjadi pelindung tubuhnya saat ini. Ucapan Kieran barusan, justru membuat Ayyara takut. Seakan laki-laki itu mengisyaratkan ingin menerkamnya saat ini juga. Ayyara segera menggeleng, melarangnya.

"Kamu tidak boleh memaksaku untuk itu!"

Kieran tak menghiraukan ucapan Ayyara. Dia melangkah, kembali mendekati perempuan yang masih terduduk di atas kasur sambil memeluk bantal dengan erat itu.

"Jangan mendekat!"

Ayyara menatap Kieran penuh peringatan, namun sialnya laki-laki itu sedikitpun tidak terlihat takut pada Ayyara. Dia beringsut mundur, hingga membuat punggungnya kini menempel dengan headboard tempat tidurnya.

Sejak tadi malam, Ayyara merasa Kieran sedang dipenuhi hawa nafsu. Apalagi mereka berada di dalam kamar hanya berdua saja, tidak mungkin singa hanya diam saat dikasih daging dalam kandangnya, bukan?

"Kamu tidak boleh menyentuhku!"

Langkah Kieran terhenti, tepat saat ujung kakinya nyaris menyentuh kaki kasur. Jaraknya dengan Ayyara kini cukup dekat. Perempuan itu memejamkan pandangannya. Seakan benar-benar menahan rasa takut. Membuat Kieran kini menatapnya bingung? Setakut itukah Ayyara, jika dirinya akan menyentuh tubuh perempuan itu?

Kieran kembali menahan perih di hatinya, melihat sang istri tidak mau disentuh olehnya. Sampai kapan, semuanya terus begini? Tapi Kieran juga harus paham, mungkin Ayyara masih memerlukan waktu untuk siap. Apalagi perempuan itu belum memiliki perasaan padanya.

"Jangan sentuh aku!"

"Apa jika Bagas yang ingin menyentuhmu, kamu akan mengizinkannya?"

Pandangan Ayyara kembali menatap sang suami yang sudah berdiri cukup dekat dengannya. Dia bisa melihat sorot perih di mata laki-laki itu.

"Tentu saja, karena dia laki-laki yang aku cintai."

Kieran mengangguk paham. Seharusnya dia tidak perlu menanyakan hal itu, karena dia sudah tahu jawaban Ayyara pasti akan sangat melukai hatinya.

Kini Kieran kembali menunda keinginannya. Lain kali mungkin dia akan membuat Ayyara luluh padanya lebih dulu, baru dia akan menyentuh perempuan itu.

"Baiklah kalau begitu. Sekarang tidurlah, maaf aku barusan membangunkanmu. Aku ... tidak akan menyentuhmu."

Kieran nyaris ikut naik ke atas ranjang samping Ayyara, berniat untuk ikut tidur di samping Ayyara.

Melihat hal itu, mata Ayyara semakin melebar. Kieran barusan mengatakan tak akan menyentuhnya, lalu kenapa Kieran ikut berbaring di sampingnya?

"Apa kita tidur satu kamar?"

"Apa kamu lupa dengan ucapanku tadi malam. Hanya tadi malam aku membiarkanmu tidur sendiri, selanjutnya kita akan tidur bersama."

Ayyara menggeleng, tak terima. "Aku tidak mau. Jika kamu tetap memaksa untuk tidur bersamaku, aku akan memilih kembali tidur di sofa saja!"

Kieran yang nyaris membaringkan tubuhnya, kini kembali terduduk. Dia menatap Ayyara tak habis pikir.

"Aku tidak akan menyentuhmu, sekarang kamu masih ingin tidur terpisah denganku?"

"Itu salahmu, kenapa harus menikah denganku? Apa kamu marah jika aku takut tidur satu ranjang dengan laki-laki yang tidak kucintai?"

Kieran menghela nafas kesal. Dia tak mau menjawab perkataan Ayyara barusan, karena itu hanya akan membuat mereka kembali berdebat. Dengan terpaksa, dia akhirnya berniat untuk pergi dari kamar itu.

"Baiklah, biar aku saja yang tidur di sofa. Ini kesalahanku 'kan telah menikahimu?"

Jujur, sebenarnya Ayyara sedikit tak tega jika laki-laki itu harus tidur di sofa seperti tadi malam lagi. Tapi, dia juga tidak mau tidur satu kamar dengannya.

"Apa tidak ada tempat tidur lagi, selain ini? Rumah sebesar ini, pasti tidak mungkin memiliki kamar hanya satu saja."

Kieran mengangguk, membenarkan apa yang dikatakan Ayyara barusan.

"Benar. Ada lima ruang kamar di rumah ini. Tapi, semuanya belum dibersihkan kecuali kamar ini. Dan jangan harap, siapapun akan membersihkan kamar itu. Karena aku hanya mengizinkan kamar ini yang dipakai kita berdua. Tidak ada kata pisah ranjang setelah pernikahan. Mengerti?"

Ayyara mengernyit, tak suka. Dia ingin protes, namun Kieran kembali memotongnya.

"Sekali lagi aku sengaja, tidur terpisah darimu. Tapi besok, aku sudah harus tidur di sampingmu. Sekalipun kamu melarangku, aku tetap akan tidur satu ranjang denganmu!"

Laki-laki itu keluar begitu saja, setelah menyelesaikan kalimatnya. Ayyara meremas bantal yang masih dipeluknya dengan geram. Melampiaskan kemarahannya pada bantal itu.

"Aku benar-benar sangat membencinya!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Tak Membencimu   194. Akhir Yang Menyakitkan

    Pemakaman selesai, seorang perempuan berpakaian serba hitam masih setia duduk di samping makam tersebut. Tangannya tak berhenti mengusap pelan nisan yang bertulis nama Kieran Bimantara.Kini Ayyara tak bisa melihat suaminya lagi, kini Ayyara tak bisa memeluk tubuh Kieran lagi. Terakhir dia melihat Kieran hanya di rumah sakit, setelah dibawa pulang dia tak diijinkan lagi melihat jasad suaminya. Proses pemakaman pun juga terlaksana cukup tertutup, tak ada yang bisa melihat wajah Kieran terakhir kalinya kecuali Raymond dan beberapa orang suruhan Raymond. Entah kenapa, Ayyara juga tak paham. "Ayyara. Ayo kita pulang," bisik Daria yang sejak tadi masih berada di samping sang menantu tersebut. Namun Ayyara menggeleng pelan, menandakan bahwa dirinya tak mau pergi dari sana."Ayyara ingin tetap di sini ma." Mata sembabnya kini menatap gundukan tanah yang masih basah di hadapannya, dia lalu tersenyum sedih. "Dulu, mas Kieran pernah berjanji pada Ayyara.

  • Aku Tak Membencimu   193. Penyesalan

    Di depan sebuah ruang IGD, seorang perempuan terisak. Dia berjongkok sambil memeluk seorang anak laki-laki. Rasa bersalah dan takut bercampur menjadi satu. Bara yang sejak tadi berada di pelukan sang mama hanya bisa diam, tak peduli bau amis darah begitu menusuk ke penciumannya dan akan ikut mengotori seragam sekolahnya. Dia tak bisa menenangkan tangisan sang mama.Jujur, Bara sendiri juga masih shock melihat papanya tertabrak di hadapannya. Tapi dia tak bisa menangis, dia hanya bisa menahan rasa khawatir di pelukan mamanya. "Papa enggak apa-apa kan ma?"Akhirnya Bara bersuara, namun Ayyara tak sanggup untuk menjawabnya."Ayyara!"Bara menoleh, dari arah kejauhan sepasang suami istri menghampiri keberadaan Ayyara dan Bara. Mereka adalah Raymond dan Daria. Tampak jelas kekhawatiran di raut keduanya. Daria langsung berjongkok di hadapan sang menantu, memegang bahu Ayyara. Menyadarkan Ayyara bahwa mereka sudah datang.

  • Aku Tak Membencimu   192. Takdir Yang Begitu Kejam

    Setelah Bagas dan Viona melangkah pergi, mata Ayyara mulai menggenang. Hatinya benar-benar sakit dan hancur, Bagas tidak seperti dulu lagi. Ayyara telah kehilangan laki-laki yang dia cintai.Dia terpaksa menikah dengan laki-laki yang tak dia cintai, melahirkan anak dari laki-laki yang dia benci, ibunya kini meninggal, dan sekarang Ayyara benar-benar dilupakan oleh seseorang yang sangat dia sayangi. Sepahit itukah kehidupannya? Kenapa takdir begitu sangat kejam?"Jika tidak ada kebahagiaan dalam hidupku, kenapa aku harus dilahirkan?" Satu tetes air mata akhirnya terjatuh. Ayyara mulai berjalan gontai memasuki mobilnya kembali, dengan air mata yang semakin mengalir deras. Mobil berwarna merah itu mulai melaju kencang, menyusuri jalanan yang ramai. Ayyara seakan tak peduli dengan keselamatannya maupun sekitarnya. Tatapannya kosong, pikirannya kembali mengingat rantai kehidupannya sejak pertama dia menikah dengan Kieran. Dia sudah tak mempunyai kebahagiaan, bahkan tak tau lagi tujuan unt

  • Aku Tak Membencimu   191. Menerima Kenyataan

    Kieran yang masih menemani anaknya bermain di ruang tengah, sejak tadi tak bisa tenang setelah tahu istrinya ternyata meninggalkan rumah secara diam-diam. Apalagi berita tentang dirinya dan Ayyara terus saja semakin menyebar. Kieran takut akan terjadi sesuatu pada sang istri di luar sana.Namun tak beberapa lama, terdengar suara pintu utama terbuka. Kieran segera beringsut berdiri tanpa mempedulikan anaknya, dan langsung menghampiri ke arah pintu utama. Melihat Ayyara berjalan gontai sambil menghapus bekas air mata di pipinya yang masih basah, membuat Kieran seketika khawatir. "Apa yang terjadi padamu Ayyara?"Langkah Ayyara terhenti, tepat di samping Kieran. Pertanyaan laki-laki itu justru membuat air matanya mengalir deras, Ayyara mulai terisak.Kieran semakin bingung, istrinya sedikit pun tak mau menjelaskan. Dia ingin memeluk tubuh Ayyara untuk memberi ketenangan, namun tertunda saat Bara datang dan langung menggenggam salah satu ta

  • Aku Tak Membencimu   190. Pilihan Terbaik

    Saat ini Bagas tertunduk, merasa frustasi dengan apa yang baru saja terjadi padanya. Dia berada di sebuah kafe, bersama Kieran dan juga Nasya. Bagas sudah menceritakan semuanya apa yang terjadi pada Kieran maupun Nasya. Karena Bagas tak punya siapa-siapa lagi untuk meminta bantuan selain pada mereka. "Sebenarnya saya tidak masalah jika harus menikahi Viona, walau karena kesalahpahaman ini. Tapi masalahnya, ayah Viona meminta saya untuk melunasi hutangnya pada pak Raymond sebelum pernikahan berlangsung. Jika saya tidak mau melunasi dan tidak mau melunasi hutangnya, ayah Viona akan melaporkan saya ke polisi karena telah melecehkan Viona. Saya yakin polisi juga tidak akan menyalahkan saya karena tidak ada bukti yang kuat jika saya telah melecehkan Viona, tapi Viona bilang jika saya tidak mengikuti keinginan ayahnya kemungkinan Viona yang akan dalam masalah."Nasya mengangguk paham. "Walau hanya melihatnya sekali saja, tapi saya tahu bagaimana sifat ayah Viona. Saya s

  • Aku Tak Membencimu   189. Sebuah Jebakan

    Seminggu setelah pemakaman Mira. Ayyara tak pernah lagi bertemu ataupun berniat untuk menemui sang kakak, Ayuma. Agra, yang saat ini sudah masuk di bangku SMP, Kieran yang membiayai sekolahnya di luar kota. Sesuai permintaan Ayyara, yang tak mau jika sang adik sampai diurus oleh sang kakak. Sampai saat ini kematian Mira membuat Ayyara berpikiran buruk pada sang kakak. Dari sifatnya Ayyara sudah tau, mana mungkin Ayuma mau mengurus adiknya. Bahkan Ayyara masih berpikiran, mungkin saja penyakit ibunya semakin parah hingga menyebabkan kematian pasti karena Ayuma yang tak merawat ibunya dengan baik.Sebenarnya Ayyara ingin menginterogasi Ayuma atas kematian ibunya, namun dicegah oleh Kieran. Dengan alasan, tak mau Ayyara semakin mendapat masalah di saat masalahnya bersama Kieran kini belum juga usai."Apa yang dikatakan mas Kieran memang benar. Kak Ayuma bisa saja balik menuduhku, menyalahkanku karena sudah sangat tak menjenguk ibu. Tapi aku kan mel

  • Aku Tak Membencimu   188. Apa Ini Salah Ayyara?

    Pagi itu, Kieran akhirnya membawa istri dan anaknya ke rumah Mira. Namun sampai sana rumah ibu mertuanya itu terlihat sangat sepi, padahal yang Ayyara katakan Ayuma juga berada di sana."Sepertinya tidak ada orang?" ucap Ayyara menebak. Tapi dia juga tak yakin, mengingat ibunya itu tidak suka meninggalkan rumah terlalu lama. "Tapi kita tunggu di teras saja, mungkin ibu sedang keluar ke suatu tempat dan akan segera pulang."Kieran mengangguk mengikuti saran sang istri. Mereka kemudian keluar dari mobil, Kieran menuntun Bara dan mengikuti Ayyara yang mulai berjalan menuju teras rumah Mira.Karena penasaran apakah di rumah benar tidak ada orang, Ayyara akhirnya memutuskan untuk membuka pintu utama tersebut. Dan anehnya pintu ternyata tidak dikunci, membuat Ayyara mengernyit bingung. "Jika di dalam rumah tidak ada orang, kenapa pintunya tidak dikunci?" Firasat Ayyara berubah buruk. Dia memutuskan untuk masuk ke rumah itu begitu saja, Kieran yang masi

  • Aku Tak Membencimu   187. Luka Yang Terus Disembunyikan

    Pukul lima pagi, Kieran terbangun dari tidurnya. Dia mengedipkan matanya sesaat lalu mengedarkan pandangannya. Dia sadar saat ini telah tertidur di sofa karena Ayyara mengusirnya dari kamar tadi malam. Padahal di rumahnya juga masih banyak kamar yang tidak terpakai, namun Kieran memilih untuk tidur di sana saja.Dia mulai beringsut duduk, membuat selimut tebal berwarna cokelat yang tadinya menutupi tubuhnya kini merosot turun. Kieran mengernyit bingung. "Seingatku, tadi malam aku tidak membawa selimut. Apa Ayyara yang memakaikannya padaku?""Bibi yang memakaikan selimut itu untuk tuan," sahut seorang wanita dari kejauhan yang sudah sadar jika sang tuan telah bangun. Kieran kini menatap ke arahnya, tampak kecewa dengan ucapan wanita itu barusan, namun Kieran menutupinya dengan senyuman tipis. Bi Sarah mulai menghampiri. "Terimakasih bi.""Tuan kenapa tidur di sini? Apa nyonya yang menyuruh tuan untuk tidur di sini?" Bi Sarah memasang raut khawatir

  • Aku Tak Membencimu   186. Hanya Orang Baru

    "Sebenarnya aku tidak apa-apa, maaf telah merepotkan kalian. Seharusnya kalian tidak perlu mendengarkan perkataan ayahku." Viona menunduk bersalah. Melihat hal itu Bagas tak tega. "Tidak Viona, ini sama sekali tidak merepotkan kami." Bagas kemudian menoleh ke arah Nasya yang juga masih bersama mereka. "Benarkan Nasya?"Nasya mengangguk menyetujui pertanyaan Bagas "Benar Viona, tidak perlu terlalu dipikirkan seperti itu."Viona tersenyum, setidaknya dia harus bersyukur karena bertemu dengan orang sebaik Bagas dan Nasya. Andai orang lain yang akan menabraknya tadi, pasti tentu akan marah saat Darka memintanya pertanggung jawaban padahal Viona nyaris tertabrak karena ulah ayahnya sendiri."Oh ya Bagas, Viona. Kalian tunggu di sini sebentar ya, biar aku yang menebus obatnya di apotek."Bagas dan Viona mengangguk mengizinkan, Nasya kemudian melangkah pergi meninggalkan mereka yang masih duduk di kursi tunggu yang ada di rumah sakit itu.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status