“Baiklah jika itu yang kamu mau. Aku juga tidak perlu repot untuk meminta kepadamu karena kamu sudah mengerti posisiku,” ucap Melvin pongah sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
“Baik, besok aku akan ke pengadilan agama dan memproses permohonan cerai,” tegas Zee. Ia sudah berubah pikiran. Rasa cintanya kepada Melvin menjadi rasa benci. Ia ingin bebas dari laki-laki yang menyakiti hatinya dan tidak melihat pengorbanannya selama ini.“Untuk harta gono gini ...” ujar Melvin pelan.“Tenang saja, tidak ada harta gono gini yang akan aku tuntut dari Kakak,” sahut Zee lantang.“Baguslah, kamu cukup tahu diri,” jawab Melvin lega.“Tentu saja aku tahu diri. Apa ada lagi yang Kakak butuhkan? Jika tidak, aku akan membereskan semua barang bawaanku dan pindah ke rumah orang tuaku sekarang,” ucap Zee kesal. Ia malas berlama-lama dengan mantan suaminya kini.“Aku harus mengawasi semua barang bawaanmu. Aku tidak mau kamu membawa barang yang ada di rumah,” ujar Melvin seakanBye bye Melvin. Huff .... kamu memang menyebalkan
Zee sudah sampai ke rumahnya diantarkan oleh taksi online. Ia merasa lelah sekaligus lega karena harus melepas statusnya yang selama ini ia sandang, istri seorang Melvin Vincent.“Kak, Zee pulang,” ucap Zee lelah saat menelepon kakaknya, Zidan.“Sebentar, aku akan keluar rumah.” Zidan menutup teleponnya dan segera menghampiri Zee yang masih berada di dalam mobil.Pintu mobil dibuka dan Zidan membantu Zee dan mengambil semua barang yang berada di dalam mobil.“Kamu masuk saja ke dalam. Kakak yang akan merapikan semuanya,” ucap Zidan prihatin kepada Zee. Ia melihat wajah Zee yang sudah tidak bersemangat karena permasalahan di dalam hidupnya. “Terima kasih,Kak.” Zee masuk ke dalam rumah dengan lunglai tanpa tenaga. Bertemu dengan Melvin adalah penguras energi bagi Zee. Pikiran untuk rujuk sebelum kembali ke kontrakan hilang seketika di saat Melvin memberikan talak kepadanya.“Zee, ayo istirahat dulu,” Virni menyambut Zee yang sudah masuk ke dalam rumah. Ia menggiring
“Dan, ah … hampir aku lupa. Ini adalah kartu ATM yang berisi gajiku selama sebulan.” Melvin mengambil kartu ATM dari saku celananya dan memberikannya kepada Misya.“Wah … asyik.” Misya bertepuk tangan dengan senang karena yang ia inginkan akhirnya ia dapatkan. “Apakah ada uang di dalam ATM ini, Mas?” tanya Misya penuh selidik.“Aku tidak tahu. Tadi saat kemari aku tidak mengeceknya sama sekali,” Melvin mengedikkan bahunya. Selama ini bahkan ia tidak pernah mengecek berapa gaji yang ia terima dari perusahaan.“Ya sudah, kalau begitu aku akan mengeceknya besok. Besok hari gajian kan?” tanya Misya penuh harap dan tersenyum sumringah.“Ya, besok tanggal satu. Tanggal untuk gajian,” ucap Melvin penuh percaya diri.“Aku bahagia sekali, Mas. Terima kasih untuk hadiah ini …” Misya memeluk mesra Melvin.“Oh ya, aku masih ada satu lagi …” Melvin berpura-pura berpikir dan menggoda Misya.“Apa itu, Mas?” tanya Misya antusias.“Mulai besok kita pindah ya. Kita ke kontraka
Pagi-pagi sekali Zee sudah menyiapkan diri untuk shalat subuh. Hanya Allah yang bisa mendengarkan semua keluh kesahnya tanpa Zee merasa malu. Hanya Allah tempatnya berlindung selama ini.“Ya Allah, apakah jalan yang aku ambil ini sudah benar? Kemana Kau akan menuntunku? Dimana akhir tujuanku, Allah?” tanya Zee dalam doanya. Ia hanya bisa berserah kepada Allah untuk semua yang terjadi di dalam hidupnya.“Semoga Engkau memberikan kekuatan kepadaku untuk menghadapi semua permasalahan di dalam hidupku. Tolong tuntun aku tetap berada di jalanmu dan tolong maafkan semua kesalahan yang telah aku buat selama ini. Amin,” ucap Zee mengakhiri doanya.Setelah selesai berdoa, Zee segera menyiapkan dirinya untuk pergi. Ia berdandan secantik mungkin dan mendoktrin dirinya sendiri untuk menjadi wanita yang tegar dan kuat. Ia sudah bersiap untuk pergi ke pengadilan agama untuk menuntaskan pernikahannya yang sudah kandas. Semua surat-surat telah ia siapkan dari semalam agar tidak ada yang ku
“Jatah bulanan?” tanya Zidan penasaran, “Selama masa iddah, bukankah Melvin wajib memberikan kamu nafkah, maskan (tempat tinggal) dan kiswah (pakaian)?”“Haha … ” Zee menertawakan pertanyaan Zidan.“Kenapa kamu tertawa?”“Darimana dia bisa memberikan semua itu kepadaku, Kak?” ucap Zee sambil menggelengkan kepalanya.“Apa maksud kamu, Zee?” Zidan menjadi bingung dengan ucapan Zee. Ia tahu Melvin tidak terlalu tinggi gajinya, tapi setidaknya seharusnya Melvin tetap bertanggung jawab kepada Zee selama menjalani masa iddah.“Aku sudah melakukan auto transfer setiap bulannya ke pos pengeluaran masing-masing. Uang bulanan yang tersisa dari rekening Melvin setelah banyak potongan hanya lima ratus ribu rupiah. Apa yang bisa aku minta untuk jatah bulanan?” jelas Zee sambil tersenyum miris.“Lima ratus ribu?” Zidan sangat kaget dengan rahasia yang Zee simpan selama ini.“Dan satu lagi, keluarga Melvin sudah seperti penghisap darah, setelah di transfer ke rekening masing-m
“Cepat mandi, Sayang. Jangan sampai terlambat. Sarapan sudah aku siapkan di meja.”“Ok, Sayang.” Melvin mencium mesra bibir Misya dan segera meninggalkannya untuk mandi.“Sayang … nanti aku mau pergi ke mall ya,” teriak Misya kepada Melvin yang sedang berada di kamar mandi.“Ok, sayang,” jawab Melvin sambil mandi.“Aku nanti mau belanja ya, kosmetik sudah habis.”“Silahkan, Sayang.”“Asyik …” ucap Misya melompat kegirangan. Misya segera bersiap-siap akan pergi mall. Ia akan mengecek saldo yang ada di ATM Melvin dan akan membelanjakan banyak barang sebagai perayaan untuk dirinya sendiri karena telah memenangkan Melvin menjadi suaminya sendiri. Pagi yang cerah untuk Misya. Ia tersenyum sangat lebar sambil memandangi kartu ATM yang ada di tangannya saat ini. “Aku nanti mau beli apa aja ya … Uh … aku tidak sabar ingin belanja,” ucap Misya kepada dirinya sendiri di depan cermin. Ia memoles wajahnya dengan make up agak tebal dan pakaian yang sangat seksi.
"Jika kamu masih bersedih, ayo kita bersenang-senang sekarang. Aku akan menemanimu seharian," tawar Zidan."Apakah kakak tidak bekerja hari ini?" tanya Zee bingung."Aku cuti hari ini dan aku sudah melaporkannya ke atasanku." Zidan tersenyum tulus.Kring! Kring!"Halo …" Zee mengangkat telepon yang masuk ke ponselnya."Kamu dimana Zee?" tanya Nina."Saya sedang di jalan. Ada apa, Bu?" jawab Zee agak sebal."Aku mau minta uang yang kamu janjikan kemarin. Uang arisan dan kosmetik Ibu! Ini sudah awal bulan kan!" seru Nina kesal karena uang untuknya belum juga ditransfer oleh Zee. Biasanya pagi-pagi setiap tanggal satu, Zee sudah mentransfer uang ke rekeningnya."Ah … maaf, Bu. Sekarang saya sudah bercerai dari Kak Melvin," ucap Zee santai. Ia ingin tertawa mendengar Nina yang masih meminta uang kepadanya."Cerai? Kapan?" tanya Nina penasaran. Melvin tidak memberitahukan apapun kepadanya."Kemarin Kak Melvin sudah memberikan talak satu kepada saya dan hari
"Haha … biar dia rasakan apa yang aku rasakan. Dia pikir menikah dengan Melvin itu sangat indah." Zee tertawa terbahak-bahak.Misya yang mendengar semua ucapan Zee dan Zidan menjadi sangat geram. Ia bahkan tidak pernah menyangka Melvin yang selalu berdandan perlente ternyata gajinya sekecil itu. Ia juga tidak menyangka bahwa uang di tabungan Melvin hanya tersisa lima ratus ribu setiap bulan dan orang tua Melvin sudah seperti lintah penghisap tabungan seperti yang Zee katakan tadi. "Zee tidak mungkin berbohong. Aku harus mengecek semua ucapan Zee tadi," ucap Misya di dalam hati. Ia bangkit berdiri dan tidak jadi memesan makanan di cafe Mentari. Ia harus mengecek semua perkataan Zee tentang tabungan Melvin."Eh, Sya mau kemana?" tanya Wina yang baru saja sampai ke Cafe Mentari untuk memenuhi undangan Misya."Keluar, yuk!" Misya menarik tangan Wina dari Cafe Mentari."Pelan-pelan, Sya. Ada apa sih?" tanya Wina penasaran karena sedari tadi tangannya ditarik oleh Misya.
“A-apakah kamu ada cara untuk membatalkannya? Aku sendiri belum ada ide untuk itu.” Misya menjadi tidak tenang. Ia mondar-mandir di dalam pojok ATM sambil menggigiti kuku jarinya.“Sekarang lebih baik kamu tanyakan kepada Melvin terlebih dahulu, mengapa ia hanya ada uang sesedikit itu saat ini. Tanyakan kepada Melvin berapa gajinya yang sebenarnya dan kemana saja gajinya selama sebulan ini,” Wina mencoba menenangkan Misya.“Ya … ya … kamu benar. Aku harus bertanya kepada Melvin. Aku harus meminta penjelasannya.” Misya mengambil telepon genggamnya dan menekan tombol untuk nomor telepon Melvin.“Ya, Sayang …” jawab Melvin di telepon dengan mesra.“Mas, ada yang ingin aku tanyakan dan penting.”“Ada apa? Apa uang yang di ATM kurang dan kamu belum puas belanja, Sayang?” goda Melvin.“Aku bahkan belum berbelanja apapun, Mas,” balas Misya kesal.“Terus apa yang ingin kamu tanyakan, Sayang?” tanya Melvin bingung.“Apakah Mas tahu berapa banyak gaji Mas saat ini?” se