Pukul delapan malam, Mas Revan kembali ke rumah. Tampilan suamiku yang pagi tadi sangat rapi dengan dasi yang terpasang sempurna kini terlihat lusuj dengan kemeja yang sudah berantakan dan tidak berada di balik lipatan ikat pinggangnya.
Diletakkannya sepatu di dekat bufet dan kunci mobil di atas lemari kecil depan ruang tamu kami. Melihatku yang duduk di sofa ruang tivi Mas Revan hanya tersenyum. Langkahnya sedikit oleng dan wajahnya memerah.Sepertinya dia sedang mabuk."Apa kau minum, Mas?""Ya, sedikit, ada party kecil dengan kawan bisnis, aku tak bisa menolak tawaran minum dari mereka." Pria itu menjawab sambil berjalan sempoyongan ke kamar."Pesta di mana?" cecarku mengikutinya, aku tak percaya dia pesta di hari kerja, bukannya di akhir pekan."Di hotel bintang lima," jawabnya asal.Baiklah, aku tak perlu bertanya lebih lanjut, aku sudah mengambil kesimpulan bahwa dia baru saja bersama Ailen kekasihnya. Di hotel bintang lima? Oh, sudahlah jangan ditanya apa kegiatan mereka."Sebaiknya kau mandi air hangat agar rasa pengar itu segera hilang," ucapku membantunya melepaskan kemeja."Itu ide bagus, aku senang karena kau selalu peka dengan kebutuhanku," jawabnya dengan wajah yang condong ke arahku. Aku berpaling, menghindar tatapan dan aroma bibirnya yang bau minuman. Aku mulai jijik dengan kelakukan suamiku."Kau mau membantuku mandi?""Iya, akan kutuangkan air hangat di bathtub," jawabku lirih."Kau istri yang baik, terima kasih ya," jawabnya sambil menjatuhkan diri ke tempat tidur, handuknya tersingkap membuat bagian intim tubuhnya terlihat. Kugelengkan kepala melihat sikap hidupnya yang semau-maunya serta merenungi ucapannya barusan yang menyebutku istri yang baik.Kalau aku memang baik untuknya mengapa ia masih berselingkuh dan mempertahankan hubungan dengan mantan pacarnya, wanita masa lalunya. Mengapa ia tak menutup lembaran lama lalu fokus pada kehidupan baru kami berdua?Sakit sekali kalau dipikirkan.*Usai memandikan suami dan memakaikan dia piyama, kubaringkan Mas Revan di atas tempat tidur lalu menyelimuti dirinya dengan selimut hangat. Ketika hendak beranjak untuk mematikan lampu tiba-tiba suamiku mencekal pergelangan tangan ini."Tetaplah duduk di sini di sampingku," pintanya.Meski aku tahu dia dalam keadaan mabuk tapi ada perasaan yang tidak bisa kugambarkan di hatiku seperti keharuan sekaligus rasa sedih, untuk pertama kalinya aku merasa dibutuhkan, untuk pertama kalinya dia memegang tanganku dan memintaku untuk tetap di sisinya."Aku bukan Ailen, aku istrimu.""Aku tahu. Maaf ya, karena sejauh ini aku belum bisa mencintaimu," ucapnya dengan nada mabuk seperti ucapan yang dikatakan dengan random."Iya, aku memaklumi."Sebenarnya aku tidak memaklumi, untuk apa dia selama ini pura-pura baik denganku lalu mengajakku ke tempat tidur hingga kami punya anak kalau hatinya tidak pernah menyukaiku, mengapa dia munafik sekali? Apakah perjodohan ini akan selamanya jadi perjodohan dan pemaksaan di mata suamiku? Tidak adakah sedikit cintanya untuk diriku? Dan sejauh apa aku bisa bertahan dalam hidup seperti ini?"Dengar, aku berusaha agar kita tetap baik-baik saja," ucapnya dengan mata tertutup."Istirahatlah aku akan melihat anak-anak.""Ketika esok menjelang aku akan kembali menjadi diriku yang dingin dan tidak bisa jujur dengan perasaan sendiri," ujarnya sambil membenamkan wajah di bantal. Aku tidak mengerti apa yang baru dia katakan, kupilih untuk tidak ambil pusing dan melangkah keluar dari kamar.*Satu jam kemudian aku sudah selesai dengan pekerjaan rumah dan persiapan untuk anak anak sekolah besok.Setelah memastikan Risa dan Rian tidur, aku kembali ke kamar untuk beristirahat. Kubuka pintu dan menyadari bahwa temperatur kamar terlampau dingin. Kuambil remote lalu menaikkan angka suhu ruangan lalu mengganti baju dan membersihkan wajahku di depan kaca rias."Amaira!" tiba tiba Mas Revan memanggil. Dia terbangun rupanya."Iya Mas?""Kemarilah," suruhnya, tanpa banyak bicara aku segera mendekatinya."Aku minta maaf.""Tumben?""Aku sudah menyusahkanmu," ujarnya dengan tatapan lekat."Kau masih mabuk, tidurlah," suruhku melepas tangannya dari pergelanganku."Tidak, aku tidak mabuk." Perlahan dia menarik tubuhku untuk ikut rebahan di dekatnya. Aku tak mengerti apa yang dia inginkan, tapi aku mengikuti saja tanpa banyak bicara."Lalu kalau tak mabuk, kau sedang apa?""Sedang ingin dekat dengan istriku," jawabnya seraya menatap mataku selekat mungkin.Ada perasaan senang yang demikian terpatik di lubuk hatiku. Aku sangat bahagia mendengar pernyataan dia ingin bersamaku, meski hal itu hanya ucapan di waktu Mas Revan tak sadar. Sebagai istri dan seorang wanita yang punya perasaaan aku ingin suamiku memelukku, membutuhkanku di sisinya dan memperlakukan aku selayaknya seorang pasangan."Mari bercinta, Amaira," bisiknya. " Sudah lama aku tak memelukmu," ujar suamiku sambil merangkulku dengan erat, kuraih ponsel dari meja samping tempat tidur lalu menghubungi nomor yang selama disembunyikan suamiku di gawainya"Untuk apa, bukankah kau sudah bercinta dengan kekasihmu, untuk apa menjamahku lagi?""Aku juga punya hati dan kerinduan untukmu," jawabnya."Jadi, kau juga punya cinta?""Iya, aku juga sayang kamu meski hatiku masih mencintainya....""Bisakah kau memilih satu di antara kami?" Pertanyaan itu kuajukan sementara di seberang sana, sudah ada yang menjawab panggilan. Biarlah wanita jalang itu mendengarnya."Tak bisa aku memilih.""Hatiku hampa tanpa cinta darimu, Mas," jawabku, "bisakah kau sayang padaku, memeluk dan menyentuhku dengan perasaanmu? bisakah kau lakukan itu?""Aku berusaha," jawabnya memelukku. Mungkin kalau dia sadar, dia tak akan melakukannya. Tapi tak masalah, aku berhasil membuat wanita di seberang sana tak nyaman dengan percakapan kami."Esok hari kau pasti lupa sudah mengatakan ini padaku, kau akan kembali dengan selingkuhanmu lagi.""Tidak juga, aku masih ingat meski tidak mengatakannya. Ayo tidurlah dalam pelukanku meski besok aku akan lupa apa persisnya yang terjadi.""Jadi, kau ingin menyisihkan wanita itu malam ini?""Ya, anggap saja begitu.""Kau bertemu temanmu yang bernama Rudi itu?""iya," jawabku."kupikir kau akan bertemu dengan orang penting tapi ternyata kau hanya bertemu dengannya..." Mas Revan bersungut dengan cemberut sambil mendesahkan nafas dan menyandarkan punggungnya di kursi."Aku sedang membicarakan masalah bisnis dan restoran yang cukup strategis di dekat lokasi villa yang ada di daerah Timur kota ini. progress untuk bisnisnya cukup bagus hanya butuh sedikit investasi dan modal.""Aku suka kamu berbisnis tapi aku tidak sreg kau berbisnis dengannya.""kenapa?""ga suka aja.""ada alasan untuk segala sesuatu.""aku hanya tak nyaman.""Kau tak nyaman karena kau cemburu ataukah ada ketakutan lain, jika kau merasa bahwa lelaki itu akan menipuku itu tidak akan terjadi karena dia adalah sahabatku sejak lama, dia tidak akan lari kemana-mana karena jika dia melakukan kecurangan, aku pasti akan menghukumnya.""lelaki itu cukup tampan dan aku tidak mau terjadi fitnah dalam keluargaku.""bicara tentang ketampanan da
**di kantor, di jam istirahat."aku izin untuk keluar 1 jam makan siang dengan temanku.""siapa?""temanku., Kami ingin membicarakan bisnis. Apa kau membutuhkan detail setiap orang yang aku temui atau haruskah kau mengirimkan satu asisten bersamaku agar bisa melaporkan segalanya padamu?""kenapa perkataanmu terdengar sentimental?" suamiku mulai memasang wajah gusar dan kesal. "aku hanya khawatir bahwa kau mencurigai beberapa temanku padahal orang-orang yang aku temui adalah orang-orang yang tempo hari selalu bersamaku. mereka adalah teman-teman biasa teman arisan, sosialita dan beberapa teman bisnis.""tidak, jangan khawatir, pergilah.""terima kasih." aku melenggang keluar dari kantornya dengan santainya. Aku sengaja tidak memberitahu bahwa aku akan makan siang dengan sahabatku Rudi, mungkin sikapku terlampau egois ataukah aku memang sengaja untuk menguji sejauh apa dia mencintaiku dan cemburu dengan itu. aku tahu bahwa aku cemburuannya akan menciptakan prahara, tapi selagi aku t
"Eh, suamimu cemburuan juga ya...."sahabatku Rudi yang sudah kuambil kontaknya tiba tiba mengechat dan bicara begitu."hahaha, abaikan saja.'"Naluri laki-laki memang merasa tertantang saat melihat orang lain menunjukkan ketertarikan dan kekagumannya secara langsung pada istri mereka. tapi aku tak menyangka kalau suamimu menunjukkannya dengan gamblang.""sudahlah, kau pun jangan merasa ditantang dengan sikapnya.""Buat apa... kalau aku ingin merebut orang maka aku akan melakukannya dengan cepat. Kau juga salah tahu ga sih.""salahku apa?""kau terlalu cantik di usiamu itu, malah kalau jalan dengan anakmu kau pasti dikira kakaknya.""Hei, aku baru empat puluhan.""Tapi kau berjuang sejak menikah dengan Revan, siapa yang tak tahu reputasi pria itu. kami para sahabatmu merasa geram dengan perlakuan dan perselingkuhan yang berlangsung selama belasan tahun itu. Heran ya, kenapa kamu bisa tahan.""demi keluarga.""demi keluarga apa demi uang?""dua duanya." aku meletakkan emot senyum di be
sekarang kami duduk di sebuah kedai minuman di pinggir pantai sambil tertawa dan bercengkrama bercerita tentang masa lalu di tahun 90-an, aku dan sahabatku itu banyak mengenal masa-masa konyol di saat kami masih SMA dulu. "Aku pernah dengar kalau istriku dan para sahabat-sahabatnya membicarakan tentang pria bernama Rudi. Tak kusangka Kalau hari ini aku bertemu denganmu secara langsung." Mas Revan mengaduk minumannya lalu meresapnya."oh ya? benarkah, kau sering membicarakanku dengan sahabat-sahabat kita?"aku melirik suamiku dan segera menggeleng cepat dan itu membuat mereka berdua, kedua lelaki itu tertawa padaku."kau tampan juga ya Rudi, ngomong-ngomong Apa usaha yang kau jalani...""aku menjalankan bisnis batubara milik keluarga di Kalimantan. by the way, kau juga tampan dan punya Aura seorang pemimpin yang hebat."suamiku hanya tertawa sambil menggelengkan kepalanya lalu berkedip kepada diri ini dan menunjukkan betapa hebatnya dia dapat pujian dari orang-orang di sekitarku.sok
Dua tahun berikutnya saat anak-anak sudah mulai lulus SMA dan Risa duduk di bangku kelas dua. aku dan suamiku menjalani kehidupan yang bahagia tanpa gangguan dari siapapun tidak pernah mendengar lagi kabar tentang Ailin atau perintilan tentang hidupnya.Aku merasakan ketentraman dan kedamaian menikmati peranku sebagai ibu rumah tangga sekaligus orang yang berwenang dalam perusahaan ayah mertua. ayam mertua yang saat ini sudah sepuh mulai sakit-sakitan sehingga aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan anak-anak di rumahnya, suami lebih aktif dengan kegiatan bisnisnya Karena sekarang tumpuan harapan dan satu-satunya penggerak roda perusahaan hanya dia, hanya dia yang diambil keputusannya dan menjadi acuan banyak orang untuk bertindak.ayah mertua sudah menyerahkan segalanya kepada kami dan tidak lagi ambil bagian dalam keputusan perusahaan. "mau kuliah di mana setelah lulus?" tanya kakeknya pada Rian anak sulung kami."ingin kuliah bisnis manajemen di Australia kek atau bila memungkin
Mungkin ini bab terakhir saat aku ingin menceritakan hidupku yang penuh kebahagiaan tanpa kehadiran orang ketiga dalam Rumah tanggaku.Setelah beberapa tahun berlalu kami menjalani dengan penuh kebahagiaan dan keharmonisan itu mengalami perubahan drastis dalam kehidupan dan karirnya.Tanpa sengaja aku mendapati kabar itu ketika aku arisan besar-besaran para sosialita di kota ini. Aku tergabung di sana karena mendapatkan undangan dari istri seorang direktur perusahaan minyak, sekaligus kebetulan mengenal istri gubernur. Mereka mereka mengundangku dan menjadikan aku sebagai anggota organisasi mereka di mana aku mengikuti banyak kegiatan dan arisan. "Kau kenal wanita bernama Airin yang dulu bekerja di perusahaan mertuamu?" Tanya Mbak Fika seorang pebisnis batubara."Namanya cukup familiar," jawabku mencoba untuk bersikap normal dan mengabaikan fakta bahwa orang yang sedang ditanyakan adalah mantan kekasih suamiku.""Aku mengagumi bagaimana kau menyikapi wanita itu saat dia masih bersam
Apa semuanya sudah selesai dengan kepergian wanita itu? Aku rasa iya, meski ada masalah lain yang akan kuhadapi tapi tidak akan seberat aku menghadapi orang ketiga dalam rumah tangga. Kuncinya hanya satu jika ingin jadi pemenang pada suami yang suka berselingkuh, lebih banyak bersabar, lebih banyak mengendalikan emosi, tenang dan pertahankan apa yang kita miliki. Niscaya suatu hari suami akan kembali ke rumahnya dan pulang ke pelukan istri dan anak-anaknya.Aku percaya Tuhan sudah berada di pihakku dengan cara membiarkan wanita itu menyerah, lalu pergi dengan membawa amarah dan kekecewaannya.Aku yakin, episode panjang perselingkuhan selama 12 tahun sudah selesai. Ya, berakhir sampai di sini.Kurebahkan tubuhku di tempat tidur lalu kuselimuti diriku sendiri dan suami. Awak dingin dari penyejuk ruangan membuatku harus dekat-dekat dengannya dan dia pun mengembalikan badan untuk memberi tanggapan pada pelukanku."Apa semua konflik ini sudah selesai sekarang?""Aku rasa iya.""Syukurla
Keesokan hari.Setelah jam istirahat kantor aku dan Mas Revan menyebabkan waktu untuk pergi ke kantor di mana Ailin bekerja sebagai manajer utama. Sebenarnya perusahaan itu berbasis di Singapura, tapi karena mereka punya kantor cabang di Indonesia, maka wanita itu ditugaskan juga untuk mencari relasi bisnis dan proyek terbaru. "Kau yakin kita akan bertemu dengannya.""Untuk terakhir kalinya."Aku dan suamiku memasuki lobby utama kemudian pergi ke meja resepsionis dan bertanya di manakah ruangan Manager utama."Apa ibu Ailin ada di sini.""Maaf Bu, Ibu manajer kami tidak ada hari ini. Apa beliau tidak memberitahu Anda sebelum Anda membuat jadwal temu dengannya.""Kami datang tanpa ada jadwal temu.""Beliau ada penerbangan 1 jam lagi ke Singapura jadi mungkin anda tidak bisa bertemu dengannya hari ini.""Apa dia memutuskan kembali ke Singapura?""Ya, tugasnya sudah digantikan oleh manajer baru jadi beliau akan kembali ke kantor pusat.""Oh, baiklah."Kupandangi suamiku yang terlihat m
Menjelang pukul 03.00 sore putuskan untuk langsung saja pulang ke rumah, kukendarai mobilku lalu 10 menit kemudian aku tiba di rumah.Ku masukkan mobil ke garasi kemudian mematikan mesin lalu keluar dari sana dan pergi ke pintu utama. Di ruang keluargaku dapati Suamiku sedang berbaring dan dia masih mengenakan baju setelan jasnya."Apa kau baru tiba?""Dari tadi.""Kenapa tidak ganti baju?""Aku masih lelah... Pusing.""Oh, apa kau sudah makan?""Belum.""Tunggulah sebentar aku akan siapkan makanan."Aku bergegas pergi ke kamar utama untuk ganti baju kemudian cuci tangan dan mukaku lalu turun ke dapur untuk menyiapkan makanan.Saat aku kembali ke dapur lelaki itu bangkit dari posisi berbaring dan menetap diriku dengan tatapan lekat dari kursi tempat duduknya."Ada apa?""Tidak ada sayang, aku hanya ....""Ada apa?""Aku hanya merasa bersalah Dan teringat kembali atas peristiwa yang bertahun-tahun pernah kulakukan pada dirimu.""Sudahlah, jangan buka-buka lama yang akan membuat kita me