Share

7. pukul delapan malam

Pukul delapan malam, Mas Revan kembali ke rumah. Tampilan suamiku yang pagi tadi sangat rapi dengan dasi yang terpasang sempurna kini terlihat lusuj dengan kemeja yang sudah berantakan dan tidak berada di balik lipatan ikat pinggangnya.

Diletakkannya sepatu di dekat bufet dan kunci mobil di atas lemari kecil depan ruang tamu kami. Melihatku yang duduk di sofa ruang tivi Mas Revan hanya tersenyum. Langkahnya sedikit oleng dan wajahnya memerah.

Sepertinya dia sedang mabuk.

"Apa kau minum, Mas?"

"Ya, sedikit, ada party kecil dengan kawan bisnis, aku tak bisa menolak tawaran minum dari mereka." Pria itu menjawab sambil berjalan sempoyongan ke kamar.

"Pesta di mana?" cecarku mengikutinya, aku tak percaya dia pesta di hari kerja, bukannya di akhir pekan.

"Di hotel bintang lima," jawabnya asal.

Baiklah, aku tak perlu bertanya lebih lanjut, aku sudah mengambil kesimpulan bahwa dia baru saja bersama Ailen kekasihnya. Di hotel bintang lima? Oh, sudahlah jangan ditanya apa kegiatan mereka.

"Sebaiknya kau mandi air hangat agar rasa pengar itu segera hilang," ucapku membantunya melepaskan kemeja.

"Itu ide bagus, aku senang karena kau selalu peka dengan kebutuhanku," jawabnya dengan wajah yang condong ke arahku. Aku berpaling, menghindar tatapan dan aroma bibirnya yang bau minuman. Aku mulai jijik dengan kelakukan suamiku.

"Kau mau membantuku mandi?"

"Iya, akan kutuangkan air hangat di bathtub," jawabku lirih.

"Kau istri yang baik, terima kasih ya," jawabnya sambil menjatuhkan diri ke tempat tidur, handuknya tersingkap membuat bagian intim tubuhnya terlihat. Kugelengkan kepala melihat sikap hidupnya yang semau-maunya serta merenungi ucapannya barusan yang menyebutku istri yang baik.

Kalau aku memang baik untuknya mengapa ia masih berselingkuh dan mempertahankan hubungan dengan mantan pacarnya, wanita masa lalunya. Mengapa ia tak menutup lembaran lama lalu fokus pada kehidupan baru kami berdua?

Sakit sekali kalau dipikirkan.

*

Usai memandikan suami dan memakaikan dia piyama, kubaringkan Mas Revan di atas tempat tidur lalu menyelimuti dirinya dengan selimut hangat. Ketika hendak beranjak untuk mematikan lampu tiba-tiba suamiku mencekal pergelangan tangan ini.

"Tetaplah duduk di sini di sampingku," pintanya.

Meski aku tahu dia dalam keadaan mabuk tapi ada perasaan yang tidak bisa kugambarkan di hatiku seperti keharuan sekaligus rasa sedih, untuk pertama kalinya aku merasa dibutuhkan, untuk pertama kalinya dia memegang tanganku dan memintaku untuk tetap di sisinya.

"Aku bukan Ailen, aku istrimu."

"Aku tahu. Maaf ya, karena sejauh ini aku belum bisa mencintaimu," ucapnya dengan nada mabuk seperti ucapan yang dikatakan dengan random.

"Iya, aku memaklumi."

Sebenarnya aku tidak memaklumi, untuk apa dia selama ini pura-pura baik denganku lalu mengajakku ke tempat tidur hingga kami punya anak kalau hatinya tidak pernah menyukaiku, mengapa dia munafik sekali? Apakah perjodohan ini akan selamanya jadi perjodohan dan pemaksaan di mata suamiku? Tidak adakah sedikit cintanya untuk diriku? Dan sejauh apa aku bisa bertahan dalam hidup seperti ini?

"Dengar, aku berusaha agar kita tetap baik-baik saja," ucapnya dengan mata tertutup.

"Istirahatlah aku akan melihat anak-anak."

"Ketika esok menjelang aku akan kembali menjadi diriku yang dingin dan tidak bisa jujur dengan perasaan sendiri," ujarnya sambil membenamkan wajah di bantal. Aku tidak mengerti apa yang baru dia katakan, kupilih untuk tidak ambil pusing dan melangkah keluar dari kamar.

*

Satu jam kemudian aku sudah selesai dengan pekerjaan rumah dan persiapan untuk anak anak sekolah besok.

Setelah memastikan Risa dan Rian tidur, aku kembali ke kamar untuk beristirahat. Kubuka pintu dan menyadari bahwa temperatur kamar terlampau dingin. Kuambil remote lalu menaikkan angka suhu ruangan lalu mengganti baju dan membersihkan wajahku di depan kaca rias.

"Amaira!" tiba tiba Mas Revan memanggil. Dia terbangun rupanya.

"Iya Mas?"

"Kemarilah," suruhnya, tanpa banyak bicara aku segera mendekatinya.

"Aku minta maaf."

"Tumben?"

"Aku sudah menyusahkanmu," ujarnya dengan tatapan lekat.

"Kau masih mabuk, tidurlah," suruhku melepas tangannya dari pergelanganku.

"Tidak, aku tidak mabuk." Perlahan dia menarik tubuhku untuk ikut rebahan di dekatnya. Aku tak mengerti apa yang dia inginkan, tapi aku mengikuti saja tanpa banyak bicara.

"Lalu kalau tak mabuk, kau sedang apa?"

"Sedang ingin dekat dengan istriku," jawabnya seraya menatap mataku selekat mungkin.

Ada perasaan senang yang demikian terpatik di lubuk hatiku. Aku sangat bahagia mendengar pernyataan dia ingin bersamaku, meski hal itu hanya ucapan di waktu Mas Revan tak sadar. Sebagai istri dan seorang wanita yang punya perasaaan aku ingin suamiku memelukku, membutuhkanku di sisinya dan memperlakukan aku selayaknya seorang pasangan.

"Mari bercinta, Amaira," bisiknya. " Sudah lama aku tak memelukmu," ujar suamiku sambil merangkulku dengan erat, kuraih ponsel dari meja samping tempat tidur lalu menghubungi nomor yang selama disembunyikan suamiku di gawainya

"Untuk apa, bukankah kau sudah bercinta dengan kekasihmu, untuk apa menjamahku lagi?"

"Aku juga punya hati dan kerinduan untukmu," jawabnya.

"Jadi, kau juga punya cinta?"

"Iya, aku juga sayang kamu meski hatiku masih mencintainya...."

"Bisakah kau memilih satu di antara kami?" Pertanyaan itu kuajukan sementara di seberang sana, sudah ada yang menjawab panggilan. Biarlah wanita jalang itu mendengarnya.

"Tak bisa aku memilih."

"Hatiku hampa tanpa cinta darimu, Mas," jawabku, "bisakah kau sayang padaku, memeluk dan menyentuhku dengan perasaanmu? bisakah kau lakukan itu?"

"Aku berusaha," jawabnya memelukku. Mungkin kalau dia sadar, dia tak akan melakukannya. Tapi tak masalah, aku berhasil membuat wanita di seberang sana tak nyaman dengan percakapan kami.

"Esok hari kau pasti lupa sudah mengatakan ini padaku, kau akan kembali dengan selingkuhanmu lagi."

"Tidak juga, aku masih ingat meski tidak mengatakannya. Ayo tidurlah dalam pelukanku meski besok aku akan lupa apa persisnya yang terjadi."

"Jadi, kau ingin menyisihkan wanita itu malam ini?"

"Ya, anggap saja begitu."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status