Share

6.tak perlu rendah hati

Harusnya, aku tak perlu merasa rendah diri di hadapan wanita di hati Mas Revan. Dia hanya simpanan, wanita yang diam diam berselingkuh, menggunakan cara kotor untuk menggoda suami orang, tidak punya kehormatan dan tidak tahu diri. Mengapa aku harus merasa sedih dan kecil hati. Mengapa juga aku harus merasa dikalahkan oleh manusia hina sepertinya.

Dia memang cantik, sukses secara karir dan mandiri. Tapi untuk merebut Mas Revan dari tanganku, akankah dia akan gunakan segala cara dan aku akan bertahan dengan hantaman gangguannya?

Allahu Akbar. Kuatkan aku Tuhan.

*

Siang, sekitar pukul dua, kujemput anakku di sekolah. Biasanya, mereka akan pulang dan sudah menunggu di depan gerbang.

"Permisi Pak,"sapaku pada satpam penjaga, dia sudah mengenalku sebagai Mami Rian dan Rissa.

"Oh Nyonya, tadi anak anak sudah dijemput."

Deg. Perasaanku mulai tak nyaman.

"Sama siapa?"

"Seorang wanita cantik dengan mobil putih, Nyonya."

"Dia tak sebutkan namanya?"

"Dia cantik, tinggi semampai dan rambutnya sepunggung. Dia bilang, dia teman dekat Pak Revan dan Pak Revan memintanya menjemput anak anak untuk makan siang sekaligus mau diantar pulang."

Oh, pahamlah aku, bahwa wanita yang sudah menjemput Rian dan Risa adalah ailen. Tapi, apa modusnya, apa dia akan dekati anak anakku untuk memenangkan hati ayahnya agar segera menikahinya lalu menceraikanku. Kalau demikian, maka tak akan kubiarkan!

"Nyonya, kenapa diam saja?" Satpam itu terlihat bingung melihatku terdiam.

"Oh, tidak Pak, terima kasih atas informasinya."

"Sama sama Bu."

*

Kupacu mobil dengan hati panas seakan bara yang baru saja disiram bensin, menyala dan berkobar. Aku ingin sekali menghajar gundik Mas Revan agar jangan sekali kali ia gunakan anak anak untuk kepentingan pribadinya.

Kuraih ponsel tangan gemetar karena emosi. Kutekan nomor suamiku lalu tak sabar diri ini menunggu jawabannya.

"Halo, ada apa?" tanya Mas Revan ketus. Dia memang kurang suka dihubungi di jam kerja. Tapi, aku sering sekali mencoba menelpon dan nomornya selalu sibuk. Kalau tidak bicara dengan pelacur itu, lalu bicara dengan siapa dirinya?

"Mas, kenapa kau izinkan ailen untuk lancang menjemput anak anak! Apa kau kira Rian dan Risa akan membuka hati secepatnya untuk pelacur yang ingin jadi ibu mereka?!"

"Jaga mulutmu!"

"Kau yang jaga sikap dan batasanmu! Aku sudah cukup sabar ya, menghadapi perselingkuhan kalian. Sampai kapan aku akan terus diam, Mas. Sampai kapan?!"

"Memangnya apa yang salah, kalau ailen menjemput, dia tak akan membunuh anak anak."

"Memang tak masalah bagimu, tapi aku tak rela, kau pikir uang dan pesonamu bisa menyilaukan dan membungkamku, Revan?! Kau salah!"

"Lalu apa maumu!"

"Pulangkan anak anak segera atau aku akan ke kantormu dan berteriak di sana."

"Silakan saja!"

"Jangan menantang Mas!"

"Kau sudah dapatkan harta dan uang, kenapa masih terus menekan."

"Jangan libatkan anak anak," teriakku murka. "Atau aku akan kerumah ibumu dan menceritakan segalanya, semuanya, termasuk hubungan dan potret telanjang kalian berdua!"

"Cukup, jangan menguji kesabaran," balasnya kencang.

"Kembalikan anakku sepuluh menit ke depan!"

"Baik, akan kuperintahkan pada ailen!"

"Jika wanita itu terlambat aku akan menusuk dan mengulitinya hidup hidup," balasku seraya menutup telepon. Kutata napasku yang sejak tadi berembus tak beraturan, kucoba tenangkan diri dan mengucapkan permintaan ampun kepada Tuhan.

"Astagfirullah, wanita itu menggerus kehormatan dan harga diriku sebagai istri sah."

Harusnya aku sebagai korban perselingkuhan ----ketika tidak menerima perbuatan Mas Revan-- maka sebaiknya diri ini minta cerai dan mencari pengganti. Tapi, entah kenapa aku masih bertahan dengan hubungan beracun yang kian hari kian menyiksa hati. Apakah sebegini besar cintaku padanya hingga aku tak memperdulikan luka sendiri. Mengapa aku sampai jatuh cinta dan menyerahkan seluruh hatiku, padahal aku kemudian menyadari bahwa dia tak benar benar mencintai diri ini mengapa aku begitu bodoh?

*

Sebenarnya sudah kusiapkan ponsel dan live streaming yang nantinya akan kusiarkan ketika Ailen datang membawa anak anakku. Akan kusiarkan bagaimana seorang pelakor mencoba mengambil hati suami orang menggunakan anak anak. Tapi, ada dampak besar ke depannya, bagaimana dengan Mas Revan yang dipermalukan, bagaimana reputasi dan pekerjaannya? Jika dia dipecat dan tidak ada yang mau bekerja sama lagi, lalu bagaimana dia menafkahi kami? Panjang pikiran dan bayangan diri ini akan konsekuensi dibanding terus mengumbar emosi dan sakit hati.

Andai kuturuti kemauan untuk mempermalukan wanita itu, maka aku selalu punya cara untuk itu. Lagipula, jika hari ini kupermalukan suami lalu esok hari aku masih bersamanya, tidakkah itu munafik terlihat? Aku seperti anjing yang menjilat ludahnya sendiri.

Ciit ....

Rem mobil merah milik Ailen berdecit tepat di depanku. Aku yang sejak tadi berdiri di depan gerbang rumah, menyaksikan kedua anakku turun dari mobil dengan gembira. Mereka membawa tas belanja berisi mainan dan es krim di tangannya.

"Mami ...." Anak anak berebut lari ke arahku. "Tante itu belikan kami es dan mainan, dia baik sekali."

"Lain kali jangan pergi dengan orang asing ya, boleh jadi mereka mengelabui dan siap membunuh anak anak kapan saja."

"Tapi, Tante Ailen baik sekali," jawab anakku.

"Masuk dan pergi ganti baju," balasku dengan senyum lebar. "Berikan mainannya pada Mami," pintaku.

"Kenapa?"

"Mami akan belikan mainan yang lebih baik dan dua kali lipat lebih banyak. Tahukah kalian, kalian sudah merepotkan Tante ini dan merugikan keuangannya."

"Ah, tidak sama sekali ...." Dia membalas dengan gugup. Ailen mencoba bersikap manis di depan kedua anak mas revan.

"Masuklah, sekarang juga mami akan perintahkan Pak Kardi untuk berangkat ke toko mainan!"

"Baik, mami." Kedua anakku akhirnya menyerah dengan kehendak dan keinginanku.

Melihat mereka berdua sudah masuk ke dalam rumah aku segera mendekat ke hadapan ailin tanpa banyak bicara lagi langsung saja kuhempaskan plastik mainan itu ke wajahnya.

Wanita itu menjerit dan nyaris terjatuh sambil menahan sakit di pipinya yang memerah.

"Beraninya kau gunakan anak-anakku untuk memenuhi ambisimu, bagaimanapun kau tidak akan pernah menjadi Ibu mereka sekuat apapun kau berusaha!"

"Kasihan sekali kamu, kamu yang harusnya mendapatkan iba dari orang lain karena sebentar lagi Mas Revan akan menceraikanmu dan tidak bisa dielakkan bahwa kedua anak itu akan menjadi milikku. Hak asuh akan dimenangkan Revan," jawabnya dengan senyum miring.

"Kamu pikir aku akan diam saja melihat itu terjadi? Aku tidak sebodoh yang kau pikirkan! Sekarang mungkin kau akan menemui Revan dan melaporkan perbuatanku kepadanya, silakan saja, Bukankah kemampuanmu hanya melapor dan cari muka saja!"

"Dasar tidak tahu diri," gumamnya.

"Kau yang tidak tahu diri, gatal dengan suami orang. Kalau kamu memang punya kehormatan sudah sejak lama kau tinggalkan suami orang dan mencari jodoh yang lain," jawabku sambil mendekatkan ujung jemari ke matanya. Dia bersurut sambil mendelik lalu naik ke mobilnya dan pergi.

"Berterima kasihlah karena aku tidak memukulmu, sebab kalau itu terjadi aku akan membuat wajah itu cacat sehingga tidak ada seorangpun yang akan tertarik melihatnya."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status