Harusnya, aku tak perlu merasa rendah diri di hadapan wanita di hati Mas Revan. Dia hanya simpanan, wanita yang diam diam berselingkuh, menggunakan cara kotor untuk menggoda suami orang, tidak punya kehormatan dan tidak tahu diri. Mengapa aku harus merasa sedih dan kecil hati. Mengapa juga aku harus merasa dikalahkan oleh manusia hina sepertinya.
Dia memang cantik, sukses secara karir dan mandiri. Tapi untuk merebut Mas Revan dari tanganku, akankah dia akan gunakan segala cara dan aku akan bertahan dengan hantaman gangguannya?Allahu Akbar. Kuatkan aku Tuhan.*Siang, sekitar pukul dua, kujemput anakku di sekolah. Biasanya, mereka akan pulang dan sudah menunggu di depan gerbang."Permisi Pak,"sapaku pada satpam penjaga, dia sudah mengenalku sebagai Mami Rian dan Rissa."Oh Nyonya, tadi anak anak sudah dijemput."Deg. Perasaanku mulai tak nyaman."Sama siapa?""Seorang wanita cantik dengan mobil putih, Nyonya.""Dia tak sebutkan namanya?""Dia cantik, tinggi semampai dan rambutnya sepunggung. Dia bilang, dia teman dekat Pak Revan dan Pak Revan memintanya menjemput anak anak untuk makan siang sekaligus mau diantar pulang."Oh, pahamlah aku, bahwa wanita yang sudah menjemput Rian dan Risa adalah ailen. Tapi, apa modusnya, apa dia akan dekati anak anakku untuk memenangkan hati ayahnya agar segera menikahinya lalu menceraikanku. Kalau demikian, maka tak akan kubiarkan!"Nyonya, kenapa diam saja?" Satpam itu terlihat bingung melihatku terdiam."Oh, tidak Pak, terima kasih atas informasinya.""Sama sama Bu."*Kupacu mobil dengan hati panas seakan bara yang baru saja disiram bensin, menyala dan berkobar. Aku ingin sekali menghajar gundik Mas Revan agar jangan sekali kali ia gunakan anak anak untuk kepentingan pribadinya.Kuraih ponsel tangan gemetar karena emosi. Kutekan nomor suamiku lalu tak sabar diri ini menunggu jawabannya."Halo, ada apa?" tanya Mas Revan ketus. Dia memang kurang suka dihubungi di jam kerja. Tapi, aku sering sekali mencoba menelpon dan nomornya selalu sibuk. Kalau tidak bicara dengan pelacur itu, lalu bicara dengan siapa dirinya?"Mas, kenapa kau izinkan ailen untuk lancang menjemput anak anak! Apa kau kira Rian dan Risa akan membuka hati secepatnya untuk pelacur yang ingin jadi ibu mereka?!""Jaga mulutmu!""Kau yang jaga sikap dan batasanmu! Aku sudah cukup sabar ya, menghadapi perselingkuhan kalian. Sampai kapan aku akan terus diam, Mas. Sampai kapan?!""Memangnya apa yang salah, kalau ailen menjemput, dia tak akan membunuh anak anak.""Memang tak masalah bagimu, tapi aku tak rela, kau pikir uang dan pesonamu bisa menyilaukan dan membungkamku, Revan?! Kau salah!""Lalu apa maumu!""Pulangkan anak anak segera atau aku akan ke kantormu dan berteriak di sana.""Silakan saja!""Jangan menantang Mas!""Kau sudah dapatkan harta dan uang, kenapa masih terus menekan.""Jangan libatkan anak anak," teriakku murka. "Atau aku akan kerumah ibumu dan menceritakan segalanya, semuanya, termasuk hubungan dan potret telanjang kalian berdua!""Cukup, jangan menguji kesabaran," balasnya kencang."Kembalikan anakku sepuluh menit ke depan!""Baik, akan kuperintahkan pada ailen!""Jika wanita itu terlambat aku akan menusuk dan mengulitinya hidup hidup," balasku seraya menutup telepon. Kutata napasku yang sejak tadi berembus tak beraturan, kucoba tenangkan diri dan mengucapkan permintaan ampun kepada Tuhan."Astagfirullah, wanita itu menggerus kehormatan dan harga diriku sebagai istri sah."Harusnya aku sebagai korban perselingkuhan ----ketika tidak menerima perbuatan Mas Revan-- maka sebaiknya diri ini minta cerai dan mencari pengganti. Tapi, entah kenapa aku masih bertahan dengan hubungan beracun yang kian hari kian menyiksa hati. Apakah sebegini besar cintaku padanya hingga aku tak memperdulikan luka sendiri. Mengapa aku sampai jatuh cinta dan menyerahkan seluruh hatiku, padahal aku kemudian menyadari bahwa dia tak benar benar mencintai diri ini mengapa aku begitu bodoh?*Sebenarnya sudah kusiapkan ponsel dan live streaming yang nantinya akan kusiarkan ketika Ailen datang membawa anak anakku. Akan kusiarkan bagaimana seorang pelakor mencoba mengambil hati suami orang menggunakan anak anak. Tapi, ada dampak besar ke depannya, bagaimana dengan Mas Revan yang dipermalukan, bagaimana reputasi dan pekerjaannya? Jika dia dipecat dan tidak ada yang mau bekerja sama lagi, lalu bagaimana dia menafkahi kami? Panjang pikiran dan bayangan diri ini akan konsekuensi dibanding terus mengumbar emosi dan sakit hati.Andai kuturuti kemauan untuk mempermalukan wanita itu, maka aku selalu punya cara untuk itu. Lagipula, jika hari ini kupermalukan suami lalu esok hari aku masih bersamanya, tidakkah itu munafik terlihat? Aku seperti anjing yang menjilat ludahnya sendiri.Ciit ....Rem mobil merah milik Ailen berdecit tepat di depanku. Aku yang sejak tadi berdiri di depan gerbang rumah, menyaksikan kedua anakku turun dari mobil dengan gembira. Mereka membawa tas belanja berisi mainan dan es krim di tangannya."Mami ...." Anak anak berebut lari ke arahku. "Tante itu belikan kami es dan mainan, dia baik sekali.""Lain kali jangan pergi dengan orang asing ya, boleh jadi mereka mengelabui dan siap membunuh anak anak kapan saja.""Tapi, Tante Ailen baik sekali," jawab anakku."Masuk dan pergi ganti baju," balasku dengan senyum lebar. "Berikan mainannya pada Mami," pintaku."Kenapa?""Mami akan belikan mainan yang lebih baik dan dua kali lipat lebih banyak. Tahukah kalian, kalian sudah merepotkan Tante ini dan merugikan keuangannya.""Ah, tidak sama sekali ...." Dia membalas dengan gugup. Ailen mencoba bersikap manis di depan kedua anak mas revan."Masuklah, sekarang juga mami akan perintahkan Pak Kardi untuk berangkat ke toko mainan!""Baik, mami." Kedua anakku akhirnya menyerah dengan kehendak dan keinginanku.Melihat mereka berdua sudah masuk ke dalam rumah aku segera mendekat ke hadapan ailin tanpa banyak bicara lagi langsung saja kuhempaskan plastik mainan itu ke wajahnya.Wanita itu menjerit dan nyaris terjatuh sambil menahan sakit di pipinya yang memerah."Beraninya kau gunakan anak-anakku untuk memenuhi ambisimu, bagaimanapun kau tidak akan pernah menjadi Ibu mereka sekuat apapun kau berusaha!""Kasihan sekali kamu, kamu yang harusnya mendapatkan iba dari orang lain karena sebentar lagi Mas Revan akan menceraikanmu dan tidak bisa dielakkan bahwa kedua anak itu akan menjadi milikku. Hak asuh akan dimenangkan Revan," jawabnya dengan senyum miring."Kamu pikir aku akan diam saja melihat itu terjadi? Aku tidak sebodoh yang kau pikirkan! Sekarang mungkin kau akan menemui Revan dan melaporkan perbuatanku kepadanya, silakan saja, Bukankah kemampuanmu hanya melapor dan cari muka saja!""Dasar tidak tahu diri," gumamnya."Kau yang tidak tahu diri, gatal dengan suami orang. Kalau kamu memang punya kehormatan sudah sejak lama kau tinggalkan suami orang dan mencari jodoh yang lain," jawabku sambil mendekatkan ujung jemari ke matanya. Dia bersurut sambil mendelik lalu naik ke mobilnya dan pergi."Berterima kasihlah karena aku tidak memukulmu, sebab kalau itu terjadi aku akan membuat wajah itu cacat sehingga tidak ada seorangpun yang akan tertarik melihatnya."Pukul delapan malam, Mas Revan kembali ke rumah. Tampilan suamiku yang pagi tadi sangat rapi dengan dasi yang terpasang sempurna kini terlihat lusuj dengan kemeja yang sudah berantakan dan tidak berada di balik lipatan ikat pinggangnya.Diletakkannya sepatu di dekat bufet dan kunci mobil di atas lemari kecil depan ruang tamu kami. Melihatku yang duduk di sofa ruang tivi Mas Revan hanya tersenyum. Langkahnya sedikit oleng dan wajahnya memerah.Sepertinya dia sedang mabuk."Apa kau minum, Mas?""Ya, sedikit, ada party kecil dengan kawan bisnis, aku tak bisa menolak tawaran minum dari mereka." Pria itu menjawab sambil berjalan sempoyongan ke kamar."Pesta di mana?" cecarku mengikutinya, aku tak percaya dia pesta di hari kerja, bukannya di akhir pekan."Di hotel bintang lima," jawabnya asal.Baiklah, aku tak perlu bertanya lebih lanjut, aku sudah mengambil kesimpulan bahwa dia baru saja bersama Ailen kekasihnya. Di hotel bintang lima? Oh, sudahlah jangan ditanya apa kegiatan mereka.
Malam yang biasanya kulalui dengan panjang kini terasa begitu singkat, begitu Mas Revan merangkul dan membenamkan wajahnya di belakang tengkukku. Entah kenapa aku sangat bahagia, terharu dan berharap pada Tuhan agar ini selalu terjadi, agar Allah memperbaiki semuanya dan membukakan pintu hati suamiku untuk sadar dan menyayangi kami.*Kicau burung dari pohon di samping rumah menyambut pagi, sinar mentari menembus gorden dan menerangi ranjang kami. Kubuka mata, sementara suamiku masih erat memeluk diri ini."Mas, aku mau bangun," ucapku pelan."Ah, i-iya, bangunlah."Perlahan dia mengerjap dan membuka mata menyadari bahwa semalam kami sudah begitu mesra, dalam satu selimut tanpa berjarak sehelai benang pun, dia menjadi kaget sendiri dan gugup. Suatu pemandangan yang cukup membuatku tersinggung dan tak nyaman. Di mana-mana, tidak ada suami yang kaget sudah meniduri istrinya. Sikapnya seakan kami baru sekali memadu asmara."Mandilah Mas, kamu harus ke kantor.""Jam berapa sekarang?""Ja
Rupanya, dia di sini di sela kesibukan kantornya, di sela pekerjaan yang menumpuk dan hectik, bisa bisanya dia menemui kekasihnya, makan siang bersama di dalam restoran mewah sambil bercanda dan saling menatap mata.Kini, melihatku berdiri dari jarak yang hanya beberapa meter pria itu terbelalak dan gugup. Dia terlihat minta izin dan segera ke luar menyusulku."Amaira? Kau di sini?""Iya, di sini, kebetulan belanja dan menemukanmu," jawabku dengan senyum tipis. Aku ingin sedih dan marah tapi aku tak tahu harus melepaskan emosi yang mana lebih dahulu.Kalau menuruti nafsu saja, sebenarnya tadi aku ingin masuk dan menyiram wajah Ailen dengan kopi panas, tapi jika kulakukan hal itu maka sama saja dengan mempermalukan diri sendiri. Suamiku akan semakin malu pada pengunjung yang ada, lalu pelakor itu aka pura pura lemah, menangis sehingga Mas Revan akan membelanya, aku akan semakin tersisihkan di Mata Mas Revan."Ayo pulang, aku akan mengantarmu," ucapnya sambil menarik bagian siku leng
Pukul 09.00 malam Mas Revan kembali ke rumah. Seperti biasa, dia selalu melewatkan interaksi dengan anak-anak, melewatkan masa emas untuk bertumbuh dan berbagi kasih sayang kepada kedua putra dan putrinya.Akhir-akhir ini dia memang lebih banyak waktu dengan Ailen selingkuhannya. Ya, wanita itu cinta pertamanya cinta yang mungkin sudah mengakar dan menjerat hatinya. Cinta yang tidak mampu ia tepis sampai penglihatannya kabur untuk menilai begitu besar pengorbanan dan cinta yang kuberikan.Bagaimanapun, sejak aku menerima perjodohan dan dia diikrarkan sebagai suamiku, aku telah mencintainya dan menerima dia sepenuh hatiku. Aku bertekad untuk melayaninya dan memberikan yang terbaik untuk keluarga. Aku benar-benar totalitas ingin menjaga dia dan anak-anak kami.Sering kudengar beberapa pertanyaan dari teman dekat dan keluargaku, kenapa aku terus saja bertahan. Kadang ada komentar miring yang mengatakan kalau aku tidak perlu susah payah mempertahankan rumah tangga demi kekayaan dengan
Satu jam kemudian lelaki itu tiba di rumah orang tuanya. Tampilannya yang rapi dan aroma tubuhnya yang wangi sudah tercium bahkan sebelum lelaki itu masuk ke pintu utama.Ketika tiba-tiba ia masuk dan mendekat ayah mertua langsung menyambutnya dengan amarah yang menggelegar."Apa yang kau lakukan! Sudah kubilang untuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan keluargamu.""Apa yang papa bicarakan? Aku tak mngerti?""Sudah kubilang aku tidak setuju kau dekat-dekat dengan ailin, tapi sampai saat ini kamu masih saja berhubungan dengannya tanpa memperdulikan martabat dan perasaan istrimu."Mas Revan terhenyak dimarahi oleh ayahnya. Dia nampak malu pada ibunya tapi sekaligus kesal padaku karena aku sudah mengadu. Wajah lelaki itu merah padam menahan emosi tapi dia tetap berusaha diam di depan kedua orang tua yang dia hormati."Apa kurang baik kami mendidikmu, kurang baguskah kami menyekolahkanmu dan kurang puaskah kamu dengan harta yang sudah kau miliki?! Istrimu juga tidak kalah cantik deng
Karena tempo hari dia sudah menandatangani persetujuan untuk membagi dua saham miliknya di perusahaan maka otomatis aku jadi punya hak untuk datang ke tempat itu dan melakukan apapun yang kuinginkan.Kemarin aku adalah istri direktur pelaksana tapi hari ini, ketika aku jadi pemegang saham maka itu seperti menegaskan kau aku juga punya hak di tempat itu. Ya ketika kamu membeli saham itu artinya kau mau membeli kepemilikan di Perusahaan itu.*Aku bersemangat dengan hariku yang terasa lebih cerah, matahari bersinar lebih hangat dan memancarkan energi positif yang membuat diri ini semakin antusias untuk segera pergi ke kantor. Ya, Herdian Steel Holding adalah perusahan keluarga besar mertua, ayah mertua adalah komisaris utama, sementara anaknya, yang merupakan suamiku adalah Direktur pelaksana. Banyak cucu-cucu dari keluarga Herdian yang turut ambil-ambil andil dalam mengelola perusahaan tapi itu tidak lebih penting dari peran Mas Revan.Usai mengemasi bekal anak-anak dan mengantarkan
"Oh jadi selain kau bertugas sebagai pengawas di lapangan kau juga jadi asisten pribadi?""Tidak Bu, saya adalah asisten pribadi Pak Revan,".ucap seorang gadis yang berpakaian kemeja pink dengan sopan."Lalu kenapa ibu pengawas ini selalu ikut dengan Pak Revan.""Kenapa direktur menginginkannya dan ibu Ailin cukup kompeten dengan tugasnya.""Baiklah aku paham sekarang ... Dan demi meringankan tugas-tugas Ibu Ailin, mulai sekarang, aku sendiri yang akan mendampingi suamiku kemanapun ia pergi.""Apa?""Kenapa kau terkejut dan terbelalak seperti itu. Jangan lupa, aku punya posisi, aku adalah pemegang saham di mana aku juga berhak mengambil keputusan, dan sebagai anak menantu dari komisaris perusahaan tentu saja aku bisa meminta posisi yang kuinginkan.""Semua posisi ditempati oleh orang-orang yang tepat dan kompeten, Apa tugas anda sebagai ibu rumah tangga tidak cukup di rumah saja tanyanya sembari mengejek diriku dan tertawa sinis."Sebagai orang yang terdidik... Anda tentu dituntut
Mendengar jawaban bahwa aku sangat bosan lelaki itu hanya memutar bola matanya sambil mengacak rambutnya dengan geram. Sekuat apapun dia berdebat denganku lelaki itu tidak akan pernah memenangkannya. Satu-satunya yang akan membuat dia lega adalah kemarahan lalu pergi begitu saja."Apa kau datang ke kantor ini untuk membuat Ailin jadi tidak nyaman lalu perlahan-lahan mengundurkan diri!""Wow, anggapan dan pemikiranmu jauh sekali bahkan aku tidak terbesit sedikitpun untuk hal itu. Yang ada dalam benakku adalah bekerja lalu menghasilkan uang untuk diri sendiri agar aku tidak selalu jadi benalu dalam hidupmu. Apa kau paham."Lelaki itu memicingkan mata yang artinya dia tidak percaya dengan ucapanku. "Karena kau memberiku ide, maka aku setuju dengan pendapatmu. Aku akan lebih sering mengawasi kalian dan melihat kinerjanya jangan sampai kau memberikan jabatan pada orang yang tidak kompeten hanya karena kau menyukainya.""Tahu apa kau tentang bisnis?"Aku langsung tertawa sambil melipat ta