Home / Romansa / Aku Tidak Bisa Membencimu / CHAPTER 2 : HARI PERNIKAHAN

Share

CHAPTER 2 : HARI PERNIKAHAN

Author: Nay
last update Last Updated: 2025-07-07 21:45:57

Pagi yang tenang diselimuti aroma melati dari taman belakang kediaman keluarga Reiga. Namun, ketenangan itu segera terusik oleh suara tegas Mama Naya yang terdengar jelas dari ruang makan.

“Hari ini kamu harus mengantar Fhi ke vendor dan fitting baju kalian. Jangan macam- macam. Perlakukan dia baik-baik, Reiga,” ucapnya lantang.

Reiga hanya menoleh singkat. Tak ada bantahan, tapi juga tak ada persetujuan. Ia berdiri perlahan, meraih kunci mobil dari atas meja, lalu melangkah pergi dengan langkah tegap dan wajah yang tak terbaca.

Mata Mama Naya mengikuti kepergian putranya. Napasnya ditahan sejenak sebelum ia menggerutu pelan, “Anak itu sudah sebesar ini masih saja keras kepala seperti dulu.”

Papa Alex menatap istrinya dan hanya berkata lembut, “Sabar, Naya. Kadang cinta butuh waktu untuk diakui, bahkan oleh pemilik hatinya sendiri.”

Sementara itu, di sisi lain kota, Fhilia berdiri di depan rumahnya dengan raut wajah penuh harap. Rambut hitamnya dikuncir rendah dengan sentuhan elegan. Gaun pastel yang membalut tubuh rampingnya tampak sederhana, namun rapi. Riasan tipis menonjolkan kecantikan alaminya.

Pagi ini adalah pertama kalinya Reiga akan menjemputnya. Degup jantungnya terasa berlebihan. Mama dan Papa berulang kali berpesan agar ia berhati-hati, namun Fhilia hanya tersenyum, berusaha meyakinkan mereka bahwa ia baik-baik saja.

Tak lama, sebuah mobil hitam mewah berhenti perlahan di depannya. Kaca mobil menurun,

memperlihatkan wajah Reiga yang dingin dan tanpa ekspresi. Fhilia menarik napas dalam, lalu masuk dengan hati-hati.

“Pagi...” ucapnya pelan, berusaha membuka percakapan.

Namun Reiga hanya melajukan mobil tanpa menjawab. Suasana hening menelan mereka sepanjang perjalanan, membuat dada Fhilia kian sesak.

...

Langit mendung ketika hari pernikahan tiba, seolah alam pun menyimpan keraguan. Di balik jendela besar kamar pengantin, Fhilia berdiri menatap dirinya di cermin tinggi berhias ukiran emas. Gaun putih elegan membalut tubuhnya, menjuntai hingga lantai. Riasan tipis menghiasi wajahnya, namun tak mampu menutupi bayangan gelisah di matanya.

Mama masuk dengan langkah tenang, membawa buket mawar putih segar. “Sayang kau sudah sangat cantik,” bisiknya, mengusap pundak putrinya dengan lembut.

Fhilia tersenyum tipis. “Terima kasih, Ma.”

“Kalau kamu ragu, masih ada waktu untuk mundur Mama dan Papa tidak akan memaksamu.”

Fhilia menggeleng. “Tidak, Ma. Aku sudah memutuskan. Aku akan tetap menjalani ini.”

Di kediaman Calister, Reiga berdiri di depan cermin besar. Setelan jas hitam pekat membalut tubuh tegapnya. Wajahnya tampan, tapi dingin. Matanya menatap bayangan sendiri tanpa ragu, seolah ia siap menjalani sebuah kewajiban, bukan kebahagiaan.

Papa Alex mengetuk pintu. “Reiga, sudah waktunya.”

Reiga tak menoleh. “Aku tahu.”

“Jangan bawa amarah ke pelaminan. Pernikahan ini harus berjalan lancar.”

Reiga menghela napas singkat. “Ini bukan keputusanku.”

Aula pernikahan berkilau megah. Lampu gantung kristal memantulkan cahaya keemasan, musik lembut mengalun, dan tamu-tamu berdatangan dengan senyum penuh doa. Semuanya tampak sempurna kecuali hati pengantin pria yang dingin.

Pintu terbuka. Fhilia melangkah di lorong tengah, digandeng Papa. Gaun putihnya berkilau, wajahnya bersinar lembut meski kesedihan bersemayam di matanya. Reiga berdiri di altar, menatap tanpa senyum.

Dalam hening yang khidmat, cahaya lilin dan bunga putih menjadi saksi. Pastor menuntun

janji suci, dan dengan mata saling bertaut, keduanya menjawab, “Aku bersedia.”

Tepuk tangan bergema. Semua orang tersenyum bahagia. Semua kecuali kedua mempelai.

...

Malam hari, di kamar pengantin, Fhilia duduk di pinggir ranjang, memeluk dirinya sendiri.

Reiga berdiri di balkon, menatap lampu kota.

“Terima kasih, karena sudah tetap datang hari ini,” ucap Fhilia lirih.

Reiga berbalik tanpa sepatah kata apapun, tatapannya dingin.

Fhilia menunduk. “Aku tidak akan mengganggu hidupmu. Aku hanya ingin menjalani ini dengan baik.”

“Jangan pernah berharap aku akan menyentuhmu atau mencintaimu.”

Kalimat itu menusuk, namun Fhilia menahannya. “Aku tidak menuntut cinta. Tapi aku akan tetap menjadi istrimu yang layak dihormati.”

Tiba-tiba ponsel Reiga berdering. Ia segera bangkit, mengambil ponsel, lalu melangkah ke balkon untuk mengangkatnya. Suaranya berubah lebih halus dan rendah nyaris berbisik, tak ingin terdengar oleh Fhilia.

Fhilia memeluk dirinya semakin erat. “Siapa yang menelpon di malam pertama pernikahan mereka? Mengapa Reiga menjauh hanya untuk menjawabnya?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Tidak Bisa Membencimu   CHAPTER 8 : JEJAK YANG TAK PERNAH HILANG

    Pagi itu, Fhilia menatap pantulan wajahnya di cermin. Makeup tipis menutupi lelah di wajahnya, tapi tidak mampu meredam keruwetan dalam pikirannya, yang terus berputar dengan memikirkan sifat dingin Reiga. Ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Bi Inah muncul dengan senyum hangat, membawa segelas susu hangat.“Nona, jangan berangkat kerja dengan perut kosong. Minumlah dulu.”Fhilia tersenyum kecil. “Terima kasih, Bi. Rasanya seperti punya ibu lain di rumah asing ini.”Bi Inah menepuk bahunya lembut. “Kalau begitu, anggap saja saya memang ibumu. Dan ibu selalu ingin anaknya kuat.”Hati Fhilia menghangat, tapi sekaligus pedih. Ia butuh pelukan seperti itu, sesuatu yang tidak pernah ia dapatkan dari Reiga....Kantor terasa sedikit berbeda pagi ini. Beberapa karyawan masih membicarakan bos baru yang penuh wibawa, sementara Fhilia sibuk menata berkas di meja kerjanya.“Selamat pagi, Fhi.”Suara itu kembali membuatnya terhenti. Louis berdiri di depan pintu dengan senyum khasnya senyum yang

  • Aku Tidak Bisa Membencimu   CHAPTER 7 : PERTEMUAN YANG MENGGUNCANG

    “Louis.” Nama itu lolos begitu saja dari bibir Fhi, seolah waktu berhenti sesaat. Pria di hadapannya tersenyum tipis, tatapannya hangat seperti dulu. “Halo, Fhilia. Aku bos barumu mulai hari ini.” Jantung Fhi berdebar kencang. Dunia benar-benar berputar aneh, mempertemukannya kembali dengan seseorang di masa lalu nya yang tak pernah ia ceritakan pada siapa pun. Sepersekian detik kemudian, bibir Fhi melengkung, menyembunyikan keterkejutannya dengan senyum hangatnya, ia mengulurkan tangan. “Lama tidak berjumpa, Tuan Louis.” Louis menyambut uluran tangan itu dengan hangat. “Lama tidak berjumpa, Fhilia.” Suaranya sama seperti dulu tenang, penuh keakraban yang menenangkan. … Jam dinding berdetak. Hari bergulir pelan, namun ruang kerja mereka penuh dengan kesibukan. “Jadi sekarang kau sekretarisku,” ujar Louis di sela-sela menandatangani berkas. “Tentu saja. Karena bosku sebelumnya, Pak Andrew, sudah kamu gantikan,” jawab Fhi sambil menahan nada suaranya tetap profesional.

  • Aku Tidak Bisa Membencimu   CHAPTER 6 : WAJAH YANG TAK TERDUGA

    Fhi terbangun dengan tubuh yang seakan diremukkan. Setiap sendi berdenyut, setiap helaan napas terasa berat. Samar-samar, telinganya menangkap suara lembut seorang wanita. “Nona… nona, apakah sudah bangun?” suara itu bergetar, penuh kekhawatiran. Kelopak matanya bergerak, menyesuaikan cahaya redup dari lampu meja di kamar. Perlahan, pandangannya menangkap sosok wanita paruh baya yang duduk di sisi ranjangnya. Wajah penuh garis halus, mata teduh namun resah. “Siapa… Anda?” suara Fhi lemah, hampir tak terdengar. Wanita itu tersenyum tipis, menyembunyikan kegugupannya. “Saya Bi Inah, asisten baru di rumah ini, nona.” Fhi mencoba mengangkat tubuhnya, tapi rasa sakit langsung menyerang. Bi Inah cepat-cepat menopangnya. “Jangan dipaksakan. Nona perlu istirahat. Perlu saya panggilkan dokter, atau keluarga nona? Siapa yang bisa saya hubungi?” pertanyaan demi pertanyaan meluncur begitu cepat, nyaris seperti rentetan peluru. Fhi menggeleng pelan. “Tidak… tidak usah, Bi. Saya hanya

  • Aku Tidak Bisa Membencimu   CHAPTER 5 : KEKEJAMAN REIGA

    Rumah itu tak lagi terasa seperti rumah. Bagi Fhilia, setiap dinding kini menjelma penjara, setiap jendela hanya menghadirkan bayangan luka. Sejak pengakuan pahit itu, Reiga tidak ragu mengajak wanita itu tinggal bersama. Mereka menempati kamar utama, berbagi ruang dan rahasia, sementara Fhi terasing di kamar sebelah sendiri, terjaga tiap malam oleh tawa lembut dari seberang dinding. Di meja makan, usaha Fhi menata piring dan menyajikan masakan selalu kandas. “Reiga, aku sudah masak setidaknya coba sedikit,” ucapnya suatu malam, suaranya pelan penuh harap. Pria itu bahkan tidak menoleh. “Aku sudah makan di luar,” dan piring yang ia siapkan tetap utuh, dingin, tak tersentuh. Setiap rutinitas yang Fhi jalani menyapu, menyiram tanaman, menata buku tak lebih dari upaya sia-sia untuk merawat hatinya yang retak. Komentar dingin Reiga dan jarak yang disengaja membuat kesabarannya tergerus. Perlahan, bara kecil berubah menjadi api yang sulit dikendalikan. Suatu sore, langkah mere

  • Aku Tidak Bisa Membencimu   CHAPTER 4 : WANITA YANG DICINTAI REIGA

    Fhilia berdiri kaku di ruang tamu, tubuhnya bergetar seperti daun diterpa angin. Matanya membeku pada pemandangan di depannya. Reiga, suaminya, berdiri begitu dekat dengan seorang wanita asing yang kecantikannya nyaris tak masuk akal. Gaun sederhana yang ia kenakan justru menonjolkan keanggunannya, rambut hitam panjangnya jatuh sempurna, dan matanya berkilat seperti menyimpan sesuatu yang hanya bisa dibaca Reiga. “Dia wanita yang aku cintai,” suara Reiga terdengar dingin, jelas, menusuk telinga Fhilia hingga membuat lututnya nyaris lemas. Wanita itu terkejut, matanya melebar, menatap Reiga dengan ekspresi campuran antara terkejut dan ngeri. Ia tak menyangka pria itu akan mengucapkan kalimat setegas itu di hadapan seorang istri yang sah. Fhilia mengepalkan tangan hingga jemarinya memutih. Ia mencoba keras menahan air mata agar tidak jatuh.“Kau tidak pernah bilang kalau sudah memiliki wanita yang kau cintai,” ucapnya lirih, suaranya bergetar, nyaris pecah. Reiga menatapnya d

  • Aku Tidak Bisa Membencimu   CHAPTER 3 : SIAPA WANITA ITU?

    Reiga Calister duduk dalam diam. Wajahnya menegang, tatapannya kosong menatap lurus ke depan. Ia menolak perjalanan bulan madu ini sejak awal, tapi tekanan dari Mama Naya membuatnya tak punya pilihan. Ia tahu benar harapan di balik hadiah kelas bisnis super. Sejak tadi Reiga hanya menunduk menatap ponselnya, raut wajahnya terlihat cemas. “Reiga, kamu baik-baik saja?” tanyanya hati-hati. “...Hm.” Jawaban singkat itu bahkan tanpa menoleh.Hati Fhi mencubit pelan. Ia menghela napas, lalu menenangkan dirinya sendiri. Daripada tenggelam dalam sepi yang mencekik, ia berusaha menikmati hidangan mewah di hadapannya. “Wah, ini enak sekali,” gumamnya pelan sambil tersenyum, meski tahu senyum itu hanya untuk dirinya sendiri. Makanan memang selalu menjadi pelipur lara terbaik baginya. Setelah mendarat di pulau tropis yang romantis, Reiga langsung memesan taksi menuju hotel. Tanpa basa-basi ia duduk di kursi depan, meninggalkan Fhi sendiri di kursi belakang. Sopir hanya melirik sekila

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status