Rumah itu tak lagi terasa seperti rumah. Bagi Fhilia, setiap dinding kini menjelma penjara, setiap jendela hanya menghadirkan bayangan luka. Sejak pengakuan pahit itu, Reiga tidak ragu mengajak wanita itu tinggal bersama. Mereka menempati kamar utama, berbagi ruang dan rahasia, sementara Fhi terasing di kamar sebelah sendiri, terjaga tiap malam oleh tawa lembut dari seberang dinding. Di meja makan, usaha Fhi menata piring dan menyajikan masakan selalu kandas. “Reiga, aku sudah masak setidaknya coba sedikit,” ucapnya suatu malam, suaranya pelan penuh harap. Pria itu bahkan tidak menoleh. “Aku sudah makan di luar,” dan piring yang ia siapkan tetap utuh, dingin, tak tersentuh. Setiap rutinitas yang Fhi jalani menyapu, menyiram tanaman, menata buku tak lebih dari upaya sia-sia untuk merawat hatinya yang retak. Komentar dingin Reiga dan jarak yang disengaja membuat kesabarannya tergerus. Perlahan, bara kecil berubah menjadi api yang sulit dikendalikan. Suatu sore, langkah mere
Last Updated : 2025-07-07 Read more