Home / Romansa / Aku Tidak Bisa Membencimu / CHAPTER 5 : KEKEJAMAN REIGA

Share

CHAPTER 5 : KEKEJAMAN REIGA

Author: Nay
last update Last Updated: 2025-07-07 23:14:23

Rumah itu tak lagi terasa seperti rumah. Bagi Fhilia, setiap dinding kini menjelma penjara, setiap jendela hanya menghadirkan bayangan luka. Sejak pengakuan pahit itu, Reiga tidak ragu mengajak wanita itu tinggal bersama. Mereka menempati kamar utama, berbagi ruang dan rahasia, sementara Fhi terasing di kamar sebelah sendiri, terjaga tiap malam oleh tawa lembut dari seberang dinding.

Di meja makan, usaha Fhi menata piring dan menyajikan masakan selalu kandas.

“Reiga, aku sudah masak setidaknya coba sedikit,” ucapnya suatu malam, suaranya pelan penuh harap.

Pria itu bahkan tidak menoleh.

“Aku sudah makan di luar,” dan piring yang ia siapkan tetap utuh, dingin, tak tersentuh.

Setiap rutinitas yang Fhi jalani menyapu, menyiram tanaman, menata buku tak lebih dari upaya sia-sia untuk merawat hatinya yang retak. Komentar dingin Reiga dan jarak yang disengaja membuat kesabarannya tergerus. Perlahan, bara kecil berubah menjadi api yang sulit dikendalikan.

Suatu sore, langkah mereka bertemu di koridor. Mata Fhi terkunci pada senyum manis wanita itu.

“Apa yang kau lakukan di rumahku?” suara Fhi pecah, bergetar di antara sakit dan amarah.

“Kau tahu apa artinya itu bagiku?” Wanita itu menunduk, wajahnya pucat.

“Aku… aku hanya...”

“Diam!” Fhi maju selangkah, tangannya terangkat, siap melayangkan tamparan yang selama seminggu ia tahan, namun teriakan keras memecah udara.

“APA YANG KAU LAKUKAN?!” Reiga berdiri di ujung koridor. Sorot matanya tajam, bukan lagi dingin melainkan berbahaya. Tatapannya terkunci pada Fhi, seolah pisau yang siap menusuk.

“Reiga…” suara Fhi melemah, namun ia masih menahan air matanya.

Pria itu melangkah cepat, merenggut lengannya kasar.

“Kau berani menyentuhnya?!” bentaknya.

“Dia yang merusak rumahku!” Fhi menjerit balas, suaranya pecah, tapi Reiga tidak mendengar.

Amarah menutup telinganya. Ia menyeret Fhi, langkah-langkahnya menghantam lantai dengan ancaman yang nyata. Kamar mandi menjadi saksi. Ubin dingin, bau antiseptik, dan pintu yang dikunci rapat. Jari-jari Reiga mencengkeram kuat, terlalu kuat.

“Reiga, lepaskan aku!” Fhi berusaha meronta.

“Diam!” suaranya berat, penuh kebencian.

Tamparan pertama mendarat. Fhi terhuyung, bibirnya pecah, rasa logam memenuhi mulut. Belum sempat bernapas, hantaman berikutnya menyusul.

“Berhenti kumohon.” isaknya, tubuhnya gemetar.

Namun Reiga semakin kalap, ia menyeret Fhi ke tepi bathtub, menekan kepalanya ke dalam air. Dunia menyempit jadi gelembung-gelembung yang mengusik, paru-parunya menjerit minta udara. Fhi berusaha mencengkeram sisi bathtub, tangannya licin, tubuhnya lemah. Panik menguasai, rasanya seperti seluruh dunia tenggelam bersamanya.

Di luar, suara wanita itu terdengar putus asa.

“Reiga! Hentikan! Tolong hentikan!” Teriakannya memecah udara, namun pintu terkunci rapat.

Akhirnya, Reiga melepaskan genggaman. Fhi terhempas ke lantai, tubuhnya menggigil, mulutnya mengeluarkan darah samar, dunia berputar, kabur, hampir gelap.

Reiga jongkok, menatapnya dengan dingin. Ia menekan wajah Fhi dengan cengkeraman terakhir, suaranya berat berbisik di telinganya, “Ingat ini! Kalau kau berani menyentuh wanitaku aku tidak segan membunuhmu.”

Pintu terbuka. Wanita itu berdiri di ambang, wajahnya pucat, panik. “Ya Tuhan, Reiga! Apa yang kau lakukan?! Kita harus bawa Fhi ke rumah sakit!”

Ia menyentuh lengan Reiga, memohon. Pria itu hanya menatapnya sekilas, lalu berdiri dan melangkah pergi, meninggalkan Fhi yang terkapar di ubin dingin. Suara langkah mereka menjauh, pintu utama menutup rapat. Sunyi, hanya tetesan air yang tersisa, bergaung di ruangan sempit.

Fhi terbaring, tubuhnya gemetar. Pandangannya berpendar, kesadarannya kabur. Di tengah kekosongan itu, ia mendengar samar, seperti bisikan napas panjang yang bukan milik Reiga atau wanita itu. Napas yang terasa begitu dekat, seolah mencoba meraih tangannya dari kegelapan, dan kesadarannya pun perlahan menghilang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Tidak Bisa Membencimu   CHAPTER 8 : JEJAK YANG TAK PERNAH HILANG

    Pagi itu, Fhilia menatap pantulan wajahnya di cermin. Makeup tipis menutupi lelah di wajahnya, tapi tidak mampu meredam keruwetan dalam pikirannya, yang terus berputar dengan memikirkan sifat dingin Reiga. Ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Bi Inah muncul dengan senyum hangat, membawa segelas susu hangat. “Nona, jangan berangkat kerja dengan perut kosong. Minumlah dulu.” Fhilia tersenyum kecil. “Terima kasih, Bi. Rasanya seperti punya ibu lain di rumah asing ini.” Bi Inah menepuk bahunya lembut. “Kalau begitu, anggap saja saya memang ibumu. Dan ibu selalu ingin anaknya kuat.” Hati Fhilia menghangat, tapi sekaligus pedih. Ia butuh pelukan seperti itu, sesuatu yang tidak pernah ia dapatkan dari Reiga. ... Kantor terasa sedikit berbeda pagi ini. Beberapa karyawan masih membicarakan bos baru yang penuh wibawa, sementara Fhilia sibuk menata berkas di meja kerjanya. “Selamat pagi, Fhi.” Suara itu kembali membuatnya terhenti. Louis berdiri di depan pintu dengan senyum kh

  • Aku Tidak Bisa Membencimu   CHAPTER 7 : PERTEMUAN YANG MENGGUNCANG

    “Louis.” Nama itu lolos begitu saja dari bibir Fhi, seolah waktu berhenti sesaat. Pria di hadapannya tersenyum tipis, tatapannya hangat seperti dulu. “Halo, Fhilia. Aku bos barumu mulai hari ini.” Jantung Fhi berdebar kencang. Dunia benar-benar berputar aneh, mempertemukannya kembali dengan seseorang di masa lalu nya yang tak pernah ia ceritakan pada siapa pun. Sepersekian detik kemudian, bibir Fhi melengkung, menyembunyikan keterkejutannya dengan senyum hangatnya, ia mengulurkan tangan. “Lama tidak berjumpa, Tuan Louis.” Louis menyambut uluran tangan itu dengan hangat. “Lama tidak berjumpa, Fhilia.” Suaranya sama seperti dulu tenang, penuh keakraban yang menenangkan. … Jam dinding berdetak. Hari bergulir pelan, namun ruang kerja mereka penuh dengan kesibukan. “Jadi sekarang kau sekretarisku,” ujar Louis di sela-sela menandatangani berkas. “Tentu saja. Karena bosku sebelumnya, Pak Andrew, sudah kamu gantikan,” jawab Fhi sambil menahan nada suaranya tetap profesional.

  • Aku Tidak Bisa Membencimu   CHAPTER 6 : WAJAH YANG TAK TERDUGA

    Fhi terbangun dengan tubuh yang seakan diremukkan. Setiap sendi berdenyut, setiap helaan napas terasa berat. Samar-samar, telinganya menangkap suara lembut seorang wanita. “Nona… nona, apakah sudah bangun?” suara itu bergetar, penuh kekhawatiran. Kelopak matanya bergerak, menyesuaikan cahaya redup dari lampu meja di kamar. Perlahan, pandangannya menangkap sosok wanita paruh baya yang duduk di sisi ranjangnya. Wajah penuh garis halus, mata teduh namun resah. “Siapa… Anda?” suara Fhi lemah, hampir tak terdengar. Wanita itu tersenyum tipis, menyembunyikan kegugupannya. “Saya Bi Inah, asisten baru di rumah ini, nona.” Fhi mencoba mengangkat tubuhnya, tapi rasa sakit langsung menyerang. Bi Inah cepat-cepat menopangnya. “Jangan dipaksakan. Nona perlu istirahat. Perlu saya panggilkan dokter, atau keluarga nona? Siapa yang bisa saya hubungi?” pertanyaan demi pertanyaan meluncur begitu cepat, nyaris seperti rentetan peluru. Fhi menggeleng pelan. “Tidak… tidak usah, Bi. Saya hanya

  • Aku Tidak Bisa Membencimu   CHAPTER 5 : KEKEJAMAN REIGA

    Rumah itu tak lagi terasa seperti rumah. Bagi Fhilia, setiap dinding kini menjelma penjara, setiap jendela hanya menghadirkan bayangan luka. Sejak pengakuan pahit itu, Reiga tidak ragu mengajak wanita itu tinggal bersama. Mereka menempati kamar utama, berbagi ruang dan rahasia, sementara Fhi terasing di kamar sebelah sendiri, terjaga tiap malam oleh tawa lembut dari seberang dinding. Di meja makan, usaha Fhi menata piring dan menyajikan masakan selalu kandas. “Reiga, aku sudah masak setidaknya coba sedikit,” ucapnya suatu malam, suaranya pelan penuh harap. Pria itu bahkan tidak menoleh. “Aku sudah makan di luar,” dan piring yang ia siapkan tetap utuh, dingin, tak tersentuh. Setiap rutinitas yang Fhi jalani menyapu, menyiram tanaman, menata buku tak lebih dari upaya sia-sia untuk merawat hatinya yang retak. Komentar dingin Reiga dan jarak yang disengaja membuat kesabarannya tergerus. Perlahan, bara kecil berubah menjadi api yang sulit dikendalikan. Suatu sore, langkah mere

  • Aku Tidak Bisa Membencimu   CHAPTER 4 : WANITA YANG DICINTAI REIGA

    Fhilia berdiri kaku di ruang tamu, tubuhnya bergetar seperti daun diterpa angin. Matanya membeku pada pemandangan di depannya. Reiga, suaminya, berdiri begitu dekat dengan seorang wanita asing yang kecantikannya nyaris tak masuk akal. Gaun sederhana yang ia kenakan justru menonjolkan keanggunannya, rambut hitam panjangnya jatuh sempurna, dan matanya berkilat seperti menyimpan sesuatu yang hanya bisa dibaca Reiga. “Dia wanita yang aku cintai,” suara Reiga terdengar dingin, jelas, menusuk telinga Fhilia hingga membuat lututnya nyaris lemas. Wanita itu terkejut, matanya melebar, menatap Reiga dengan ekspresi campuran antara terkejut dan ngeri. Ia tak menyangka pria itu akan mengucapkan kalimat setegas itu di hadapan seorang istri yang sah. Fhilia mengepalkan tangan hingga jemarinya memutih. Ia mencoba keras menahan air mata agar tidak jatuh.“Kau tidak pernah bilang kalau sudah memiliki wanita yang kau cintai,” ucapnya lirih, suaranya bergetar, nyaris pecah. Reiga menatapnya d

  • Aku Tidak Bisa Membencimu   CHAPTER 3 : SIAPA WANITA ITU?

    Reiga Calister duduk dalam diam. Wajahnya menegang, tatapannya kosong menatap lurus ke depan. Ia menolak perjalanan bulan madu ini sejak awal, tapi tekanan dari Mama Naya membuatnya tak punya pilihan. Ia tahu benar harapan di balik hadiah kelas bisnis super. Sejak tadi Reiga hanya menunduk menatap ponselnya, raut wajahnya terlihat cemas. “Reiga, kamu baik-baik saja?” tanyanya hati-hati. “...Hm.” Jawaban singkat itu bahkan tanpa menoleh.Hati Fhi mencubit pelan. Ia menghela napas, lalu menenangkan dirinya sendiri. Daripada tenggelam dalam sepi yang mencekik, ia berusaha menikmati hidangan mewah di hadapannya. “Wah, ini enak sekali,” gumamnya pelan sambil tersenyum, meski tahu senyum itu hanya untuk dirinya sendiri. Makanan memang selalu menjadi pelipur lara terbaik baginya. Setelah mendarat di pulau tropis yang romantis, Reiga langsung memesan taksi menuju hotel. Tanpa basa-basi ia duduk di kursi depan, meninggalkan Fhi sendiri di kursi belakang. Sopir hanya melirik sekila

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status