Share

Kecelakaan

Author: Uci ekaputra
last update Last Updated: 2022-06-24 18:38:10

Hanan terbangun setelah mendengar panggilan Ratih, dia beranjak turun dari pembaringan menuju pintu, dilihatnya sang ibu sedang resah di samping pintu.

"Ada apa, Bu?" tanya Hanan.

"Apakah Melisa ada di dalam kamar, Han?" Ratih balik bertanya tak menjawab pertanyaan Hanan.

"Tidak, Bu." Hanan mengernyitkan kening. Dia langsung tertidur begitu Melisa meninggalkannya. Tubuhnya yang lelah tidak memikirkan kepergian Melisa dari kamarnya.

"Kamu tahu Melisa pergi ke mana? Sudah larut malam dia belum juga pulang," tanya Ratih dengan gelisah.

"Aku tidak tahu, Bu. Aku baru saja tertidur tadi. Apakah Melisa tidak memberitahu Ibu dia pergi kemana?" jawab Hanan.

"Melisa tidak memberitahu Ibu akan pergi kemana, Ibu pikir dia hanya pergi ke supermarket sebentar, tapi hingga sekarang dia belum kembali. Cepat hubungi dia, Ibu takut Melisa kenapa-napa," desak Ratih mulai khawatir dengan Melisa.

"Baiklah, Bu." Hanan kembali masuk ke kamar mengambil ponselnya. Dicarinya nomer kontak Melisa, dan ditekannya tombol panggilan. Tapi tidak tersambung, ponsel Melisa sedang tidak aktif.

"Bu, ponsel Melisa tidak aktif, panggilanku tidak tersambung." Hanan mulai merasa panik.

"Kamu itu bagaimana punya istri tidak tahu pergi kemana?" Ratih bertambah panik dan menyalahkan Hanan.

"Aku juga tidak tahu dia pergi, Bu."

"Carilah di rumah Orangtua Melisa, mungkin dia di sana," suruh Ratih.

"Iya, Bu, aku akan mencoba mencari ke sana." Hanan pun beranjak mengambil kunci mobil di atas nangkas. Hanan tidak berani menceritakan pada Ratih bahwa sebelum Melisa pergi dia bertengkar dengannya. Hanan takut jika Ratih akan marah padanya.

Hanan memacu mobil menuju ke rumah orangtua Melisa, dia tak menyangka jika Melisa akan pergi meninggalkan rumah setelah bertengkar dengannya.

Setelah perjalanan selama dua puluh lima menit Hanan sampai di tujuan. Dia bergegas turun dari mobil menuju pintu rumah orangtua Melisa, diketuknya pintu rumah mertuanya pelan.

Tok ... tok ... tok.

"Assalamu'alaikum ...," salam Hanan begitu pintu terbuka.

"W*'alaikum salam, eh kamu, Han. Masuk dulu, Han," jawab Ibu Melisa mempersilahkan Hanan masuk.

Hanan pun melangkah masuk mengikuti Ibu Melisa.

"Duduk dulu, Han."

"Iya, Bu." Hanan duduk di kursi ruang tamu, netranya menatap sekeliling, berharap melihat Melisa.

"Ada apa malam-malam ke sini, Han? Kenapa datang sendiri? Di mana Melisa?" berondong Ibu Melisa, merasa heran melihat Hanan datang sendirian.

Hanan terdiam mendengar pertanyaan Ibu Melisa, dia berpikir bahwa Melisa tidak ada di rumah orangtuanya, setelah mendengar pertanyaan ibu mertuanya itu. Dia semakin bingung ke mana perginya istri keduanya itu.

"Kenapa diam, Han? Kenapa malah melamun begitu?" tanya ibu Melisa mengagetkan Hanan.

"Ti-dak, Bu, tadi saya ada keperluan di dekat sini, jadi saya mampir, Bu," jawab Hanan terbata. Hanan tidak mau memberitahu ibu Melisa bahwa dia kemari untuk mencari Melisa. Kalau ibu Melisa tahu bahwa dia sedang mencari Melisa, mungkin sang mertua pasti akan ikut panik.

"Oh, Ibu pikir ada apa, tumben kamu ke sini tanpa Melisa." Ibu Melisa lega, dia sudah berfikir yang tidak-tidak melihat kedatangan sang menantu tanpa putrinya. "Ya sudah, Ibu buatkan kamu minum dulu, kamu mau minum apa?" tambahnya menawarkan Hanan minum.

"Tidak perlu, Bu. Saya mau langsung pamit saja. Maaf mengganggu Ibu malam-malam."

"Kenapa terburu-buru, Han?" tanya Ibu Melisa sedikit heran dengan tingkah menantunya yang buru-buru pergi.

"Maaf, Bu. Saya lupa bahwa masih ada keperluan lain lagi." Hanan harus buru-buru pamit untuk mencari Melisa kembali, sebelum Ratih semakin panik.

"Baiklah kalau begitu, kapan-kapan kamu datang dengan Melisa ya, Ibu kangen."

"Baik, Bu. Saya pasti akan mengajak Melisa kemari secepatnya."

Hanan pun beranjak pergi dari rumah Ibu Melisa. Hanan semakin bingung harus pergi ke mana lagi untuk mencari Melisa, dia tidak terlalu mengenal teman-teman Melisa selama menikah dengannya.

Akhirnya dia mencoba menghubungi Ratih untuk menanyakan apakah Melisa sudah pulang ke rumah ataupun belum.

"Assalamu'alaikum, Bu. Apakah Melisa sudah pulang?"

"W*'alaikum salam, belum Han. Apakah di rumah orangtua Melisa juga tidak ada?"

"Tidak ada, Bu. Lalu aku harus mencari ke mana lagi, Bu?"

"Ibu juga tidak tahu Han?"

"Ya sudah, Bu. Aku akan mencoba menghubungi Melisa, mungkin ponselnya sudah aktif."

"Iya Han, pokoknya kamu harus membawa pulang Melisa!"

"InsyaAllah, Bu," Hanan menutup sambungan telefonnya. Dia kembali mencoba menghubungi ponsel Melisa.

"Assalamu'alaikum, Mas," sapa Melisa melalui sambungan telfon. Hanan lega akhirnya ponsel Melisa sudah aktif.

"W*'alaikum salam, Mel. Di mana kamu? Sudah dari tadi aku mencarimu kemana-mana." Hanan sudah tidak sabar menghadapi kelakuan Melisa yang kekanak-kanakan dengan pergi tanpa pamit.

"Maaf Mas, aku pergi tanpa pamit lebih dahulu. Aku hanya ingin menenangkan diri, Mas," jawab Melisa membuat Hanan semakin jengah.

"Kenapa harus kenakak-kanakan? Kamu membuat Ibu khawatir saja!"

"Maaf, Mas. Aku hanya ingin sedikit dimengerti. Maaf jika aku sudah membuat semua khawatir," cicit Melisa.

"Tidak perlu minta maaf, aku tidak butuh permintaan maafmu. Kirimkan saja alamatmu sekarang!" sentak Hanan tidak sabar dengan tingkah manja Melisa.

Melisa merasa sedih mendengar perkataan Hanan yang membuat hatinya sakit. "Kenapa berbicara kasar padaku, Mas?" Apa salahku?"

Hanan semakin geram, Melisa terlalu manja, hanya menyebut alamatnya sekarang saja susah sekali. Padahal hari sudah semakin larut, lelah dan kantuk membuat Hanan hilang kesabaran.

"Tolonglah, Mel. Aku capek sekali, jangan buat aku makin muak dengan sikapmu itu. Cepat kirimkan alamatmu, aku sudah lelah sekali hari ini."

Akhirnya Melisa pun mengalah, dia menyebutkan tempat di mana dia berada. Tempat yang disebutkan Melisa lumayan cukup jauh dari tempat Hanan berada sekarang. Dia segera memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi agar cepat sampai.

Selang lima belas menit perjalanan, Hanan merasa tidak bisa menahan kantuknya. Sejenak Hanan kehilangan kemudi karena mobilnya melaju terlalu cepat dan oleng.

Hanan panik mencoba mengendalikan kembali kemudi mobilnya, tapi semua terlambat ketika ada sebuah truk melaju kencang berlawanan arah dengan mobil Hanan.

Hanan pun segera membanting setirnya ke kiri, akibatnya mobilnya membentur sebuah pohon dan terjadilah kecelakaan yang tidak bisa dihindari oleh Hanan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Akhir

    Pov Naya"Bagaimana, Mbak? Apakah Mbak masih mengharapkan laki-laki yang sudah membuatmu menderita? Apakah Mbak masih saja terjebak dalam masa lalu, hingga tidak berani memberi kesempatan pada Pak Alan? Apakah terlalu sulit menghilangkan bayang-bayang masa lalu yang menyedihkan?" tanya Dinda bertubi-tubi semakin membuatku kalut.Tanganku meremas satu sama lain, pertanyaan Dinda menusuk hatiku. Sedikit banyak apa yang Dinda tanyakan memanglah benar. Aku memang belum bisa melupakan bayang-bayang masa lalu.Bukan aku ingin kembali pada Mas Hanan, akan tetapi perasaan takut dan trauma selalu menghantuiku.Kurasakan tangan Dinda meremas tanganku dengan lembut, aku pun menatap mata Dinda dalam."Mbak juga berhak untuk bahagia, jangan terlalu tenggelam dalam masa lalu, Mbak. Kami semua juga ingin melihat Mbak Naya bahagia dengan pasangan baru Mbak Naya. Janganlah takut untuk memulai kembali, mungkin saja Pak Alan adalah jodoh terakhir untukmu, Mbak," ucap Dinda sembari tersenyum lembut.Aku

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Alan

    Naya bergegas kembali ke dalam restoran saat tak menemukan sosok Hanan. Dia berjalan menunduk kembali merasakan perasaan sedih karena teringat Hanan.Naya berjalan sembari mengusap air mata yang tak bisa dia tahan."Bruk—." Naya terjatuh karena tidak sengaja menabrak seseorang di depannya.Naya meringis saat sikunya terbentur lantai dengan keras. Dia masih menunduk mengusap-usap sikunya dengan telapak tangannya."Maaf, saya tidak sengaja," ucap seseorang yang telah menabrak Naya."Tidak apa-apa," sahut Naya sembari mendongakkan kepala.Netra Naya membulat ketika melihat siapa yang telah menabraknya, perlahan dia melebarkan senyum melihat sosok tersebut."Ibu Naya?" tanya sosok tersebut juga ikut terkejut.Naya pun bangkit dari posisinya terjatuh dan berdiri di depan sosok tersebut."Iya, Pak Alan. Ini saya," jawab Naya sembari tersenyum.Alan mengembangkan senyumnya dan bertanya, "Apa kabar, Bu? Sudah lama sekali saya tidak pernah melihat Ibu Naya?""Alhamdulillah, baik. Bagaimana d

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Kembali

    "Sudah sampai, Bu," ucap sopir pada Naya yang sedang melamun sembari mengelus-ngelus puncak kepala Aryan—anak semata wayangnya."Oh iya, Pak." Naya pun beranjak turun dari mobil sembari menggendong Aryan.Netra Naya memandang restorannya yang sudah banyak berubah semenjak dia meninggalkannya, sudah hampir dua tahun Naya meninggalkannya untuk diurus Dinda.Perlahan Naya melangkahkan kaki masuk ke dalam restoran, nampak suasana ramai menyambut kedatangannya kembali.Di ambang pintu sudah ada Dinda dan Arya, sekarang mereka telah menjadi sepasang suami istri. Tidak menyangka dokter yang dulu pernah menaruh hati pada Naya sudah menemukan jodohnya.Naya mengulum senyum membayangkan bagaimana dulu mereka dekat hingga akhirnya berakhir menjadi sahabat.Arya sempat menyatakan perasaannya kepada Naya tapi dia tentu tidak bisa membohongi perasaannya dengan menerima Arya.Naya sungguh merasa tidak pantas bersanding dengan Arya mengingat status yang telah dia sandang. Lebih baik mereka menjadi sa

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Tergantikan

    Pov Hanan Dua tahun masa hukumanku akan segera berakhir, aku tidak sabar keluar dari sini dan mencari keberadaan Naya. Aku ingin melihat wajah anakku seperti apa, apakah dia akan seperti Naya atau sepertiku.Bolehkah aku berharap untuk kembali bersama Naya lagi? Merajut rumah tangga bahagia seperti dulu lagi. Apalagi aku sudah sepenuhnya berpisah dari Melisa.Tidak akan ada yang akan menghalangi kebahagiaan kami lagi. Apakah Naya mau menerimaku kembali menjadi suaminya jika aku keluar dari sini? Aku sungguh berharap bisa bersatu kembali dengan Naya.Semoga saja aku masih diberi kesempatam untuk memperbaiki semua kesalahanku pada Naya. Aku janji, akan memperlakukan Naya lebih baik lagi, jika dia mau kembali padaku. Aku tidak akan menyakitinya lagi, aku akan selalu membahagiakannya.Aku mencoba memejamkan mata, berharap hari esok cepat datang, dan aku akan segera keluar dari sini.***Hari yang aku tunggu pun datang, aku sudah bebas hari ini. Aku berada di pinggir jalan, menanti ibu da

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Akhir Penantian

    Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat, Naya melalui hari-hari damainya di rumah Irham. Di rumah Irham terdiri dari tiga anggota keluarga, ada Irham, Alina dan juga Alisa–gadis kecil buah hati mereka.Untunglah Naya tidak terlalu kesepian karena ada mereka. Apalagi Alisa sangat menggemaskan. Di usianya yang baru menginjak lima tahun, Alisa tumbuh dengan baik. Tidak kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya.Sejenak Naya merasa iri dengan kehidupan Alisa, dalam benaknya Naya bertanya-tanya, akankah anaknya kelak akan tumbuh ceria seperti Alisa di saat hanya ada ibunya yang membesarkannya.Ketakutan akan ketidak mampuannya membesarkan anaknya kelak, selalu menghantui Naya.Apalagi jika kelak dia ditanya oleh anaknya di mana ayahnya berada, mau bagaimana Naya menjawabnya? Tidak mungkin Naya menceritakan semua pada anaknya. Naya takut akhirnya anaknya akan membenci ayahnya sendiri.Apakah Naya sanggup menghadapi pertanyaan-pertanyaan anaknya tentang ayah kandungnya? Naya menghela

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Kehilangan Segalanya

    Pov Hanan Netraku mulai meneteskan air mata begitu mendengar ketukan palu dari Hakim pertanda berakhirnya sidang perceraianku dengan Naya.Dengan begitu, berakhir pula pernikahan yang sudah sepuluh tahun aku bina dengan Naya. Pernikahan yang membuatku menjadi lelaki paling bahagia karena bisa mendapatkan istri seperti Naya.Setiap yang ada pada diri Naya adalah dambaan semua lelaki. Seharusnya aku merasa beruntung memiliki Naya, bukan malah menyakitinya begitu saja.Apalagi sekarang Naya sedang mengandung anakku, darah dagingku. Seharusnya pernikahanku dengan Naya dipenuhi dengan kebahagiaan menanti kehadiran anak pertama kami.Aku tidak akan bisa melihat kelahiran anak pertamaku yang begitu aku tunggu-tunggu. Karena masa hukumanku yang masih lama. Saat anakku lahir, aku masih berada di dalam penjara.Entah Naya kelak mengijinkan aku untuk bertemu dengan anakku sendiri atau tidak. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan.Sesungguhnya aku sangat berharap Naya mau memberikan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status