Pov Hanan Dua tahun masa hukumanku akan segera berakhir, aku tidak sabar keluar dari sini dan mencari keberadaan Naya. Aku ingin melihat wajah anakku seperti apa, apakah dia akan seperti Naya atau sepertiku.Bolehkah aku berharap untuk kembali bersama Naya lagi? Merajut rumah tangga bahagia seperti dulu lagi. Apalagi aku sudah sepenuhnya berpisah dari Melisa.Tidak akan ada yang akan menghalangi kebahagiaan kami lagi. Apakah Naya mau menerimaku kembali menjadi suaminya jika aku keluar dari sini? Aku sungguh berharap bisa bersatu kembali dengan Naya.Semoga saja aku masih diberi kesempatam untuk memperbaiki semua kesalahanku pada Naya. Aku janji, akan memperlakukan Naya lebih baik lagi, jika dia mau kembali padaku. Aku tidak akan menyakitinya lagi, aku akan selalu membahagiakannya.Aku mencoba memejamkan mata, berharap hari esok cepat datang, dan aku akan segera keluar dari sini.***Hari yang aku tunggu pun datang, aku sudah bebas hari ini. Aku berada di pinggir jalan, menanti ibu da
"Sudah sampai, Bu," ucap sopir pada Naya yang sedang melamun sembari mengelus-ngelus puncak kepala Aryan—anak semata wayangnya."Oh iya, Pak." Naya pun beranjak turun dari mobil sembari menggendong Aryan.Netra Naya memandang restorannya yang sudah banyak berubah semenjak dia meninggalkannya, sudah hampir dua tahun Naya meninggalkannya untuk diurus Dinda.Perlahan Naya melangkahkan kaki masuk ke dalam restoran, nampak suasana ramai menyambut kedatangannya kembali.Di ambang pintu sudah ada Dinda dan Arya, sekarang mereka telah menjadi sepasang suami istri. Tidak menyangka dokter yang dulu pernah menaruh hati pada Naya sudah menemukan jodohnya.Naya mengulum senyum membayangkan bagaimana dulu mereka dekat hingga akhirnya berakhir menjadi sahabat.Arya sempat menyatakan perasaannya kepada Naya tapi dia tentu tidak bisa membohongi perasaannya dengan menerima Arya.Naya sungguh merasa tidak pantas bersanding dengan Arya mengingat status yang telah dia sandang. Lebih baik mereka menjadi sa
Naya bergegas kembali ke dalam restoran saat tak menemukan sosok Hanan. Dia berjalan menunduk kembali merasakan perasaan sedih karena teringat Hanan.Naya berjalan sembari mengusap air mata yang tak bisa dia tahan."Bruk—." Naya terjatuh karena tidak sengaja menabrak seseorang di depannya.Naya meringis saat sikunya terbentur lantai dengan keras. Dia masih menunduk mengusap-usap sikunya dengan telapak tangannya."Maaf, saya tidak sengaja," ucap seseorang yang telah menabrak Naya."Tidak apa-apa," sahut Naya sembari mendongakkan kepala.Netra Naya membulat ketika melihat siapa yang telah menabraknya, perlahan dia melebarkan senyum melihat sosok tersebut."Ibu Naya?" tanya sosok tersebut juga ikut terkejut.Naya pun bangkit dari posisinya terjatuh dan berdiri di depan sosok tersebut."Iya, Pak Alan. Ini saya," jawab Naya sembari tersenyum.Alan mengembangkan senyumnya dan bertanya, "Apa kabar, Bu? Sudah lama sekali saya tidak pernah melihat Ibu Naya?""Alhamdulillah, baik. Bagaimana d
Pov Naya"Bagaimana, Mbak? Apakah Mbak masih mengharapkan laki-laki yang sudah membuatmu menderita? Apakah Mbak masih saja terjebak dalam masa lalu, hingga tidak berani memberi kesempatan pada Pak Alan? Apakah terlalu sulit menghilangkan bayang-bayang masa lalu yang menyedihkan?" tanya Dinda bertubi-tubi semakin membuatku kalut.Tanganku meremas satu sama lain, pertanyaan Dinda menusuk hatiku. Sedikit banyak apa yang Dinda tanyakan memanglah benar. Aku memang belum bisa melupakan bayang-bayang masa lalu.Bukan aku ingin kembali pada Mas Hanan, akan tetapi perasaan takut dan trauma selalu menghantuiku.Kurasakan tangan Dinda meremas tanganku dengan lembut, aku pun menatap mata Dinda dalam."Mbak juga berhak untuk bahagia, jangan terlalu tenggelam dalam masa lalu, Mbak. Kami semua juga ingin melihat Mbak Naya bahagia dengan pasangan baru Mbak Naya. Janganlah takut untuk memulai kembali, mungkin saja Pak Alan adalah jodoh terakhir untukmu, Mbak," ucap Dinda sembari tersenyum lembut.Aku
"Maaf Sayang jika Mas harus pergi keluar kota, Mas janji akan cepat kembali," ucap Hanan sembari mengeratkan pelukannya pada Naya sang istri. Naya pun membalas pelukan Hanan dengan erat juga. Setelah puas memeluk istrinya perlahan Hanan melepas pelukannya dan mengecup kening Naya sebelum dia beranjak pergi.Naya dan juga Hanan pasangan suami istri yang sudah menikah selama sepuluh tahun, tetapi mereka belum juga dikaruniai keturunan.Segala macam pengobatan sudah mereka tempuh, tapi tak kunjung membuahkan hasil. Mungkin memang belum saatnya mereka mendapat keturunan.Sepuluh tahun berumah tangga, Hanan begitu mencintai Naya, tak pernah dipermasalahkan jika mereka belum mempunyai keturunan. Hanya Ratih, ibu Hanan yang selalu mendesak untuk diberikan cucu.Pernah Ratih mencaci Naya karena dia tak kunjung juga hamil.***"Sampai kapan Ibu harus menunggu kau hamil, Nay? Ibu sudah ingin menimang cucu?" tanya Ratih dengan suara sedikit meningg
Waktu sudah menunjukan pukul satu siang, Naya pun segera bersiap menuju cafe tempatnya bertemu dengan Melisa.Naya memasuki cafe dengan hati berdebar setelah sampai, kakinya melangkah menuju tempat duduk di dekat jendela. Naya duduk sambil bermain ponsel sembari menunggu Melisa datang.Naya jengah, Melisa belum juga datang. Netranya memandang suasana cafe yang nampak masih sepi. Untunglah suasana sepi, Naya tidak terlalu nyaman jika tempat tersebut ramai di saat hatinya sedang gundah.Selang sepuluh menit seorang wanita masuk dan berjalan menuju ke arah Naya. Dia tak yakin apakah yang berjalan ke arahnya adalah Melisa atau bukan, karena Naya belum pernah bertemu dengan Melisa."Maaf Mbak, membuat Mbak menunggu lama," ucap Melisa menggeser kursi yang berhadapan dengan Naya.Naya terdiam memandangi Melisa dari atas sampai bawah, Melisa mengenakan gamis senada dengan hijab panjangnya. Naya akui Melisa cantik dan terlihat anggun. Naya pun bertanya-tany
Netra Naya seakan enggan sekali memejam, dilihatnya jam di atas nangkas sudah menunjukan pukul dua malam.Naya bangkit dari pembaringan, dilangkahkan kakinya menuju balkon. Dia duduk di kursi memandang gelapnya malam. Angin berhembus menerpa wajahnya, dingin terasa menusuk tulangnya.Naya termenung terngiang ucapan Melisa tentang ibu mertuanya. Tidak dia sangka mertuanya tega kepadanya, kurang apa Naya sebagai menantu. Tak pernah dia melawan apapun ucapan Ratih. Jika Ratih meminta sesuatu pun Naya akan selalu mengabulkannya tanpa mengeluh sedikit pun.Awal Naya menikah dengan Hanan, Ratih sangat baik padanya, tapi semua berubah setelah Naya tak kunjung juga hamil. Ratih berubah tidak menyukainya, bahkan Ratih sering sekali memaki ataupun menghina Naya.Udara dingin semakin menusuk, Naya memutuskan masuk kembali ke kamar. Dia berbaring di pembaringan, mencoba memejamkan matanya walaupun sulit.Adzan Subuh kembali membangunkan Naya, hanya satu jam di
Naya terbangun dan berlari menuju kamar mandi, dia merasakan perutnya bergejolak, mual ingin mengeluarkan isi di dalam perutnya, akan tetapi tak ada yang keluar saat dimuntahkan.Badannya terasa lemas tak bertenaga, dia mengingat kemarin hanya sempat sarapan sebelum Hanan datang, setelahnya tak dapat dia menelan apapun.Naya melangkah dengan lemas ke dapur dan membuat teh untuk menghangatkan perutnya. Setelah selesai dia menyesap teh hangat tersebut, dia sedikit lega mualnya berangsur berkurang.Malam semakin larut, ternyata dia tertidur setelah menangis sejak mengusir Hanan siang tadi. Matanya masih berat, ingin kembali memejam.Setelah mualnya mereda, Naya kembali ke kamar. Direbahkan kembali tubuhnya di ranjang, mungkin dengan beristirahat kembali mual yang dirasakannya akan menghilang dengan sendirinya.Namun menjelang Subuh mual yang dirasakannya semakin menjadi, bertambah lemas pula tubuhnya dan tak bertenaga. Naya pun memutuskan untuk