Bab 37Perempuan itu hanya mengangguk. Tak ada tanggapan. Dia memilih cepat-cepat masuk ke dalam rumah.Tidak mungkin ia meladeni perempuan tetangga sebelah rumahnya. Dia tak bisa berbohong lagi. Kebohongan satu akan berujung pada kebohongan yang lain.Terlalu banyak dosanya. Pekerjaan pagi ini bisa di handle Aya dan Lia. Dia hanya kebagian membuat bumbu. Membuat bumbu memang pekerjaan yang harus ditangani sendiri, karena menyangkut rahasia dapurnya. Tidak ada orang yang bisa di percayai seratus persen, bukan?Setelah selesai membuat bumbu, Sania kembali ke kamarnya. Dia mulai menyusun bantal, melipat selimut, dan ya... Aroma Raka tertinggal di pembaringan ini. Dia mencium selimut itu, mencoba menghadirkan sosok Raka disini."Bagaimana mungkin aku bisa jatuh cinta pada adik iparku sendiri?" Sania mengerang lirih. "Kenapa aku bisa luluh padanya? Bagaimana kalau orang-orang tahu hubungan kami?" Sania mengenang sapaaan tetangganya barusan. Mungkin hari ini masih aman, tapi entahlah kal
Bab 36"Aya!" pekik Sania. Matanya seketika melotot.Ingin rasanya memarahi dua gadis itu, tapi dia tidak sanggup. Aya dan Lia, dua kakak beradik itu benar-benar menggemaskan dan sangat disayanginya, namun sekaligus menyebalkan jika sudah seperti ini."Tenang, Kak. Ayo tarik nafas dulu." Lia memeluk Sania dari belakang. Dia baru saja selesai mencuci piring. Tangannya yang basah ikut membuat lengan Sania juga basah."Kami sayang Kakak. Kami hanya punya Kakak, dan kami ingin Kakak bahagia bagaimanapun caranya. Jangan marahin Aya ya, Kak," lirih Lia. Sementara saudaranya hanya menunduk takut."Tapi akibatnya itu membuat Raka bisa bebas keluar masuk rumah ini. Itu kesalahanmu, Aya!""Memangnya kenapa kalau Kak Raka bebas keluar masuk ke rumah ini? Dia bukan pencuri loh.""Siapa bilang dia bukan pencuri? Dia itu mencuri sesuatu yang ada di sini, Aya." Sania menunjuk dadanya. Suaranya serak. "Kamu paham maksud Kakak?""Itu hal yang wajar, Kak. Aku melihat Kak Raka itu orangnya baik. Dia say
Bab 35"Raka... kenapa nekat datang malam-malam begini?!"Sania sangat terkejut. Dia baru saja keluar dari kamar, tetapi Raka sudah muncul di ruang tamu. Artinya, pria itu sudah membuka pintu rumah lebih dulu, padahal Sania memastikan pintu rumah sudah terkunci dengan benar. Pria itu melepaskan helm dan jaketnya, sehingga yang tersisa kini hanya kaus ketat yang mencetak tubuh kekarnya serta celana panjang yang pas membalut bagian bawah tubuh Raka."Memang sudah niat, karena aku tahu kamu pasti akan menginap di rumah ini. Aku bahkan meminta Aya agar meletakkan kunci di luar rumah, di tempat yang sudah aku tentukan," ujarnya tanpa beban."Aya?" Sania langsung ternganga. Sampai sejauh itu dua asisten rumah catering-annya ini mendukung hubungannya dengan Raka. Ya Tuhan, ini sudah tidak benar. Dia sudah menasehati dua gadis itu, bahwa perbuatannya dengan Raka bukan hal baik untuk di tiru.Memberikan kunci cadangan untuk Raka sama artinya dengan mengundang harimau masuk ke dalam rumah in
Bab 34"Cie cie... romantis amat. Seperti dunia milik berdua, yang lainnya pada ngontrak, seperti kami ini," celetukan Lia disertai tawa kecil Aya."Kalian...." Mata Sania seketika melotot. Refleks dia memukul lengan pria itu, lalu beberapa detik kemudian dia menunduk. Malu sekali rasanya. Seharusnya mata dua gadis itu tak perlu ternoda oleh adegan tak pantas.Menyesal sekali. Dia merasa sudah mencontohkan hal yang terbaik pada dua gadis itu."Tidak apa-apa. Aya dan Lia bisa dipercaya, kan?" ujar pria itu terdengar sangat santai sembari menunjuk dua gadis yang masih tetap asyik dengan pekerjaannya."Aman, Kak. Kita semua bisa dipercaya, asalkan bayarannya cocok....""Dasar mata duitan!" sembur Sania. Wanita itu merasa semakin malu, malu tak terkira. Dan sekali lagi dia mencubit lengan Raka yang tetap dengan ekspresinya seolah tanpa dosa.Kenapa pria itu sangat percaya diri?Sania benar-benar tidak habis pikir."Setiap orang butuh duit. Itu pengalaman kami saat masih di jalanan." Tawa
Bab 33"Wow... Ini kalung mahal, Nak. Apa kamu sudah izin pada Randy untuk menggunakan uangnya?" Ibunya benar-benar polos. Sampai sejauh ini, dia masih tetap menganggap jika keadaan rumah tangga putrinya baik-baik saja.Sebersit pikiran melintas di kepala Sania untuk membatalkan semuanya. Tapi ia berpikir, itu tak mungkin. Ibunya harus tahu hal yang sebenarnya. Dia mengambil resiko sebesar itu, dan berharap setelahnya akan baik-baik saja. Karena bagaimanapun, suatu saat ibunya akan mengetahui semua yang sudah terjadi. Apalagi ia memiliki rencana untuk merenovasi rumah ibunya.Hanya tinggal menunggu waktu, dan keadaan keuangannya semakin membaik."Ini aku beli dengan uangku sendiri, Ma, bukan uang Mas Randy....""Tidak mungkin! Kalau bukan dari Randy, dari mana kamu dapat uang untuk membeli kalung ini? Kalung ini sangat cantik dan harganya pasti sangat mahal." Perempuan paruh baya itu terus membantah. Namun dia tetap menimbang benda itu. Dia sangat takjub karena baru kali ini ia meme
Bab 32Benar, Randy memang memeluknya sepanjang malam, tapi besok pagi dia harus mendapat omelan dari Mutia. Janjinya tanggung jawab, tapi ternyata Randy tidak mengucapkan sepatah kata pun untuk membela dirinya.Sania benar-benar geram. Dia memutuskan untuk tidak membuat sarapan pagi ini. Biarkan saja seisi rumah kelaparan. Dia langsung mandi dan bersiap untuk menuju rumah kontrakannya, karena tentu masih ada pekerjaan yang harus ia selesaikan."Biar aku sarapan di rumah kontrakan saja bersama dengan Aya dan Lia," gumam Sania setelah ia mengunci kamar dan melangkah keluar."Mau ke mana kamu pagi-pagi begini?" tegur mama Asih. Wanita itu tengah duduk menghadap meja makan yang kosong."Aku mau pergi, Ma. Mama bikin sarapan sendiri ya," ujar Sania ringan seolah tanpa beban dan terus melangkah melewati ruang makan menuju ruang tamu."Bikin sarapan dulu, Sania. Jangan main pergi aja! Urus dulu suamimu!" teriak mama Asih yang kaget dengan respon Sania yang membangkang perintahnya. Wanita it