Aku Tidak Mandul, Mas!

Aku Tidak Mandul, Mas!

last updateLast Updated : 2024-06-16
By:  Jannah ZeinOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
32Chapters
1.9Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Dia istri yang tak dianggap. Hanya karena belum bisa melahirkan keturunan, Sania dipaksa harus merelakan suaminya untuk menikah dengan perempuan lain, yang mirisnya perempuan itu adalah sepupunya sendiri. Namun Sania tak menyerah. Dia ingin membuktikan kepada semua orang jika bukan dia yang tak mampu memberikan keturunan, tapi suaminya sendiri yang mandul. Mohon dukungannya ya, pamirsa. Terima kasih.

View More

Chapter 1

Dia Sudah Dimadu!

Bab 1

"Cepat tanda tangan, Sania! Kita sudah tidak punya banyak waktu. Tuh lihat, penghulu sudah datang dan menunggu tanda tangan dari kamu," desak ibu mertuanya. Mata wanita paruh baya itu melotot. Ekspresi wajahnya demikian bengis.

Sania menelan ludah menatap nanar lembaran kertas itu. Benda yang seharusnya tidak perlu berada di hadapannya, karena selamanya dia tidak akan menyetujui pernikahan kedua suaminya. 

Tak ada seorangpun wanita yang mau dimadu, apapun alasannya. 

Namun kenyataannya ia kalah suara. Sebesar apapun penolakannya, tetap saja pernikahan Randy dan Mutia harus terjadi. Dan kini tanda tangannya sedang dibutuhkan sebagai tanda persetujuannya sebagai istri pertama.

"Ayo cepat! Akad nikah akan segera dimulai," timpal Nuri. Dia malah mengambil pulpen dan meletakkannya ke telapak tangan Sania. "Kamu harus tanda tangan. Kalau kamu nggak mau tanda tangan, maka Kakak akan minta Randy untuk menceraikanmu sekarang juga!"

"Iya nih, jadi istri kok nggak berguna banget. Sudah nggak bisa ngasih anak, malah nggak mengizinkan suaminya nikah lagi. Jangan serakah kamu, Sania. Keluarga kami butuh keturunan!" Wanita paruh baya itu beringsut, merapatkan tubuhnya pada Sania sehingga lututnya kini menyentuh lutut wanita muda itu.

"Anak itu adalah titipan Allah, Ma, bukan kita yang atur. Aku juga pengen punya anak, tapi mau bagaimana lagi? Mungkin memang belum waktunya. Aku sudah melakukan segala cara supaya mendapatkan momongan."

"Justru itu, Sania. Salah satu cara mendapatkan anak adalah membiarkan suami kamu menikah lagi! Harus berapa kali Mama bilang itu kepadamu." Ibu mertuanya mendengus. 

Padahal posisi tubuh mereka saling merapat tetapi tetap saja wanita paruh baya itu berbicara dengan sangat keras sehingga kalimat yang meluncur dari mulut ibu mertuanya terasa memekakkan di telinga Sania

"Nanti kalau Randy dan Mutia punya anak, artinya kamu juga akan punya anak. Kamu akan ikut merawat bayi itu. Toh kamu juga yang senang, kan? Makanya jadi perempuan itu jangan serakah. Biarkan saja suamimu nikah lagi. Lagi pula, Mutia itu saudara sepupumu, kan? Jadi kamu sudah sangat mengenalnya!" Bujukan sang ibu mertua lebih bernada memaksa.

"Please, Ma. Jangan paksa aku...."

"Stop, Sania! Jangan berdebat. Ini adalah acara akad nikah dan kamu nggak bisa menolak lagi. Tapi acara ini nggak bisa dimulai kalau kamu nggak mau tanda tangan. Tolong, jangan mengacaukan acara ini dan membuat malu seluruh keluarga. Ayo, cepat tanda tangan!"

Sania tidak punya pilihan kecuali membubuhkan tanda tangan di atas namanya. Setelah itu, Asih, ibu mertuanya dan Nuri, kakak iparnya segera kembali ke ruangan depan tempat acara akad nikah itu berlangsung dengan membawa surat itu.

Sania menghembuskan nafas berat ketika kedua perempuan itu sudah menjauh darinya. Butiran bening jatuh membasahi pipinya, tak bisa ia cegah.

Tak ada seorang wanita pun rela dimadu, meski Sania tahu kekurangannya. Lima tahun pernikahannya dengan Randy, namun ia tidak kunjung hamil. Sudah berulang kali kontrol ke dokter. Dia pun melakukan semua saran dari dokter, tetapi sampai saat ini usahanya belum juga membuahkan hasil. Dia belum juga hamil. 

Sania meraba perutnya yang masih rata tatkala lamat-lamat telinganya mendengar suara suaminya melafalkan akad untuk seorang perempuan bernama Mutia Artamevia.

Mutia itu adik sepupunya. Ayah Mutia adalah saudara ibunya. Kini adik sepupunya resmi menjadi adik madunya.

Rasanya separuh nyawanya hilang, tetapi Sania tidak bisa berbuat apa-apa. 

Randy sudah berjanji untuk bersikap adil, meski sebenarnya Sania tidak yakin.

Mungkin jika wanita lain akan langsung meminta cerai saat suaminya memutuskan untuk menikah lagi, tetapi tidak bagi Sania. Dia ingin membuktikan kepada keluarga ini bahwa dia tidak mandul.

"Aku tidak mandul, Mas!" Berulang kali Sania mesugesti dirinya sendiri supaya kuat dalam menerima pernikahan kedua suaminya. Hati kecilnya mengatakan bahwa pernikahan ini akan menjadi taruhan untuk membuktikan siapa sebenarnya yang bermasalah. Sania atau Randy.

Jika akhirnya Mutia tidak kunjung hamil juga, maka bisa dipastikan Randy lah yang bermasalah.

"Kuat, Sania! Kuat! Biarlah waktu yang akan membuktikan jika aku sebenarnya tidak mandul." Wanita muda itu menggumam.

Dia sudah memeriksakan dirinya berulang kali ke dokter. Tidak ada masalah pada kandungannya. Dia wanita yang subur. Mungkin hanya waktu saja atau jangan-jangan suaminya yang justru mandul? 

Sania menggigit bibirnya tatkala teringat bahwa suaminya selalu menolak untuk diajak periksa ke dokter. Suaminya selalu melimpahkan kesalahan kepadanya yang menyebabkan mereka sampai saat ini tidak juga diberi keturunan.

Randy selalu yakin bahwa dia sangat subur.

Sania sudah pernah mengucapkan kemungkinan itu kepada ibu mertuanya, tetapi hanya hinaan dan cercaan yang Sania dapatkan.

Bukankah seorang ibu akan selalu membela anaknya? 

Sania menggigit bibirnya, berusaha untuk menahan tangis. Sania tidak ingin suara isakannya terdengar, apalagi di luar sana orang-orang nampak bersorak-sorai. 

Memang, akad nikah ini tidak mengundang banyak orang, hanya beberapa anggota keluarga saja bahkan dari keluarga Mutia, hanya ada ibu dan pamannya. Namun kemeriahan itu tanpa begitu terasa.

Atau jangan-jangan dirinya yang terlalu sensitif, terlalu meratapi nasib?

"Sabar, Nak. Sabar. Setidaknya adik madu kamu bukan orang lain. Dia sepupumu. Jikalau mereka nanti memiliki anak, maka itu akan menjadi anakmu juga, sekaligus keponakanmu." Sebuah tepukan lembut dan terasa hangat mampir di pundak Sania yang membuat seketika wanita muda itu menoleh.

"Paman...."

Sania mengambil tisu dan menghapus sisa air matanya.

"Paman mengerti perasaan kamu, tapi Paman tidak punya pilihan, kecuali menikahkan Mutia dengan suamimu. Apalagi selama ini mereka sudah begitu dekat. Mutia tinggal dalam satu rumah dengan kalian dan bekerja dalam satu perusahaan pula dengan Randy. Paman sangat khawatir akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan." Saudara ibunya yang bernama Dimas itu nampak menelan ludah sebelum memutuskan untuk melanjutkan kata-katanya. 

"Lagi pula suamimu sangat menginginkan keturunan. Jadi apa salahnya jika kita coba saja? Kamu akan tetap menjadi istri pertama Randy. Selamanya istri pertama itu lebih unggul," bujuk pria setengah baya itu yang kini duduk di hadapan Sania.

Namun hanya senyum getir yang Sania tunjukkan. 

"Aku tidak yakin, Paman. Mutia itu lebih cantik dan muda dariku. Pasti ujung-ujungnya Mas Randy akan lebih cenderung kepada Mutia. Tapi ya, kita lihat saja bagaimana nanti."

***

Hari sudah berangsur siang. Keriuhan yang terjadi di ruang depan tampaknya sudah mulai surut. Tamu-tamu sudah meninggalkan rumah itu dan kini hanya menyisakan keluarga inti saja. 

Sania akhirnya memasuki ruang depan. Matanya nanar memindai sekeliling ruangan, ruangan yang di hias indah untuk keperluan acara yang barusan selesai itu. Meski masih terbilang sederhana, tetapi tetap saja hatinya tersayat.

Dia sudah dimadu!

Tak pernah terbayang dibenaknya jika rumah tangganya akan dicederai oleh kehadiran perempuan lain sebagai adik madu.

Sania mengusap wajahnya dengan kasar, lantaran merasakan basah di telapak tangannya.

Ya Tuhan, dia menangis lagi.

Tak ingin larut dalam kesedihannya, dia mulai mengumpulkan piring-piring kotor dan perangkat makan yang lainnya, kemudian membawanya ke tempat pencucian piring di belakang rumah. Tidak ada yang membantunya, padahal ia harus bolak-balik dari ruang makan ke belakang rumah untuk membawa perangkat makan yang sudah digunakan itu. 

Hanya Sania sendiri yang menyelesaikan pekerjaan ini. Dia memang terbiasa mengerjakan segala sesuatunya di rumah ini.

"Sania," panggil ibu mertuanya

Wanita itu menoleh. Dia menghentikan sejenak kegiatannya menyabuni tumpukan piring kotor di hadapannya.

"Ya, Ma. Ada apa?"

"Tinggalkan saja dulu pekerjaanmu. Kembalilah ke kamar dan segera kemasi barang-barangmu...."

"Barang-barangku?" sela Sania. Dadanya seketika berdegup dengan tubuh yang mulai terasa lemas. Pikiran buruk mulai berseliweran dibenaknya. Sania menatap Ibu mertuanya dengan intens, berusaha mengalami isi otak wanita baya itu.

Apakah ibu mertuanya akan mengusirnya, setelah semua pengorbanan yang ia lakukan untuk keluarga ini?

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
32 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status