Beranda / Rumah Tangga / Aku Tidak Mandul, Mas! / Dia Suamiku, Bukan Hanya Suamimu!

Share

Dia Suamiku, Bukan Hanya Suamimu!

Penulis: Jannah Zein
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-10 23:21:26

Bab 7

"Raka, please! Kamu nggak usah terlalu perhatian sama aku. Aku tidak ingin membuat masalah pagi ini." Sania merebut piring dari tangan Raka ketika pria itu berjalan menuju meja makan.

Sania terpaksa melakukan ini, meskipun sebenarnya di hati merasa senang dengan sikap baik adik iparnya. Akan tetapi jika mengingat ucapan ibu mertuanya tadi malam, membuatnya nyalinya menjadi ciut.

"Membuat sarapan itu sudah menjadi tugasku. Dan bukankah aku sudah melakukan apa yang kamu minta? Aku sudah sarapan, Raka. Tenagaku sudah kuat. Kamu nggak usah segitunya khawatir. Oke?!" ucap Sania lagi.

Pria itu mendengus kasar.  Penolakan dan protes Sania sama sekali tidak menyurutkan niatnya untuk membantu Sania menyiapkan sarapan. Dia mengambil gelas dan sendok, lalu membawanya ke meja makan.

Tak ada seorangpun di tempat itu, kecuali mereka berdua. Raka merasa itu sudah cukup aman. Dia bisa membantu Sania tanpa sepengetahuan orang-orang yang tinggal di rumah ini.

Lagi pula, dia melakukannya tidak setiap hari, bahkan pagi ini dia akan berangkat bekerja, lalu malamnya dia akan menginap di apartemen. Raka lebih senang menginap di apartemennya, karena tidak tahan dengan sikap ibundanya sendiri yang selalu memintanya untuk menikah.

Bukan ia tidak mau menikah, hanya saja belum menemukan seseorang yang tepat. Setiap wanita yang dekat dengannya selalu mengincar harta dan fisiknya, bukan dirinya apa adanya. Bahkan tidak sedikit wanita yang rela melemparkan diri ke ranjangnya. Itu yang tidak Raka suka.

Raka menginginkan seorang wanita yang mau menerima ia apa adanya, dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Wanita yang mencintai dirinya dengan hatinya, seperti...

Pria itu menggeleng samar seraya menghela nafas.

Sangat tidak baik jika dia membandingkan dirinya dengan sang kakak. Randy sebenarnya sangat beruntung mendapatkan Sania yang selalu mengerti dan mau mengalah. Sayangnya kakaknya terlalu jumawa dan serakah, menikahi dua orang wanita, padahal Sania dan Mutia itu saudara sepupu.

Raka meletakkan beberapa gelas dan sendok ke meja makan, lalu mengangkat wadah besar berisi nasi goreng, meskipun Sania sudah melarangnya.

"Sudah cukup, Raka. Kamu nggak perlu melakukan apapun lagi. Sekarang duduklah. Aku akan mengambilkan nasi goreng untukmu," perintah wanita itu seperti seorang ibu kepada anaknya.

Pria itu tersenyum lalu menarik kursi dan duduk. Sania mengambilkan nasi goreng kemudian memberinya topping berupa irisan telur dadar suwir ayam dan bawang goreng serta kerupuk.

"Terima kasih," ucap Raka sumringah.

Wanita itu tersenyum kemudian mengangguk, lalu berturut-turut orang-orang di rumah ini berdatangan, menghampiri meja makan. Asih, Nuri, Randy dan Mutia. Beruntung kali ini Mutia tidak tantrum. Dia nampak melahap nasi goreng buatan Sania, bahkan sampai minta tambah. Mungkin dia kelelahan sehabis begadang melayani nafsu besar suaminya.

Sania undur diri setelah memastikan semuanya makan dengan lahap. Dia melangkah menuju dapur dan mencuci semua peralatan masaknya.

"Aku sudah selesai." Suara Raka kembali terdengar dari arah meja makan.

Bibir Sania tersenyum mengenang perhatian yang ditunjukkan oleh Raka barusan. Baru kali ini ada orang yang membantunya menyiapkan sarapan. Biasanya dia hanya sendiri melakukan itu.

"Aku berangkat kerja dulu ya, Sania. Kalau ada apa-apa, kamu bisa telepon aku." Suara bariton itu kembali terdengar. Kali ini suaranya terdengar jelas. Entah sejak kapan pria itu memasuki dapur. Sania menoleh sekilas, lalu membasuh tangannya hingga bersih.

"Iya, hati-hati di jalan." Wanita itu tersenyum.

Raka pun mengangguk. Dan tanpa menoleh dia pun segera berlalu dari tempat itu. Sementara satu persatu orang-orang sudah selesai sarapan. Sania membereskan meja makan dan mengangkut sisa makanan untuk ditaruh di lemari penyimpanan.

***

Hari-hari berlalu tanpa terasa. Sania sudah mulai berdamai dengan jalan hidupnya, meski sepi di malam-malamnya tak bisa ia pungkiri. Bagaimanapun dia wanita normal dan merindukan belaian seorang lelaki. 

Apapun yang terjadi, ini adalah pilihannya. Dia harus bisa bertahan. Dia harus kuat.

Jika dia lebih memilih berpisah daripada dimadu, ibunya pasti akan terpukul. Wanita setengah tua itu memang mengetahui jika Randy menikah lagi, tetapi Sania selalu bilang jika tujuan pernikahan itu adalah untuk mendapatkan keturunan. Lagi pula, sosok Randy di mata ibunya memang terkenal sangat baik. 

Sangat tidak mudah untuk mengubah cara pandang ibunya tentang Randy

"Mas sejak kapan berada di sini?" Sania baru saja selesai mandi dan kaget saat mendapati sang suami sudah berada di kamarnya. 

Seminggu sudah berlalu dan baru kali ini Randy berkunjung ke kamarnya. Sania menatap jam dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul 21.00 malam.

"Mas mau menginap di sini?" Dada wanita itu seketika berdebar. Dia lantas melangkah menuju pintu dan menutup pintu rapat-rapat.

"Memangnya mau mengajak kamu jalan-jalan? Lucu kamu ini, Sania," tukas pria itu seraya berdiri. Sudah seminggu ia tidak menyentuh Sania dan nalurinya sebagai seorang lelaki tergiur melihat pemandangan di hadapannya.

Sania hanya mengenakan jubah mandi dan di dalamnya pasti tidak mengenakan apapun. Pria itu menatap istri pertamanya penuh arti, tatapan yang lekat tatkala menyadari jika sebenarnya istri pertamanya tidak kalah cantik. Hanya saja Sania memang tidak pernah merawat wajah dan tubuhnya, beda dengan Mutia yang rutin perawatan ke salon.

Jujur, Sania merasa jijik saat tangan pria itu menjelajah wajah dan tubuhnya. Namun ia berusaha menepiskan rasa itu. Dia harus membuktikan kepada semua orang bahwa ia tidak mandul. Kalau Randy tidak menggaulinya, bagaimana mungkin dia bisa hamil?

Wanita itu memejamkan mata saat bibir mereka bertemu. Randy menciumnya dengan begitu rakus, seperti orang yang lama tidak menyentuh bibir wanita. Padahal Sania berani bertaruh, jika pria itu sudah menggempur istri keduanya sebelum masuk ke kamar ini. Tetapi sepertinya Randy tidak pernah merasa puas

Hasrat Randy memang besar dan Sania mengakui hal itu. Sayang sekali sebenarnya jika akhirnya kenyataan membuktikan bahwa Randy lah yang sebenarnya bermasalah.

Sania menggigit bibirnya tatkala mulut pria itu mulai turun. Ada gelenyar aneh yang membanjiri sekujur tubuhnya, membuat wanita itu merasakan perutnya seperti dipenuhi ribuan kupu-kupu. Tubuhnya mengejang lantas memekik lirih. 

Sania mencapai kepuasannya untuk pertama kali.

Randy menyeringai dan tersenyum puas melihat wajah dan tubuh cantik yang terbaring tanpa busana itu mendapat pelepasan pertamanya. Dia pun mulai menanggalkan kain penutup di tubuhnya, lalu kembali merangkak ke tempat tidur.

"Mas! Mas, kamu di mana?!" Suara ketukan berlalu-talu membuat Randy yang sudah bersiap-siap memasukkan senjata pusakanya ke liang surgawi milik istri pertamanya seketika mengurungkan niat. 

"Mutia," gumam Sania. Wanita itu seketika memasang wajah cemberut. Kesal, tentu saja.

Malam ini seharusnya waktu gilirannya, tetapi kenapa Mutia justru masih mencari suaminya?

Sania mendorong tubuh Randy yang berada di atas tubuhnya, kemudian bangkit. Dia mengambil jubah mandinya dan mengenakannya asal, lalu berjalan menuju pintu.

"Ada apa, Mutia?" tegur Sania.

"Mana Mas Randy?" Mutia tidak sekedar bertanya, tetapi tubuhnya sudah merangsak masuk ke dalam kamar.

"Mas, kamu di sini?" Mutia memekik. Namun Randy segera bertindak untuk membekap mulut wanita itu.

"Mutia, malam ini adalah jatah giliranku. Jadi wajar jika suamiku ada di kamar ini," tegas wanita itu mengingatkan.

"Suamimu?" Kening wanita itu berkerut. Mutia berjalan menuju Sania dan berhenti saat jarak keduanya kurang dari satu meter.

"Bukankah kita sudah berbagi tugas? Kamu yang mengurusi rumah ini dan aku yang melayani kebutuhan ranjangnya Mas Randy? Kamu lupa dengan kesepakatan kita?" balas Mutia tak mau kalah.

Sania tertawa hambar, lantas menepuk bahu wanita itu sekilas. 

"Aku tidak pernah merasa menyetujui, jadi aku tidak pernah menganggap itu sebagai sebuah kesepakatan. Lagi pula Mas Randy berhak masuk ke kamar ini, karena aku masih istrinya dan aku pun berhak atas waktu dan kunjungannya. Sebaiknya kamu tahu diri, Mutia. Sebagai istri kedua, tidak pantas kamu memonopoli suamimu, karena Mas Randy itu suamiku, bukan hanya suamimu!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Jannah Zein
Bukan terlalu lembek. dia hanya mencari saat yang tepat untuk membalas. novel ini alur lambat. jadi tidak bisa sat set tokoh utama langsung jadi super women. coba cek di bab-bab berikutnya. Sania akan menjadi wanita kuat secara perlahan.
goodnovel comment avatar
Srie Yunathie
thor aku kurang senang membaca tokoh utamanya tdk tegas dan terlalulembek
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Ipar Adalah Maut!

    Bab 53Setelah Mutia dan ibunya berhasil ia usir, Sania kembali masuk ke dalam rumah bibinya. Dia tersenyum getir manakala mendapati ibunya yang berbaring di lantai tanpa alas kain, hanya dengan sebuah bantal sebagai penyangga kepala."Mama...." Perempuan itu berjalan menghampiri. "Maafkan Sania, Ma.""Apa benar apa yang dikatakan oleh Wina dan Mutia itu, Nak?" tanya bibi Salma."Katakan jika mereka berbohong...."Namun Sania justru menggeleng. Sudah terlanjur, lebih baik ia jujur. Apa gunanya menyimpan kebusukan, toh akhirnya tercium juga oleh ibunya. Tadi selintas dia sudah memikirkan. Sania jadi mengerti, kedatangan tante Wina dan Mutia hanya salah satu jalan yang ditunjukkan Tuhan agar ibunya mengetahui semua hal buruk yang sudah ia lakukan bersama dengan Raka.Dia memang salah, jadi lebih baik mengaku saja."Aku mengaku khilaf. Raka sangat baik dan perhatian padaku. Di rumah itu, hanya Raka yang mau peduli, sementara Mas Randy lebih mengutamakan Mutia. Jadi bagaimana mungkin aku

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Ambil Saja Suamiku!

    Bab 52"Apa kamu bilang...?" Hilda terbata-bata. Tubuhnya seketika lemas, yang untung saja segera diraih oleh Salma. Dipeluknya sang kakak, lalu diusapnya punggungnya penuh kelembutan. Dibandingkan saudara mereka yang lain, Salma lah yang paling baik pemahamannya pada Hilda. Salma pula yang setia merawat dan menemani Hilda, karena rumah mereka memang bersebelahan."Nggak usah ngada-ngada kamu, Wina. Jangan bikin fitnah di sini. Mana mungkin Sania melakukan hal seperti itu? Mungkin dia hanya berteman dengan Raka. Dia dekat, tapi bukan berarti mereka pacaran. Lagian, Raka itu anak baik kok. Dia nggak pernah aneh-aneh, apalagi sama kakak ipar sendiri." Tentu saja Salma langsung membantah. Pasalnya setiap kali kemari, Raka selalu berperilaku baik dan sopan."Kalian yang terlalu polos. Tante pikir aja sendiri! Emangnya keuntungan rumah catering itu berapa? Walaupun laris, tapi bahan-bahan baku mahal, belum lagi harus bayar karyawan." Mutia menerangkan. Dari raut wajahnya terlihat jelas, i

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Pencapaian Macam Apa Ini?

    Bab 51"Daripada Mama berbicara dengan Raka, yang ujung-ujungnya hanya malu-maluin aku, lebih baik Mama berbicara dengan tante Hilda. Lebih baik kita ceritakan soal perselingkuhan Sania dengan Raka. Pasti Tante Hilda shock. Kalau perlu kita bikin penyakitnya kambuh. Jadi otomatis Sania pasti akan sedih dan tidak jadi deh itu renovasi rumah....""Ah.... Kamu memang pintar, Sayang." Perempuan itu meletakkan ponsel di pangkuannya, lalu menepuk jidat. "Kenapa Mama nggak kepikiran tadi ya?""Itu karena yang ada di otak Mama cuma uang, tetapi tidak mau berpikir bagaimana caranya mendapatkan uang yang banyak!" geram Mutia. Tentu saja ia kesal. Ibunya memang tidak bekerja. Dia hidup dengan mengandalkan uang pensiunan papanya, dan juga uang pemberian darinya. Namun wanita paruh baya itu selalu bergaya hidup mewah.Buah itu biasanya akan jatuh tidak jauh dari pohonnya.Mutia menjelma sebagai gambaran ketika Wina masih muda dulu.Akhirnya di sinilah mereka berada. Rumah ini juga sederhana, rumah

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Ide Mutia

    Bab 50"Istri bukan, pacar juga bukan. Aku itu cuma kakak ipar. Memangnya Raka mau kasih aku uang?" sinis Mutia. Miris sekali dengan tingkat konektivitas ibunya. Mutia sampai menggaruk kepala saking gemesnya."Buktinya kalau sama Sania, Raka itu royal, padahal toh dia kakak iparnya juga, kan?" Tuh, kan? Tante Wina masih juga tidak mengerti duduk permasalahan yang sebenarnya, padahal Mutia sudah menjelaskan panjang lebar."Ya, nggak sama. Mereka itu kan sudah jadi pasangan. Aku nggak tahu dan nggak pernah melihat, tapi aku yakin pasti mereka sudah tidur bareng." "Ya udah. Kamu tidur bareng aja sama Raka. Yang penting kan nggak ketahuan sama Randy. Ya udah, kakak adik kamu ambil sekalian, jadi nggak kalah kan sama Sania. Mama juga heran, Sania itu di poligami sama kakaknya, terus malah pacaran sama adiknya. Kamu tiru aja dia, biar kamu dapat uang lebih kayak Sania." Perempuan itu terus mengompori Mutia.Masa lalu tante Wina juga tidak baik. Dia pun juga hamil diluar nikah saat menikah

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Uh... Sial Sial!

    Bab 49"Ya iyalah. Pasti Mama bantuin kok. Cuma masalahnya, Mama bisa bantu apa? Kamu kan tahu gimana keadaan keuangan kita sekarang?" balas ibunda Mutia ini."Duit aja yang Mama pikirin! Otak ini kudu diajak mikir, Ma," keluh Mutia. Dia mengusap perutnya yang membuncit. Ya, benar sekali dugaan Raka dan Sania. Itu memang bukan milik Randy, tapi seseorang yang ia sendiri tidak tahu siapa. "Bagaimana bisa mikir, kalau kamu akhir-akhir ini nggak pernah kasih Mama uang? Dulu aja sebelum kamu punya suami, kamu sering ngasih uang sama Mama. Tapi sekarang mah boro-boro! Kamu itu punya suami apa enggak sih?" Tante Wina malah mengomel. Perempuan paruh baya dengan dandanan menor ini memang dari awal mata duitan. Kelakuan yang sudah mendarah daging sejak ia masih muda."Kalau aku nggak punya suami, bagaimana aku bisa melahirkan anak ini, Ma. Ngomong sih enak," dengus Mutia. Dia baru saja pulang kerja dan langsung pergi ke rumah ibunya, maksud hati ingin melampiaskan kekesalannya yang menggumpal

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Salah Pilih Suami (2)

    Bab 48"Aku berangkat dulu ya, Sayang. Semoga hari kamu menyenangkan."Raka memeluk kekasihnya, lalu mencium kening itu dengan lembut."Hati-hati di jalan ya. Maaf belum bisa mengantar keluar. Aku belum bisa keluar kamar, takut Lia dan Aya curiga dengan cara berjalanku." Perempuan itu tersipu malu karena sadar dengan aktivitas mereka tadi malam membuat cara jalannya akan berubah. Dia pasti akan menjadi bahan ledekan Aya dan Lia jika berani keluar dari kamar."Pastinya. Kamu nggak perlu keluar kamar. Cukup di sini saja, tunggu aku pulang. Aku usahakan pulang cepat. Nanti berkas-berkas ini akan langsung aku serahkan sama Mbak Windy. Oke." Raka mengacungkan sebuah map.Berkas-berkas yang diperlukan untuk keperluan perceraiannya dengan Randy sudah disatukan Sania ke dalam satu map saja, sehingga gampang untuk dibawa.Sania mengangguk. Dia membiarkan Raka berlalu dari kamarnya. Sementara itu, dia kembali berjalan menuju pembaringan. Sudah tak sabar ingin segera kembali beristirahat.Aktivi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status