Share

Bangun Kesiangan

Author: Jannah Zein
last update Last Updated: 2024-05-09 20:55:25

Bab 6

"Tahu dari mana kamu jika Mas Randy yang mandul?" selidik Sania. Dia berpikir, mungkin ada rahasia keluarga ini yang belum diketahui olehnya, mengingat Randy selalu menghindar jika ia ajak untuk periksa ke dokter.

Raka mendesah. Dia kembali menatap wanita itu. Tangannya terulur mengacak rambut Sania, lalu turun ke pipi. Raka mengusap kedua pipi wanita itu dengan lembut.

"Aku hanya menduga-duga, Sania. Kalian sudah lima tahun menikah dan aku percaya apa yang kamu bilang. Aku juga menemukan surat pemeriksaan dari dokter yang mengatakan kalau kamu subur. Dan jika kamu yang subur, bukankah berarti itu...." Raka menghentikan ocehannya saat telapak tangan Sania membungkam mulutnya. Dadanya seketika berdesir saat kulit telapak tangan itu bersentuhan dengan bibirnya. Namun dia berusaha menahan diri dan memilih mengabaikan perasaan itu.

Antara iba dan cinta batasannya teramat tipis. Dan Raka berkomitmen untuk tetap dalam batasannya. Dia adalah adik ipar Sania dan misinya saat ini hanya untuk menghibur istri pertama kakaknya itu, agar tidak terlalu terpukul dengan pernikahan kedua suaminya.

Seandainya ibu dan kakaknya mau bersikap peduli dan peka dengan perasaan Sania, barangkali dia tidak perlu melakukan ini. Tapi kenyataannya hanya dia satu-satunya orang di dalam keluarganya yang masih punya empati pada wanita malang ini.

Kalau bukan dia yang memberi perhatian kepada Sania, lalu siapa lagi?

"Aku tidak mandul, Raka...."

"Aku tahu." Pria itu tersenyum penuh arti. "Haruskah kita buktikan kepada semua orang jika sebenarnya kamu nggak mandul?"

"Maksud kamu?" Mata Sania terbelalak. Otaknya segera mencerna kalimat yang barusan terlontar dari mulut adik iparnya. 

Pria itu terkekeh lirih. 

"Ah, sudahlah. Lupakan saja. Aku yakin kok, kamu memang nggak mandul. Kamu nggak bohong. Suatu saat mata hati Mas Randy akan terbuka dan aku yakin saat itu pasti akan tiba. Jadi bertahanlah, Sania, jika kamu memang mencintai Mas Randy," ujarnya.

Sania menggangguk. Kalimat yang terlontar dari mulut Raka barusan begitu membakar hatinya, membuat dia merasa sangat bersemangat. Dia harus kuat untuk menjalani hari-harinya di rumah ini agar waktu yang dijanjikan itu akan segera tiba. 

Sania sangat yakin jika Mutia pun tidak akan bisa memiliki keturunan, jikalau memang terbukti Randy yang bermasalah. Jadi sebenarnya pernikahan kedua ini percuma saja, jika memang bertujuan untuk mendapatkan seorang keturunan, kecuali ya jika pernikahan ini sekalian bertujuan untuk bersenang-senang dengan wanita lain selain dirinya.

Setelah itu, tidak ada sepatah katapun terucap dari mulut Sania. Dia memilih memejamkan mata.

Tangan kekar itu kembali terulur, membelai rambut wanita itu, membuat Sania semakin terlena dan masuk ke alam mimpi.

Bibir pria itu melengkungkan sebuah senyuman, antara lega dan iba. Setelah memastikan Sania tertidur lelap, Raka pun bangkit, lalu melangkah keluar. 

***

Sania menggeliat kemudian membuka mata, menyapukan pandangan ke atas langit-langit kamar yang warna catnya sudah sedikit kusam. Wanita itu berusaha mengumpulkan segala ingatannya dan tersenyum getir tatkala menyadari jika dia sekarang tinggal di sini, tinggal di kamar pembantu. 

Padahal dia adalah nyonya rumah ini. Rumah ini adalah rumah Randy, suaminya. Rumah yang dibangun dengan uang suaminya. Seharusnya tempatnya ada di kamar utama. Akan tetapi sekarang posisinya telah digantikan oleh Mutia, istri baru suaminya. 

Wanita itu kembali memejamkan matanya sejenak tatkala menyadari tadi malam adalah malam pertama mereka. Sania menekan dadanya yang terasa perih. Sakit rasanya jika membayangkan suaminya mencumbu wanita lain, apalagi ia sendiri mendengar suara desahan dan rintihan erotis dari dalam kamar tamu tatkala ia akan membereskan barang-barangnya kemarin siang.

"Mereka pasti melakukannya semalaman." Wanita itu menggigit bibirnya. Bayangan suaminya bercumbu dengan istri barunya berkelebatan di benaknya.

Mulai saat ini ia harus berusaha untuk kuat dan terlihat baik-baik saja. Sania bangkit dari tempat tidur dan saat ia menoleh, ternyata di samping kasurnya sudah ada sebuah piring berisi dua tangkup roti isi selai dan segelas teh hangat.

"Ada kertas di sini," gumam Sania sembari mengambil lembaran yang terletak di dekat piring itu dengan perasaan bingung.

[Sarapan dulu, sebelum kamu membuatkan sarapan bagi orang-orang di rumah ini]

Seulas senyuman terbit di bibir wanita itu. Meski dia tidak mengenal gaya tulisan itu, tetapi ia tahu, pesan di secarik kertas ini pasti berasal dari Raka. Memangnya siapa lagi yang peduli padanya di rumah ini kecuali pria itu? 

Wanita itu membenarkan letak duduknya, kemudian mulai menyeruput teh yang ternyata masih hangat, sehingga tenggorokan dan perutnya pun terasa hangat.

Sania mulai memakan rotinya, melahapnya hingga habis, lalu menghabiskan tehnya. Sesudah sarapan, barulah ia bergerak menuju dapur. Sania sengaja langsung sarapan, karena jika tidak, dia pasti akan terlambat sarapan. Biasanya, apabila sudah keluar kamar, maka akan sulit baginya untuk masuk lagi, sebab ibu mertuanya dan Nuri pasti akan membuatnya sibuk dan melupakan kebutuhan perutnya.

"Bagus ya, istri pertama bangun kesiangan. Memangnya kamu mau memberi contoh kepada istri kedua suamimu agar bangun kesiangan juga?" Seharusnya sebelum orang-orang di rumah ini bangun, kamu harus bangun lebih dulu. Membereskan dapur, membuat sarapan dan menyapu seisi rumah ini," oceh Nuri tatkala Sania baru saja memasuki dapur sambil membawa piring dan gelas bekas sarapannya barusan.

"Maaf Kak, aku kelelahan kemarin, jadi tidurku nyenyak sekali. Lagi pula tadi malam kan aku tidak enak badan...."

"Alah... kamu aja yang manja! Memangnya kamu nggak sadar dimana sekarang kamu tinggal? Kamu itu cuma numpang, Sania! Rumah ini bukan milik nenek moyangmu!" sambut Nuri. Wanita itu mendengus saat melihat Sania meletakkan piring dan gelas di wastafel.

"Itu piring dan gelas bekas makan siapa?" usiknya. 

"Ini...." Sania langsung tertunduk. Tidak mungkin ia mengatakan jika sebenarnya pagi ini diam-diam Raka sudah masuk ke dalam kamarnya dan mengantarkan sarapan untuknya. Bisa-bisa semuanya menjadi kacau.

Dia berterima kasih, karena Raka sudah mau peduli dengannya, dan ia berjanji tidak akan membuat susah adik iparnya. Jangan sampai orang serumah salah paham dengan perhatian yang ditunjukkan oleh pria itu kepadanya.

"Tadi pas tengah malam aku terbangun, Kak. Aku merasa haus dan lapar, makanya aku jadi makan. Ini bekas makanku tadi malam," papar Sania sedikit ragu. Semoga saja kebohongannya tidak bersambung dengan kebohongan-kebohongan yang lain.

"Kamu makan di kamar?" selidik Nuri. Sekilas ia melihat Sania keluar dari kamarnya sembari membawa dua benda itu.

"Kondisi tubuhku masih lemas, Kak. Jadi aku memilih untuk makan di kamar, biar bisa duduk di kasur dan bersandar...." 

Wanita itu mendesah. Dia mematikan kompor saat terdengar suara alarm berbunyi.

"Ya sudahlah. Kalau begitu, cepat siapkan sarapan. Pagi ini kita makan nasi goreng. Lihat, Kakak sudah merebus air untuk bikin teh. Inilah akibatnya punya adik ipar bangun kesiangan seperti kamu. Ingat, kamu udah memberikan contoh yang nggak baik buat Mutia, Sania!"

Wanita itu menggigit bibirnya. Dia tak lagi menanggapi ocehan dan memilih mencuci piring dan gelas yang di bawanya tadi.

Pagi ini semua anggota keluarga akan sarapan nasi goreng, mengingat masih banyak nasi tersisa, sisa acara akad nikah kemarin. 

Sania langsung menjalankan tugasnya. Dia mengiris bawang dan sayuran, lalu menuangnya ke wajan yang sudah berisi minyak panas. Setelah itu ia menuangkan nasi, lalu mengaduknya perlahan hingga tercampur rata. 

Bau harum dari bumbu nasi goreng menghiasi seisi dapur.

"Masak apa, Sania?" Tiba-tiba suara bariton itu pun kembali terdengar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Ipar Adalah Maut!

    Bab 53Setelah Mutia dan ibunya berhasil ia usir, Sania kembali masuk ke dalam rumah bibinya. Dia tersenyum getir manakala mendapati ibunya yang berbaring di lantai tanpa alas kain, hanya dengan sebuah bantal sebagai penyangga kepala."Mama...." Perempuan itu berjalan menghampiri. "Maafkan Sania, Ma.""Apa benar apa yang dikatakan oleh Wina dan Mutia itu, Nak?" tanya bibi Salma."Katakan jika mereka berbohong...."Namun Sania justru menggeleng. Sudah terlanjur, lebih baik ia jujur. Apa gunanya menyimpan kebusukan, toh akhirnya tercium juga oleh ibunya. Tadi selintas dia sudah memikirkan. Sania jadi mengerti, kedatangan tante Wina dan Mutia hanya salah satu jalan yang ditunjukkan Tuhan agar ibunya mengetahui semua hal buruk yang sudah ia lakukan bersama dengan Raka.Dia memang salah, jadi lebih baik mengaku saja."Aku mengaku khilaf. Raka sangat baik dan perhatian padaku. Di rumah itu, hanya Raka yang mau peduli, sementara Mas Randy lebih mengutamakan Mutia. Jadi bagaimana mungkin aku

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Ambil Saja Suamiku!

    Bab 52"Apa kamu bilang...?" Hilda terbata-bata. Tubuhnya seketika lemas, yang untung saja segera diraih oleh Salma. Dipeluknya sang kakak, lalu diusapnya punggungnya penuh kelembutan. Dibandingkan saudara mereka yang lain, Salma lah yang paling baik pemahamannya pada Hilda. Salma pula yang setia merawat dan menemani Hilda, karena rumah mereka memang bersebelahan."Nggak usah ngada-ngada kamu, Wina. Jangan bikin fitnah di sini. Mana mungkin Sania melakukan hal seperti itu? Mungkin dia hanya berteman dengan Raka. Dia dekat, tapi bukan berarti mereka pacaran. Lagian, Raka itu anak baik kok. Dia nggak pernah aneh-aneh, apalagi sama kakak ipar sendiri." Tentu saja Salma langsung membantah. Pasalnya setiap kali kemari, Raka selalu berperilaku baik dan sopan."Kalian yang terlalu polos. Tante pikir aja sendiri! Emangnya keuntungan rumah catering itu berapa? Walaupun laris, tapi bahan-bahan baku mahal, belum lagi harus bayar karyawan." Mutia menerangkan. Dari raut wajahnya terlihat jelas, i

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Pencapaian Macam Apa Ini?

    Bab 51"Daripada Mama berbicara dengan Raka, yang ujung-ujungnya hanya malu-maluin aku, lebih baik Mama berbicara dengan tante Hilda. Lebih baik kita ceritakan soal perselingkuhan Sania dengan Raka. Pasti Tante Hilda shock. Kalau perlu kita bikin penyakitnya kambuh. Jadi otomatis Sania pasti akan sedih dan tidak jadi deh itu renovasi rumah....""Ah.... Kamu memang pintar, Sayang." Perempuan itu meletakkan ponsel di pangkuannya, lalu menepuk jidat. "Kenapa Mama nggak kepikiran tadi ya?""Itu karena yang ada di otak Mama cuma uang, tetapi tidak mau berpikir bagaimana caranya mendapatkan uang yang banyak!" geram Mutia. Tentu saja ia kesal. Ibunya memang tidak bekerja. Dia hidup dengan mengandalkan uang pensiunan papanya, dan juga uang pemberian darinya. Namun wanita paruh baya itu selalu bergaya hidup mewah.Buah itu biasanya akan jatuh tidak jauh dari pohonnya.Mutia menjelma sebagai gambaran ketika Wina masih muda dulu.Akhirnya di sinilah mereka berada. Rumah ini juga sederhana, rumah

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Ide Mutia

    Bab 50"Istri bukan, pacar juga bukan. Aku itu cuma kakak ipar. Memangnya Raka mau kasih aku uang?" sinis Mutia. Miris sekali dengan tingkat konektivitas ibunya. Mutia sampai menggaruk kepala saking gemesnya."Buktinya kalau sama Sania, Raka itu royal, padahal toh dia kakak iparnya juga, kan?" Tuh, kan? Tante Wina masih juga tidak mengerti duduk permasalahan yang sebenarnya, padahal Mutia sudah menjelaskan panjang lebar."Ya, nggak sama. Mereka itu kan sudah jadi pasangan. Aku nggak tahu dan nggak pernah melihat, tapi aku yakin pasti mereka sudah tidur bareng." "Ya udah. Kamu tidur bareng aja sama Raka. Yang penting kan nggak ketahuan sama Randy. Ya udah, kakak adik kamu ambil sekalian, jadi nggak kalah kan sama Sania. Mama juga heran, Sania itu di poligami sama kakaknya, terus malah pacaran sama adiknya. Kamu tiru aja dia, biar kamu dapat uang lebih kayak Sania." Perempuan itu terus mengompori Mutia.Masa lalu tante Wina juga tidak baik. Dia pun juga hamil diluar nikah saat menikah

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Uh... Sial Sial!

    Bab 49"Ya iyalah. Pasti Mama bantuin kok. Cuma masalahnya, Mama bisa bantu apa? Kamu kan tahu gimana keadaan keuangan kita sekarang?" balas ibunda Mutia ini."Duit aja yang Mama pikirin! Otak ini kudu diajak mikir, Ma," keluh Mutia. Dia mengusap perutnya yang membuncit. Ya, benar sekali dugaan Raka dan Sania. Itu memang bukan milik Randy, tapi seseorang yang ia sendiri tidak tahu siapa. "Bagaimana bisa mikir, kalau kamu akhir-akhir ini nggak pernah kasih Mama uang? Dulu aja sebelum kamu punya suami, kamu sering ngasih uang sama Mama. Tapi sekarang mah boro-boro! Kamu itu punya suami apa enggak sih?" Tante Wina malah mengomel. Perempuan paruh baya dengan dandanan menor ini memang dari awal mata duitan. Kelakuan yang sudah mendarah daging sejak ia masih muda."Kalau aku nggak punya suami, bagaimana aku bisa melahirkan anak ini, Ma. Ngomong sih enak," dengus Mutia. Dia baru saja pulang kerja dan langsung pergi ke rumah ibunya, maksud hati ingin melampiaskan kekesalannya yang menggumpal

  • Aku Tidak Mandul, Mas!   Salah Pilih Suami (2)

    Bab 48"Aku berangkat dulu ya, Sayang. Semoga hari kamu menyenangkan."Raka memeluk kekasihnya, lalu mencium kening itu dengan lembut."Hati-hati di jalan ya. Maaf belum bisa mengantar keluar. Aku belum bisa keluar kamar, takut Lia dan Aya curiga dengan cara berjalanku." Perempuan itu tersipu malu karena sadar dengan aktivitas mereka tadi malam membuat cara jalannya akan berubah. Dia pasti akan menjadi bahan ledekan Aya dan Lia jika berani keluar dari kamar."Pastinya. Kamu nggak perlu keluar kamar. Cukup di sini saja, tunggu aku pulang. Aku usahakan pulang cepat. Nanti berkas-berkas ini akan langsung aku serahkan sama Mbak Windy. Oke." Raka mengacungkan sebuah map.Berkas-berkas yang diperlukan untuk keperluan perceraiannya dengan Randy sudah disatukan Sania ke dalam satu map saja, sehingga gampang untuk dibawa.Sania mengangguk. Dia membiarkan Raka berlalu dari kamarnya. Sementara itu, dia kembali berjalan menuju pembaringan. Sudah tak sabar ingin segera kembali beristirahat.Aktivi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status