Home / Romansa / Aku Tidak Menargetkanmu, Tuan! / Bab 1# Selamat Datang di Neraka

Share

Aku Tidak Menargetkanmu, Tuan!
Aku Tidak Menargetkanmu, Tuan!
Author: Ayu novianti

Bab 1# Selamat Datang di Neraka

Author: Ayu novianti
last update Last Updated: 2025-05-20 22:47:05

Langit Jakarta siang itu tampak muram, seolah tahu bahwa Natasya kembali bukan karena rindu, melainkan karena paksaan.

Tangannya mengepal di atas koper hitam, sementara langkahnya mantap menuruni eskalator Bandara. Bukan karena ia tak punya pilihan lain, tapi karena satu nama: Watson Company.

“Kau pikir aku akan bekerja untukmu seumur hidup hanya karena kau ayahku?” gumamnya pelan, seolah membalas suara dingin yang masih terngiang di kepalanya.

"Kembali ke Indonesia. Jika tidak, semua aksesmu, rekening, apartemen, kartu kredit, akan diblokir!” ucap Thomas Watson.

“Silahkan saja,” balas Natasya.

Panggilan senyap sekejap, dan Thomas berkata lagi setelahnya, “Bagaimana dengan menjadi direktur di Watson Company? Satu tahun, itu tawaranku."

"Setahun," jawab Natasya waktu itu. "Dan setelahnya, aku bebas?"

"Setelahnya, aku tidak akan mencampuri hidupmu lagi."

Itu cukup. Untuk sekarang.

Natasya geram karena ayahnya mengetahui kelemahannya. Menjadi pemimpin di perusahaan memang bukan tujuan utamanya.

Satu kata, sial.

Gedung Watson Company menjulang seperti istana tak bersahabat di mata Natasya. Kilau kaca yang memantulkan langit Jakarta hanya mengingatkan Natasya akan bayang-bayang kekuasaan sang ayah, Thomas Watson.

“Selamat pagi, Bu Natasya,” sapa resepsionis begitu ia masuk.

“Aku bukan ibu siapa-siapa di sini,” jawabnya tenang. “Cukup panggil aku direktur.”

Gadis itu menelan ludah, sedikit kikuk.

“Aku bercanda,” lanjut Natasya.

Dengan langkah mantap, Natasya berjalan ke arah lift, dan mengernyit sejenak ketika menyadari beberapa orang sedang berkumpul di sana.

“Ada masalah apa sepagi ini?” pikir Natasya.

Begitu Natasya mendekat, dia melihat hal yang dilhat semua orang. Disana terdapat dua orang yang sedang berciuman dengan mesra.

“Aishh, mereka benar-benar bersenang-senang sepagi ini,” ucap Natasya sembari tertawa.

Itu karena natasya menyadari bahwa orang yang membuat kehebohan adalah laura, saudara tirinya. Masalahnya, natasya tahu bahwa laura memiliki pacar yang telah dia kencani selama 10 tahun lamanya.

Ketika sedang asyik menertawakan Laura, tanpa sengaja tatapan Natasya bertemu dengan manik gelap milik seorang pria yang berdiri di depannya.

Tatapan mereka terkunci selama beberapa saat, dan Natasya mulai menyadari sesuatu ketika melihat orang-orang di sekitar mereka terus menatap ke arah pria itu.

“Ah, sepertinya akan ada perang dunia sebentar lagi!” kata Natasya.

Sebenarnya dia sudah akan melangkah pergi, tetapi sebuah ide terlintas dipikirannya. Dia mengeluarkan ponselnya dan mulai memotret kejadian di depannya.

“Beres!” ucap Natasya.

Watson Company memang mendesain tangga di lantai pertama, sehingga itu memudahkan Natasya. Dia tidak harus menaiki tangga darurat, jika tidak ingin menggunakan lift.

Itu bahkan menjadi pilihan paling masuk akal bagi Natasya. Dia tidak ingin bertemu lagi dengan Laura, apalagi setelah kejadian di lift itu. Meskipun dia tidak begitu yakin apakah Laura menyadari keberadaannya tadi.

Langkahnya mantap, dan hak sepatunya berkali-kali mengeluarkan suara yang khas. Tapi entah kenapa, setiap anak tangga yang dilewatinya justru terasa ringan, seolah ada rasa puas yang menyertainya. Senyum tipis terukir di bibirnya. Mungkin karena tidak ada yang mengganggunya, atau karena Laura yang memulai nerakanya sendiri di pagi hari.

"Ini mulai seru. Setidaknya aku kembali dengan kesenangan kecil," gumamnya.

Namun ketika dia hampir sampai di tujuan, tubuhnya terhenti. Sebuah tabrakan kecil membuat dahinya berdenyut, kemudian menghantam dinding dingin di sisi tangga.

“Sial. Apa ini?” umpatnya pelan sambil mengusap dahinya.

Ia mendongak dan sekali lagi, dunia seolah mempermainkannya. Di hadapannya berdiri pria yang sama. Pria dengan setelah hitam, dagu tegas, dan manik mata hitam yang terasa terlalu dalam untuk sekadar tatapan biasa.

Kenan.

Natasya mengutuki dirinya sendiri karena dia melupakan nama pria itu beberapa saat yang lalu. Dia seharusnya tidak melupakan namanya, karena dia adalah pacar Laura dan mereka akan bertunangan sebentar lagi.

Kini Natasya kembali mengumpulkan kesadarannya. Dia tidak boleh terintimidasi oleh pria itu. “Apa yang kamu lakukan?” tanya Natasya, menahan nada kesal yang hampir meledak.

Kenan tidak menjawab. Sebaliknya, ia malah mendekat. Gerakannya cepat, nyaris kasar. Tangannya terulur ke arah ponsel Natasya.

Refleks, Natasya menarik ponselnya ke belakang. “Hei! Jangan keterlaluan!”

“Berikan ponselmu,” ucap Kenan, dingin. Dia sama sekali tidak berniat berbasa-basi.

Tentu saja Natasya tidak akan membiarkannya begitu saja. “Kenapa aku harus?” balas Natasya.

“Aku lihat kamu memotret tadi. Kamu tahu kamu tidak seharusnya melihat itu. Hapus fotonya dan katakan berapa harga yang kamu inginkan.” jelas Kenan.

Nada itu. Nada seorang pria yang terbiasa memerintah, terbiasa didengar, dan tidak suka ditolak. Tapi Natasya bukan tipe perempuan yang bisa ditundukkan hanya karena suara berat dan sorot mata tajam.

Natasya melangkah mundur, menyelipkan ponselnya ke pinggang rok di balik crop top putihnya. Dia bahkan tidak ragu melakukannya di hadapan Kenan.

“Kau pikir aku membutuhkan uangmu?” ucapnya pelan, tetapi tegas. 

Sebelum Kenan bisa membalas, ia melihat sesuatu yang lain. Bayangan sepatu hak tinggi melangkah di ujung tangga. Laura.

Mata Kenan menyipit. Tanpa peringatan, ia menarik tubuh Natasya dan menekannya ke tembok. Satu tangannya menempel di sisi kepala wanita itu, sementara tubuhnya berada cukup dekat hingga ia bisa mencium wangi parfum bunga yang samar dari leher Natasya.

“Diam,” bisiknya cepat.

Tetapi Natasya tidak tinggal diam. Sebaliknya, ia mendesah pelan, seolah menantang.

“Aku bilang diam,” ulang Kenan, tapi wajahnya tampak lebih panik.

Desahan Natasya makin jelas. Ia tahu Laura mendekat. Dan ia tahu, ini akan membuat semuanya jauh lebih rumit.

“Sial,” desis Kenan, lalu buru-buru menutup mulut Natasya dengan telapak tangannya. Tapi usahanya justru membuat suara itu terdengar semakin dalam, semakin ambigu.

Langkah kaki Laura terhenti. Ada keheningan. Sebuah jeda yang cukup panjang untuk menumbuhkan curiga. Lalu, tanpa suara, langkah itu berbalik menjauh.

Hanya saat itulah Kenan menurunkan tangannya perlahan. Matanya masih menatap Natasya yang kini tersenyum kecil.

“Kau gila,” gumam Kenan, masih berusaha mengatur napasnya.

Natasya tertawa pelan, memperbaiki kerah kemejanya yang agak terbuka. “Bukankah tadi kamu bertanya, berapa harganya?”

Kenan mengangkat alis. “Dan jawabanmu?”

“Untuk sekarang… itu cukup.” balas Natasya.

Senyumnya menggoda. Bibir merahnya menyungging manis, tapi matanya tajam. Ia tidak takut padanya dan itu membuat Kenan semakin tidak bisa mengalihkan diri.

“Kamu harus bersiap membayar mahal untuk ini,” ancam Kenan.

Natasya mengangguk dan melakukan sesuatu dengan ponselnya. Dia menunjukkan itu pada Kenan, dan bergegas menghapus foto Laura yang dia ambil tadi.

“Sudah, kan?” tanya Natasya memastikan.

Dia menatap Kenan sejenak dan tertawa meremehkan. “Bukankah kamu bodoh?” ucap Natasya.

Mata Kenan membelalak mendengar ucapan itu. “Apa kamu benar-benar mengira Laura akan jatuh cinta dan patuh kepadamu?” lanjut Natasya.

Natasya mendekatkan wajahnya, nyaris menyentuh pipi Kenan saat ia berbisik, “Selamat datang di neraka!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Tidak Menargetkanmu, Tuan!   Bab 102# Kiss Mark

    Begitu pintu kamar mandi terbuka, Natasya langsung tertegun melihat Kenan berdiri tepat di depannya. Tubuh tinggi itu bersandar santai di dinding, dengan kedua tangan disilangkan di depan dada. Rambutnya masih berantakan, namun tatapannya begitu lekat seolah menunggu sejak tadi.“Akhirnya,” ucap Kenan dengan nada ringan, tetapi mata itu jelas menyimpan sesuatu yang berbeda. Pandangannya menatap dari ujung kepala hingga ujung kaki Natasya, yang kini hanya mengenakan handuk melilit tubuhnya. Kenan menelan ludah, nyaris terdengar jelas bagi Natasya.Natasya langsung mengangkat tangan, menahan tubuh Kenan agar tidak semakin mendekat. “Berhenti di sana,” ucap Natasya.Kenan mengerjap, seolah tidak percaya dengan penolakan terang-terangan itu. “Kamu mandi dulu sana.” kata Natasya lagi.Tapi tetap saja, Kenan masih tampak enggan pergi dari sana.“Babe, aku sudah menunggumu lama. Harusnya kamu mengajakku mandi bersama tadi. Jadi kita bisa menghemat waktu,” kata Kenan panjang.Kalimat itu a

  • Aku Tidak Menargetkanmu, Tuan!   Bab 101# Pagi Pertama

    Cahaya pagi menembus tirai, membentuk guratan keemasan di lantai marmer kamar itu. Udara di ruangan terasa hangat, namun seprai itu sudah tampak begitu kusut. Natasya membuka mata perlahan, menatap langit-langit yang asing, bukan langit-langit rumah yang biasa ia tempati, melainkan milik mansion mewah Kenan. Dia menatap ke arah jam yang terletak di atas nakas, dan mendapati sekarang sudah pukul sembilan pagi. “Berapa lama dia melakukannya semalam?” pikir Natasya. Dia terdiam beberapa saat, hingga menyadari bahwa mereka melakukannya selama tujuh jam tanpa henti. “Arggh, dia benar-benar buas,” batin Natasya. Dia menghela napas berat. Tubuhnya masih terasa lelah, sebagian karena malam yang panjang. Ia menoleh sedikit, dan di sebelahnya, Kenan masih terlelap. Rambutnya berantakan, napasnya teratur, dan satu tangannya memeluk Natasya dengan erat, seolah ingin memastikan ia tetap ada di sana. Natasya mengamati wajah itu beberapa detik. Ada ketenangan yang jarang ia lihat ketika Ken

  • Aku Tidak Menargetkanmu, Tuan!   Bab 100# Malam Pertama

    Uap hangat memenuhi kamar mandi, tapi pikiran Natasya tetap jernih. Ia berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya sendiri. Rambutnya mulai lepas dari sanggul, dan gaunnya sudah longgar di bagian atas.“Dia pasti berharap malam ini jadi awal segalanya,” gumam Natasya pelan, kali ini dengan nada dingin, bukan cemas. Tentu saja dia sudah bisa menebak isi pikiran Kenan.“Tapi kalau dia mengira aku akan langsung menuruti kemauannya, dia salah besar.” sambungnya lagi.Dia menatap ke belakang, ke arah pintu dengan sinis, seolah itu bisa langsung menembus ke arah Kenan.Natasya menarik napas panjang, lalu merapikan gaunnya agar tidak jatuh. Tatapannya tidak goyah sedikit pun.“Aku tidak menolak dia sebagai suami. Aku hanya tidak suka caranya. Selalu ingin buru-buru, selalu merasa bisa memutuskan segalanya sendiri. Kalau dia benar-benar mencintaiku, dia harus belajar menghargai waktuku.” ucap Natasya panjang.Ia meraih handuk, lalu menekannya perlahan ke wajah. Uap air dan rasa lelah d

  • Aku Tidak Menargetkanmu, Tuan!   Bab 99# Mansion

    Beberapa menit berlalu dalam hening yang terasa panjang. Kenan akhirnya hanya bisa pasrah, sembari menggenggam tangan Natasya. “Babe, kita tidak pulang ke rumah yang biasa,” ucap Kenan tenang. “Aku ingin kita memulainya di tempat baru yang lebih baik,” jelas Kenan lagi. Kenan terus berbicara, karena dia tahu Natasya masih mendengarkan. Istrinya itu hanya tidak ingin berbicara banyak dengannya sekarang. Sama sekali tidak ada respons, selain suara napas teratur yang terdengar di pangkuan Kenan. Mobil itu terus melaju keluar dari pusat kota. Jalan mulai sepi, berganti deretan pepohonan tinggi. Hingga akhirnya, pagar besi hitam setinggi hampir tiga meter terbuka otomatis. Mereka memasuki halaman luas yang diterangi lampu taman. Di tengahnya berdiri sebuah mansion megah, bangunan bergaya klasik dengan pilar-pilar putih, lampu-lampu yang berpijar dengan mewah di malam hari, dan dinding kaca yang memantulkan cahaya hangat dari dalam. Karena mereka sudah tiba, Kenan akhirnya membangun

  • Aku Tidak Menargetkanmu, Tuan!   Bab 98# Perjalanan

    Malam sudah larut ketika resepsi berakhir. Lampu-lampu di area pesta mulai diredupkan, dan musik berhenti mengalun. “Babe, ayo pergi,” kata Kenan sembari menyodorkan tangannya.Natasya yang memang saat itu berdiri di samping Kenan, tidak langsung menyambut uluran tangan pria yang kini sudah berstatus sebagai suaminya itu. Melihat Natasya yang tampak enggan, Kenan akhirnya meraih tangannya, menggiringnya keluar dari area resepsi. Ia tak berkata apa-apa, hanya memberikan senyum tipis pada beberapa keluarga yang masih berdiri di dekat pintu keluar. Di parkiran, sebuah limousine hitam sudah menunggu. Pintu belakang dibuka untuk mereka. Mobil itu bahkan sudah dihias layaknya mobil pengantin baru.Melihat itu, Natasya menatap dengan sedikit kebingungan.“Kita tidak bermalam di sini?” tanya Natasya memastikan.Mendengar itu, Kenan langsung menggelengkan kepala sebagai jawaban. Saat itu juga, keluarga mereka mulai

  • Aku Tidak Menargetkanmu, Tuan!   Bab 97# Bertemu Kian

    Musik resepsi masih mengalun pelan saat Natasya kembali duduk di kursinya. Kenan sibuk berbicara sebentar dengan Rival, tapi pandangannya tetap sesekali mengarah pada Natasya. Baru saja Natasya ingin mengambil minumannya, sebuah suara akrab memanggil dari belakang. “Kak Nat!” Natasya menoleh, dan matanya langsung membesar, menangkap pandang seseorang. “Kian?” balas Natasya. Pemuda berwajah cerah itu berjalan cepat melewati kerumunan tamu, senyumnya lebar. Begitu tiba di hadapan Natasya, tanpa ragu ia meraih dan memeluknya erat. Tubuhnya hangat, aroma parfum yang familiar menyeruak, membawa ingatan lama mereka.Meski sebenarnya, mereka sudah bertemu di pernikahan Laura dan Kevin waktu itu.“Kak, akhirnya kamu menikah juga,” kata Kian sembari tertawa.Mendengar itu, Natasya langsung membalas dengan ikut tertawa. Namun, pelukan dan senyuman itu ternyata mendapat tatapan yang berbeda dari arah lain. Dari sudut matanya, N

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status