Share

Bab 4# Salah Target

Penulis: Ayu novianti
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-20 22:48:23

Thomas meletakkan ponselnya di meja kerja dengan kasar. Layar ponsel masih menampilkan video Natasya dan Laura yang saling menyerang di kantor, tepatnya di ruangan kerja Laura. Wajah pria itu tampak merah padam.

“Apa kamu serius, Natasya?” bentaknya marah.

Natasya berdiri di depan meja, menegakkan tubuh. “Aku tidak memulainya. Aku hanya menyapa.” balas Natasya.

“Menyapa?” Thomas menyipitkan mata. “Itu terlihat seperti kamu sengaja memancingnya,” kata Thomas.

Natasya tertawa ketika mendengar kalimat itu. “Apa rekaman itu menunjukkan kejadiannya sejak awal?” tanya Natasya.

“Atau apakah aku yang memulainya, hanya karena aku datang ke ruangannya?” lanjut Natasya.

Thomas mengusap wajahnya kasar, dan menarik napas senenak. “Apa ini alasan sebenarnya Daddy memanggilmu kembali?”

Napas Natasya memburu. Ia menggigit bibir, menahan segala emosi yang hampir meledak.

“Bagaimana jika mengirimku ke cabang di luar negeri?” tawar Natasya.

Thomas menggeleng. “Tidak. Daddy tidak akan berubah pikiran. Kamu tahu syaratnya. Tetap di sini, setahun. Jangan buat semuanya makin rumit.” jelas Thomas.

Sudah Natasya duga, jika tidak ada gunanya berdebat dengan pria di hadapannya itu. “Apa ini caramu menyapa putrimu, setelah tidak bertemu selama 13 tahun?” ucap Natasya.

 Dia terdiam sejenak sebelum kembali melanjutkan kalimatnya. “Aku tahu kamu bukan ayah yang baik. Tapi tidak bisakah kamu berpura-pura sekali saja? Mungkin kamu tidak akan punya kesempatan lagi lain kali,” sambung Natasya yang langsung meninggalkan ruangan kerja ayahnya.

Malam harinya, Natasya berdiri di depan cermin besarnya, mematut diri. Gaun merah dengan belahan tinggi menyapu pahanya. Hanya satu tali tipis membingkai bahunya, membuat kulit putihnya tampak kontras. Ia ingin melupakan semua yang terjadi pagi tadi. Laura, Ayahnya, dan seluruh kekacauan itu.

“Masa bodo dengan semua itu!” ucap Natasya seraya mengambil dompet miliknya.

Ia berjalan pergi dan akhirnya memutuskan untuk melangkah masuk ke dalam salah satu klub malam eksklusif di pusat kota. Musik menggema, lampu-lampu menari di udara, dan aroma parfum mewah bercampur alkohol memenuhi ruangan. Suasana yang sama sekali tidak asing bagi dirinya.

Tak butuh waktu lama baginya untuk menarik perhatian. Tapi perhatian yang ia dapatkan justru datang dari satu sosok yang tak ia sangka, Kenan.

“Sial. Apa dia selalu ada di semua tempat?” kesal Natasya.

Natasya berusaha menghindar dan bergegas agar Kenan tidak menyadari keberadaannya. Untung saja itu berhasil.

Ketika sudah dua jam dia berada di sana, Natasya hendak pergi menuju toilet. Hanya saja ketika dia berada di lorong, hal serupa terjadi kembali. Masalahnya, kali ini dia langsung berhadapan dengan Kenan.

“Dia benar-benar hantu,” lirih Natasya.

Jika sebelumnya Kenan memang tidak menyadari keberadaan Natasya, maka kali ini berbeda. Manik matanya melebar ketika melihat wanita yang pagi tadi menarik perhatiannya itu.

Jadilah Kenan melangkah cepat menuju Natasya, meskipun dia menyadari bahwa wanita itu hendak menghindar.

“Ikut aku!” kata Kenan dengan tergesa.

Natasya menjaga jarak dan itu membuat Kenan berdecak kesal. Dia meneliti penampilan wanita itu, dan dadanya menjadi semakin bergemuruh.

“Aku punya urusan lain,” balas Natasya.

Tetapi bukan Kenan jika tidak keras kepala. Dia dengan tanpa berkata apa-apa lagi, menggenggam pergelangan tangann Natasya dan menariknya masuk ke salah satu ruangan VIP. Untung saja ruangan itu kosong saat itu.

Baru saja pintu ruangan itu menutup, Kenan sudah lebih dulu menghempaskan Natasya ke sofa. “Apa kamu benar-benar harus bertengkar dengan Laura di kantor?” tanya Kenan, menatapnya tajam.

Natasya menyandarkan tubuh di sofa empuk itu, sembari menyilangkan kaki. “Apa kamu yakin aku yang memulainya?”

Entah sudah berapa kali dia mengulang perkataan itu, dan tentu saja pada orang yang berbeda. Dia bahkan tidak tahu darimana Kenan mengetahui tentang pertengkarannya dengan Laura.

Kenan menghela napas kasar. “Aku tahu alasanmu menyimpan foto Laura di lift. Kamu merasa dia merebut pacarmu, bukan?”

“Pacarku?” Natasya mengangkat alis dan terdiam beberapa saat. “Maksudmu... Kevin?” lanjutnya memastikan.

Kenan mengangguk meskipun terlihat enggan. “Aku melihatnya memelukmu dengan sangat erat.”

Kini Natasya mengangguk dengan bersemangat. “Kamu benar-benar melihatnya langsung?” ucap Natasya. “Bukankah kamu memiliki urusan mendadak pagi tadi?” sambungnya lagi.

Mendengar pertanyaan itu, Kenan menutup mulutnya rapat-rapat. Hanya saja, itu bukan masalah besar bagi Natasya. “Ah, aku lupa dengan siapa aku bertengkar,” kata Natasya.

Dia sengaja menyindir Kenan, karena teringat bahwa Laura adalah kekasih Kenan. Dia tentu akan melaporkan segalanya kepada pria itu.

“Itu tidak penting dari mana aku mengetahuinya,” balas Kenan.

Natasya tertawa kecil. “Itu benar. Hanya saja aku tidak menduga bahwa kamu lebih peduli dengan siapa aku bersama, daripada menemui pacarmu sendiri untuk menenangkannya,” ledek Natasya.

Kenan menunduk. Sesuatu dalam suaranya terdengar berbeda ketika ia menjawab, “Aku tidak tahu lagi siapa yang kupedulikan.”

Tanpa peringatan, Kenan menarik wajah Natasya dan menciumnya. Keras, mendesak, seolah melampiaskan kemarahan dan rasa bersalah dalam satu gerakan.

Natasya mendorong tubuhnya. “Berhenti. Aku butuh minum.”

Kenan akhirnya berhenti, dan dia mulai memanggil pelayan. Dalam waktu singkat, satu botol vodka disajikan, lalu dua, tiga, hingga lima botol. Tapi keduanya tetap sadar. Toleransi alkohol Natasya terlalu tinggi, dan Kenan terlalu penuh adrenalin.

Pukul tiga dini hari, Natasya bangkit, meraih dompetnya. “Aku harus pulang.”

Kenan berdiri, menghalangi jalannya. “Tidak. Aku akan mengantarmu.” kata Kenan.

Natasya tidak begitu memedulikan kalimat itu, dan berjalan lebih dulu. Hanya saja, dia tidak menyangka bahwa Kenan memang serius dengan perkataannya.

Pria itu menghalangi langkah Natasya sebelum dia berhasil memanggil taksi. “Sudah aku katakan, aku akan mengantarmu,” kata Kenan.

Ketika mereka berada di mobil, Kenan kembali berbicara, “Berikan alamatmu,”

Natasya menatap pria itu, dan beralih menatap sopir. “Rumah keluarga Watson,” ucap Natasya.

Mendengar itu, Kenan lantas terdiam. Seharusnya dia menyadari siapa Natasya, semenjak dia bertengkar dengan Laura. Seorang karyawan biasa tidak mungkin melakukan hal itu pada atasannya.

Entah apa yang sedang Kenan pikirkan, tetapi dia mulai berubah pikiran dan merubah arah mereka. “Kembali ke rumah!” ucap Kenan dengan mantap kepada sopirnya.

Kenan menatap Natasya yang mulai tertidur di sebelahnya, dan melepaskan jasnya untuk dia kenakan. Dia tidak ingin tubuh Natasya terlihat begitu saja, terutama dengan gaun kekurangan bahan yang dia kenakan tu.

Tak lama, mereka sampai di sebuah rumah mewah, yang bangunannya terlihat begitu megah dari luar. Bahkan ketika mobil itu berhenti, Kenan dengan sigap menggendong Natasya tanpa membangunkannya.

Mereka memasuki kamar, dan Kenan tanpa pikir panjang langsung membaringkan Natasya ke ranjang. Tapi saat ia hendak beranjak pergi, Natasya terbangun dan langsung memanggilnya.

“Bukankah ini cincin?” ucap Natasya.

Mendengar itu, Kenan dengan sigap menyentuh saku dan mencari sesuatu di sana. Hanya saja ketika dia tidak menemukan hal yang dia cari, dia lantas mematung sejenak.

“Jadi ini alasan kamu ingin menemui Laura,” ucap Natasya.

Kenan tak menjawab. Natasya meletakkan kembali kotak cincin itu, dan kembali berbaring. “Jadi, kapan kamu akan melamar Laura?” tanya Natasya.

Alih-alih menjawab, Kenan melangkah mendekat ke arah ranjang, dan menatap Natasya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Entah apa yang berhasil mendorong Kenan, tetapi dia kembali mencium bibir Natasya. Kali ini lebih dalam, lebih pelan, tapi penuh emosi yang tak tertahan.

Suasana menjadi lebih panas, dan Natasya dengan segera mendorong dada bidang milik Kenan. “Berhenti. Apa kamu kehilangan akal?” ucap Natasya serak.

“Kenapa? Kamu tidak akan mendesah seperti pagi tadi?” balas Kenan.

Natasya tertawa ketika mendengar hal itu. “Tentu saja tidak. Aku tidak suka merebut bekas saudaraku,” kata Natasya.

Mendengar itu, Kenan langsung mengepalkan tangannya dengan erat. Dia tidak menduga bahwa Natasya akan membalas ucapannya seperti itu.

“Mungkin kamu salah paham, tetapi kamu bukan orang yang aku targetkan sebelumnya,” lanjut Natasya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Aku Tidak Menargetkanmu, Tuan!   Bab 8# Memulai Pekerjaan

    Dua hari telah berlalu sejak Kenan yang terus bergelut dengan pemikirannya itu. Kini, dia mulai bisa kembali fokus dengan pekerjaan yang tanpa sadar sudah dia lupakan.Tiba-tiba saja, Kenan mendengar suara ketukan di pintu ruangan kerjanya itu.“Permisi bos!” ucap Rival. Asisten pribadi Kenan.Kenan meliriknya sejenak, meski tidak benar-benar berminat. “Ada apa?” tanya Kenan singkat. Dia seolah ingin mengatakan pada Rival agar tidak bertele-tele.Rival mengambil tempat di hadapan Kenan, meskipun berusaha tidak mengganggu atasannya itu.“Begini, untuk proyek desain ruangan kerjamu, apakah kamu sudah menemukan seseorang?” tanya Rival.Rival memang tidak terlalu kaku ketika hanya berbincang berdua dengan Kenan seperti saat ini. Itu karena mereka memang seumuran, dan sudah bekerja sama cukup lama.Mendengar pertanyaan itu, Kenan lantas menghentikan kegiatannya. Dia melepaskan kacamatanya sejenak, sebelum mulai berbicara.

  • Aku Tidak Menargetkanmu, Tuan!   Bab 7# Kekesalan Kenan

    Kenan melempar jas mahalnya ke sembarang arah, membiarkannya jatuh tanpa peduli. Satu per satu, ia melepas pakaiannya, seolah ingin melepaskan beban yang menyesakkan dadanya. “Ini mulai melelahkan,” ujarnya.Langkahnya menuju kamar mandi terasa berat, namun ia tetap melangkah. Begitu air shower menyentuh kulitnya, kenangan siang tadi kembali menghantui pikirannya.Flashback: Siang Hari di Kantor"Apa kamu yang meminta Daddy agar menyuruh Natasya mendesain ruangan kerjamu?" tanya Laura dengan nada tidak suka, yang bisa didengar jelas oleh Kenan.Bahkan tanpa berpikir panjang, Kenan lantas menganggukan kepala. “Itu benar." balas Kenan tanpa ragu sedikitpun.Mendengar itu, Laura tentu saja terkejut. Dia sudah menduga bahwa Natasya pasti akan menggunakan cara licik agar bisa mendapatkan perhatian Kenan.Meski begitu, Laura tidak ingin menghancurkan suasana bail di antara mereka saat ini. Jadi sebisa mungkin, dia mengendalikan emosinya.“Apa kamu serius? atau itu karena ada seseorang yang

  • Aku Tidak Menargetkanmu, Tuan!   Bab 6# Berbohong

    Natasya berjalan dengan langkah santai menuju ruang kerja Kevin. Sepasang high heelsnya berdenting ringan di atas lantai marmer, seolah tidak membawa beban apapun. Namun kenyataannya, pikirannya dipenuhi pertanyaan.Setibanya di depan pintu kaca buram yang tentu saja ruangan kerja Kevin, ia mengetuk pelan lalu membukanya.“Kevin!” panggil Natasya dengan ramah.Kevin yang sedang membaca laporan di mejanya, menoleh cepat. “Iya, Nat?” jawab Kevin.Dia beranjak dari posisi duduknya dan segera menghampiri Natasya. “Apa kamu memerlukan sesuatu?” tanya Kevin langsung.Mendengar itu, Natasya lantas mengangguk seraya tersenyum lebar, “Aku membutuhkanmu,” balas Natasya.Dia melirik arloji yang melingkar di tangannya sejenak, sebelum kembali melanjutkan kalimatnya, “Ayolah. Ikut denganku sebentar,” ucap Natasya, meskipun dia juga tidak berniat memberikan penjelasan.Kini dahi Kevin mulai berkerut, tetapi ia mengangguk dan bergegas mengambil barang-barangnya, tanpa banyak bertanya lagi.Akhirnya

  • Aku Tidak Menargetkanmu, Tuan!   Bab 5# Hubungan Rahasia

    Malam semakin larut ketika Laura masih duduk di dalam ruangannya, dengan tubuh yang mulai terasa berat akibat alkohol yang ia teguk sejak satu jam lalu. Matanya sembab, napasnya berat, dan bibirnya bergetar penuh kekesalan. “Argghhh. Dia benar-benar pembawa masalah!” teriak Laura.Kini Laura bisa berteriak sesukanya, karena dia tahu bahwa Natasya sudah pulang sejak tadi. Kini hanya tersisi dirinya di sana.Untung saja Laura berhasil menahan diri siang tadi, sehingga dia tidak melakukan hal yang bodoh. Dia hampir saja menolak proyek besar dari sang ayah, hanya karena proyek itu melibatkan Natasya.“Ini gila! Apa dia pikir aku bisa bekerja sama dengan perempuan itu?” gumam Laura sambil meneguk lagi gelas winenya yang entah sudah keberapa.Kepalanya terasa begitu penuh sejak tadi, dan dia tidak tahu lagi kemana harus meluapkan semua emosinya itu.Bahkan cahaya dari layar laptop miliknya masih menyala, memperlihatkan desain setengah jadi yang ia abaikan begitu saja. Kini Laura kembali m

  • Aku Tidak Menargetkanmu, Tuan!   Bab 4# Menolak Pekerjaan

    Hari itu, Natasya duduk di ruangannya, menatap layar komputer sambil menggulirkan sketsa interior yang harus dia periksa. Dia begitu fokus hingga tidak sadar waktu sudah berlalu begitu cepat.Tok. Tok. Terdengar suara ketukan di pintu ruangan kerja Natasya.“Masuk,” ujar Natasya seraya membetulkan posisi duduknya.Kevin masuk dengan membawa dua kotak makanan. “Hai!” sapa Kevin. “Aku tahu kamu sedang sibuk bekerja, jadi aku membawakan makan siang,” ujar Kevin, tersenyum.Natasya mengangguk dan membalas senyum itu. “Terima kasih, Kevin. Kau selalu tahu apa yang kubutuhkan.”Mereka duduk di sofa kecil di dalam ruangannya yang berdinding kaca transparan. Siapa pun yang lewat bisa langsung melihat keberadaan mereka.Tanpa menunggu lama, Kevin dengan cekatan menata makanan yang dia bawa. Natasya bahkan menatap hidangan itu dengan bersemangat.“Aku akan membelikan makanan lain kali,” kata Natasya.Mereka makan sambil sesekali bercanda. Kevin tampak nyaman berada di dekat Natasya, dan dari lu

  • Aku Tidak Menargetkanmu, Tuan!   Bab 4# Salah Target

    Thomas meletakkan ponselnya di meja kerja dengan kasar. Layar ponsel masih menampilkan video Natasya dan Laura yang saling menyerang di kantor, tepatnya di ruangan kerja Laura. Wajah pria itu tampak merah padam.“Apa kamu serius, Natasya?” bentaknya marah.Natasya berdiri di depan meja, menegakkan tubuh. “Aku tidak memulainya. Aku hanya menyapa.” balas Natasya.“Menyapa?” Thomas menyipitkan mata. “Itu terlihat seperti kamu sengaja memancingnya,” kata Thomas.Natasya tertawa ketika mendengar kalimat itu. “Apa rekaman itu menunjukkan kejadiannya sejak awal?” tanya Natasya.“Atau apakah aku yang memulainya, hanya karena aku datang ke ruangannya?” lanjut Natasya.Thomas mengusap wajahnya kasar, dan menarik napas senenak. “Apa ini alasan sebenarnya Daddy memanggilmu kembali?”Napas Natasya memburu. Ia menggigit bibir, menahan segala emosi yang hampir meledak.“Bagaimana jika mengirimku ke cabang di luar negeri?” tawar Natasya.Thomas menggeleng. “Tidak. Daddy tidak akan berubah pikiran. Ka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status