Beranda / Romansa / Aku Tidak Menargetkanmu, Tuan! / Bab 4# Menolak Pekerjaan

Share

Bab 4# Menolak Pekerjaan

Penulis: Ayu novianti
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-20 22:50:03

Hari itu, Natasya duduk di ruangannya, menatap layar komputer sambil menggulirkan sketsa interior yang harus dia periksa. Dia begitu fokus hingga tidak sadar waktu sudah berlalu begitu cepat.

Tok. Tok. Terdengar suara ketukan di pintu ruangan kerja Natasya.

“Masuk,” ujar Natasya seraya membetulkan posisi duduknya.

Kevin masuk dengan membawa dua kotak makanan. “Hai!” sapa Kevin. “Aku tahu kamu sedang sibuk bekerja, jadi aku membawakan makan siang,” ujar Kevin, tersenyum.

Natasya mengangguk dan membalas senyum itu. “Terima kasih, Kevin. Kau selalu tahu apa yang kubutuhkan.”

Mereka duduk di sofa kecil di dalam ruangannya yang berdinding kaca transparan. Siapa pun yang lewat bisa langsung melihat keberadaan mereka.

Tanpa menunggu lama, Kevin dengan cekatan menata makanan yang dia bawa. Natasya bahkan menatap hidangan itu dengan bersemangat.

“Aku akan membelikan makanan lain kali,” kata Natasya.

Mereka makan sambil sesekali bercanda. Kevin tampak nyaman berada di dekat Natasya, dan dari luar, kebersamaan mereka tampak seperti sepasang kekasih yang sedang menikmati istirahat makan siang.

Apa yang tidak mereka tahu, Kenan berada di seberang ruangan, tepat di dalam ruang kerja Laura. Pintu ruangan terbuka, dan dari balik kaca, matanya langsung menangkap sosok Natasya bersama Kevin. Tawanya, senyumnya, dan cara Kevin menatapnya membuat darahnya mendidih.

“Apa yang kamu lihat?” tanya Laura penasaran.

Mendengar itu, Kenan langsung tersadar. “Bukan apa-apa,” jawab Kenan singkat, lalu berdiri. “Aku harus kembali bekerja.”

Laura menatapnya sekilas. “Jangan lupa. Makan malam dengan ayahku malam ini.”

Kenan hanya mengangguk dan hendak melangkah pergi. Sementara itu, Natasya yang baru selesai makan, dikagetkan oleh suara ketukan di pintu.

Aura, asistennya, muncul.

“Maaf mengganggu, bu. Ayahmu meminta untuk menemuinya di ruangan setelah makan siang.” ucap Aura menjelaskan.

Natasya mengangguk. “Terima kasih, Aura.”

Ketika hendak menuju ruangan ayahnya, Natasya berjalan berdampingan dengan Kevin. Tepat di depan lift, mereka berpapasan dengan Laura dan Kenan. Waktu seakan melambat. Empat pasang mata saling menatap, dan ketegangan langsung terasa di udara.

Mata Natasya sempat melirik jari manis Laura. Hanya sjaa tidak ada cincin yang melingkar disana. Hatinya menertawakan rasa penasarannya sendiri. “Lagipula, dia pasti akan membuat keributan jika sudah dilamar,” batinnya.

Laura tampak ingin mengatakan sesuatu, tetapi hanya tersenyum sinis sebelum dia kembali berbincang dengan Kenan.

Karena Kevin juga harus kembali bekerja, dia lantas berpamitan dengan Natasya, “Aku kembali dulu ke ruangan,” ucap Kevin.

Natasya mengiyakan perkatakan itu, “Baiklah. Aku akan menelponmu begitu selesai,” kata Natasya yang entah apa maksudnya.

Meski begitu, Kevin hanya mengangguk mengiyakan, dan pergi menuju ruangannya yang memang berada di lantai yang sama. Bertepatan dengan itu, Kenan juga sudah masuk ke dalam lift yang akan turun.

Jika sebelumnya Laura menahan semua ucapannya, kini dia bergegas memasuki lift dan dengan segera menekan tombol tutup. 

“Bagaimana jika naik tangga?” ujar Laura dengan nada mengejek, sebelum pintu lift itu benar-benar menutup.

Natasya tertawa begitu melihat kejadian itu. “Sialan. Dia seperti penyihir jahat dengan hidung panjang!”

Dia melirik arlojinya sejenak, dan sebuah ide muncul di pikirannya. Akhirnya dia menuju ke arah tangga darurat dan mulai menaikinya perlahan.

“Apa jika aku mengutuknya setiap menaiki tangga, itu akan berhasil?” ujar Natasya penasaran.

“Rambut besar, hidung panjang, mata merah..” ucap Natasya mengeluarkan semua isi pikirannya.

Satu hal yang tidak dia ketahui, ada seseorang yang mengikutinya sejak tadi. Dia, Kenan.

Begitu lift yang dinaiki Laura beranjak, Kenan langsung menekan tombol agar lift yang dia naiki kembali terbuka. Dia bahkan mendengar semua perkataan Laura pada Natasya, yang menjadi alasannya menaiki tangga.

“Entah apa yang dia pikirkan,” gumam Kenan.

Hanya saja entah kenapa saat itu, Kenan terus saja tertawa karena mendengar ucapan Natasya yang tampak tidak masuk akal. Ternyata dongeng yang kadang dia dengar saat kecil itu, begitu membekas di pikiran Natasya.

Begitu Natasya sampai di ruang direktur, ayahnya sudah menunggu. Melihat kedatangan Natasya yang begitu terlambat dibandingkan Laura, membuat Thomas geram.

“Apa yang kamu lakukan sejak tadi?” tanya Thomas.

“Tidak banyak. Hanya saja seseorang menyuruhku menaiki tangga,” balas Natasya sembari melihat ke arah Laura, yang sedang duduk dengan tenang.

Thomas menatap ke arah Laura, dan melihat bagaimana putrinya itu tidak bergeming, dia lantas menghela napas pasrah.

“Duduklah,,” ujarnya serius. “Aku punya proyek penting yang akan kalian tangani.”

Natasya duduk berhadapan dengan Laura, dan itu membuat hawa panas di antara mereka sangat terasa.

“Laura,” ucap Thomas, “kamu akan menangani desain seragam untuk maskapai milik Leonardo Corp.” sambungnya.

Laura tampak senang mendengarnya. Meski sebenarnya dia juga sudah menduga bahwa dia yang akan menanganinya.

“Kamu, Natasya, akan bertanggung jawab atas desain interior ruangan CEO Leonardo Corp.”

Seketika, ekspresi Laura berubah drastis. “Apa? Bukankah itu terlalu besar untuk Natasya?”

“Tidak,” jawab Thomas tegas. “Natasya sudah memiliki pengalaman lebih dari itu.”

Tapi tetap saja, Laura terus bersikeras menolak keputusan itu. “Tetap saja. Aku tidak ingin menangani klien yang sama dengannya,” kata Laura.

Karena dia sudah cukup bosan dengan perdebatan yang tidak berujung itu, Natasya lantas berdiri. 

Melihat itu, Thomas lantas menegurnya, “Mau pergi kemana kamu?” 

“Kembali ke ruangan,” balas Natasya dengan nada datar.

Mendengar itu, Thomas langsung memberikan sebuah dokumen pada Natasya. “Bawa ini dan pelajari kontraknya,” kata Thomas.

Tetapi bukannya mengiyakan, Natasya hanya diam sembari menatap dokumen itu. “Tidak perlu. Aku juga berniat menolaknya,” balas Natasya.

Ternyata tidak hanya Laura yang menolak keputusan ayah mereka, tetapi juga Natasya. Padahal dia sudah mengira bahwa Natasya akan langsung menerima kontrak kerja itu.

“Berikan alasan yang jelas kenapa kamu menolaknya,” kata Thomas penuh keseriusan.

Kini Natasya melirik sekilas ke arah Laura. “Bukankah itu sudah jelas?” ucap Natasya. “Aku tidak ingin terlibat dengan kekasih orang lain,” lanjut Natasya, nadanya tajam.

Laura berdiri, tangannya mengepal. “Apa maksudmu?”

“Aku yakin kamu cukup pintar untuk mengerti, Laura,” jawab Natasya santai.

Natasya meninggalkan ruangan itu tanpa menunggu mereka berbicara lagi. Hanya sekali dia hampir melakukan kesalahan besar bersama dengan Kenan, dan dia tidak akan pernah mengulanginya lagi.

"Semoga saja aku tidak dipaksa lagi," kata Natasya.

Dia bahkan tidak yakin jika ayahnya akan menyetujui penolakannya begitu saja.

Begitu Natasya berjalan kembali ke ruangannya, dia melihat bayangan seorang pria yang tampak tidak asing.

“Itu Kenan?” tanya Natasya pada dirinya sendiri.

Dia menggeleng setelahnya dan mencoba untuk tidak lagi memikirkan pria itu. Bahkan jika dia memang masih berada di sana, itu sama sekali bukan urusan Natasya.

Bahkan jika ini neraka, Natasya tidak seharusnya menyeret orang lain untuk ikut dengannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Aku Tidak Menargetkanmu, Tuan!   Bab 102# Kiss Mark

    Begitu pintu kamar mandi terbuka, Natasya langsung tertegun melihat Kenan berdiri tepat di depannya. Tubuh tinggi itu bersandar santai di dinding, dengan kedua tangan disilangkan di depan dada. Rambutnya masih berantakan, namun tatapannya begitu lekat seolah menunggu sejak tadi.“Akhirnya,” ucap Kenan dengan nada ringan, tetapi mata itu jelas menyimpan sesuatu yang berbeda. Pandangannya menatap dari ujung kepala hingga ujung kaki Natasya, yang kini hanya mengenakan handuk melilit tubuhnya. Kenan menelan ludah, nyaris terdengar jelas bagi Natasya.Natasya langsung mengangkat tangan, menahan tubuh Kenan agar tidak semakin mendekat. “Berhenti di sana,” ucap Natasya.Kenan mengerjap, seolah tidak percaya dengan penolakan terang-terangan itu. “Kamu mandi dulu sana.” kata Natasya lagi.Tapi tetap saja, Kenan masih tampak enggan pergi dari sana.“Babe, aku sudah menunggumu lama. Harusnya kamu mengajakku mandi bersama tadi. Jadi kita bisa menghemat waktu,” kata Kenan panjang.Kalimat itu a

  • Aku Tidak Menargetkanmu, Tuan!   Bab 101# Pagi Pertama

    Cahaya pagi menembus tirai, membentuk guratan keemasan di lantai marmer kamar itu. Udara di ruangan terasa hangat, namun seprai itu sudah tampak begitu kusut. Natasya membuka mata perlahan, menatap langit-langit yang asing, bukan langit-langit rumah yang biasa ia tempati, melainkan milik mansion mewah Kenan. Dia menatap ke arah jam yang terletak di atas nakas, dan mendapati sekarang sudah pukul sembilan pagi. “Berapa lama dia melakukannya semalam?” pikir Natasya. Dia terdiam beberapa saat, hingga menyadari bahwa mereka melakukannya selama tujuh jam tanpa henti. “Arggh, dia benar-benar buas,” batin Natasya. Dia menghela napas berat. Tubuhnya masih terasa lelah, sebagian karena malam yang panjang. Ia menoleh sedikit, dan di sebelahnya, Kenan masih terlelap. Rambutnya berantakan, napasnya teratur, dan satu tangannya memeluk Natasya dengan erat, seolah ingin memastikan ia tetap ada di sana. Natasya mengamati wajah itu beberapa detik. Ada ketenangan yang jarang ia lihat ketika Ken

  • Aku Tidak Menargetkanmu, Tuan!   Bab 100# Malam Pertama

    Uap hangat memenuhi kamar mandi, tapi pikiran Natasya tetap jernih. Ia berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya sendiri. Rambutnya mulai lepas dari sanggul, dan gaunnya sudah longgar di bagian atas.“Dia pasti berharap malam ini jadi awal segalanya,” gumam Natasya pelan, kali ini dengan nada dingin, bukan cemas. Tentu saja dia sudah bisa menebak isi pikiran Kenan.“Tapi kalau dia mengira aku akan langsung menuruti kemauannya, dia salah besar.” sambungnya lagi.Dia menatap ke belakang, ke arah pintu dengan sinis, seolah itu bisa langsung menembus ke arah Kenan.Natasya menarik napas panjang, lalu merapikan gaunnya agar tidak jatuh. Tatapannya tidak goyah sedikit pun.“Aku tidak menolak dia sebagai suami. Aku hanya tidak suka caranya. Selalu ingin buru-buru, selalu merasa bisa memutuskan segalanya sendiri. Kalau dia benar-benar mencintaiku, dia harus belajar menghargai waktuku.” ucap Natasya panjang.Ia meraih handuk, lalu menekannya perlahan ke wajah. Uap air dan rasa lelah d

  • Aku Tidak Menargetkanmu, Tuan!   Bab 99# Mansion

    Beberapa menit berlalu dalam hening yang terasa panjang. Kenan akhirnya hanya bisa pasrah, sembari menggenggam tangan Natasya. “Babe, kita tidak pulang ke rumah yang biasa,” ucap Kenan tenang. “Aku ingin kita memulainya di tempat baru yang lebih baik,” jelas Kenan lagi. Kenan terus berbicara, karena dia tahu Natasya masih mendengarkan. Istrinya itu hanya tidak ingin berbicara banyak dengannya sekarang. Sama sekali tidak ada respons, selain suara napas teratur yang terdengar di pangkuan Kenan. Mobil itu terus melaju keluar dari pusat kota. Jalan mulai sepi, berganti deretan pepohonan tinggi. Hingga akhirnya, pagar besi hitam setinggi hampir tiga meter terbuka otomatis. Mereka memasuki halaman luas yang diterangi lampu taman. Di tengahnya berdiri sebuah mansion megah, bangunan bergaya klasik dengan pilar-pilar putih, lampu-lampu yang berpijar dengan mewah di malam hari, dan dinding kaca yang memantulkan cahaya hangat dari dalam. Karena mereka sudah tiba, Kenan akhirnya membangun

  • Aku Tidak Menargetkanmu, Tuan!   Bab 98# Perjalanan

    Malam sudah larut ketika resepsi berakhir. Lampu-lampu di area pesta mulai diredupkan, dan musik berhenti mengalun. “Babe, ayo pergi,” kata Kenan sembari menyodorkan tangannya.Natasya yang memang saat itu berdiri di samping Kenan, tidak langsung menyambut uluran tangan pria yang kini sudah berstatus sebagai suaminya itu. Melihat Natasya yang tampak enggan, Kenan akhirnya meraih tangannya, menggiringnya keluar dari area resepsi. Ia tak berkata apa-apa, hanya memberikan senyum tipis pada beberapa keluarga yang masih berdiri di dekat pintu keluar. Di parkiran, sebuah limousine hitam sudah menunggu. Pintu belakang dibuka untuk mereka. Mobil itu bahkan sudah dihias layaknya mobil pengantin baru.Melihat itu, Natasya menatap dengan sedikit kebingungan.“Kita tidak bermalam di sini?” tanya Natasya memastikan.Mendengar itu, Kenan langsung menggelengkan kepala sebagai jawaban. Saat itu juga, keluarga mereka mulai

  • Aku Tidak Menargetkanmu, Tuan!   Bab 97# Bertemu Kian

    Musik resepsi masih mengalun pelan saat Natasya kembali duduk di kursinya. Kenan sibuk berbicara sebentar dengan Rival, tapi pandangannya tetap sesekali mengarah pada Natasya. Baru saja Natasya ingin mengambil minumannya, sebuah suara akrab memanggil dari belakang. “Kak Nat!” Natasya menoleh, dan matanya langsung membesar, menangkap pandang seseorang. “Kian?” balas Natasya. Pemuda berwajah cerah itu berjalan cepat melewati kerumunan tamu, senyumnya lebar. Begitu tiba di hadapan Natasya, tanpa ragu ia meraih dan memeluknya erat. Tubuhnya hangat, aroma parfum yang familiar menyeruak, membawa ingatan lama mereka.Meski sebenarnya, mereka sudah bertemu di pernikahan Laura dan Kevin waktu itu.“Kak, akhirnya kamu menikah juga,” kata Kian sembari tertawa.Mendengar itu, Natasya langsung membalas dengan ikut tertawa. Namun, pelukan dan senyuman itu ternyata mendapat tatapan yang berbeda dari arah lain. Dari sudut matanya, N

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status