Share

Dafa mengamuk

Author: Chikyciki
last update Last Updated: 2023-07-16 21:17:22

"Pah," panggil Lelaki itu dengan bariton suaranya yang berat.

Akhirnya, aku dan Tuan Besar masuk ke dalam ruangan setelah berdiri diam di depan pintu. Tuan Besar dengan tegas menginstruksikan dua orang pelayan yang berada di sisi Tuan Dafa untuk segera pergi.

Aku menoleh ke kiri dan kanan, kamarnya terlihat begitu gelap. Gorden tidak terbuka, memberikan kesan yang sedikit menyeramkan.

"Cari apa kamu?" tanya Tuan Dafa sembari menatap sinis ke arahku.

Aku langsung menggelengkan kepala sebagai jawaban, kenapa harus keciduk sih.

"Dafa, bagaimana keadaanmu?" tanya Tuan besar.

"Mengapa kalian ada di sini?" tanyanya balik, dengan tatapan tajam menatap kami berdua.

"Dafa, Papah hanya ingin menjengukmu ...."

"Katakan!"

Aku menelan saliva dengan susah payah. Melihat interaksi mereka, aku menyadari bahwa hubungan mereka tidak baik.

"Begini, Dafa. Papah ingin memperkenalkanmu dengan Jingga." Aku melihat Tuan Besar menghela nafas pelan, lelaki itu tampak sangat sulit mengatakannya. "Gadis ini anak yang baik, Papah ingin kamu menikah dengannya."

Brak!

"DAFA!"

Mataku melebar saat Tuan Dafa langsung memukul meja kaca di sisinya hingga pecah. Tangannya terkepal dengan darah yang sudah mengalir dari tangannya.

"SAYA TIDAK MAU MENIKAH, SUDAH SAYA BILANG SAYA TIDAK AKAN MENIKAH!" Matanya memerah memperlihatkan betapa marahnya lelaki itu.

"Dafa ini demi kebaikanmu!"

"Kebaikan apa? Papah mau saya di hina dan menjadi beban seorang istri karna saya cacat?" Gigi lelaki itu bergemeletuk. Ia mencengkram pecahan kaca dengan sangat kuat.

Aku yang melihat hal itu langsung mendekat ke arah Tuan Dafa, lalu mengambil pecahan kaca di genggamannya. Jika dia terus menggenggamnya, tangannya akan tertusuk atau tersayat.

"Tuan, saya mohon lepaskan pecahan kaca ini."

"Gak usah so peduli, bajingan. Menjauh! kalo tidak, pecahan kaca ini akan menancap di kepalamu," gertak Tuan Dafa.

Suara retakan kaca beserta darah mengalir membuatku merasa ngilu. Tidak peduli apa yang dia katakan, aku terus berusaha untuk mengambil pecahan kaca itu.

"JINGGA LEPASIN TANGAN DAFA. NANTI KAMU JUGA AKAN IKUT TERLUKA." Tiba-tiba, Tuan Besar berteriak dengan panik. Segera ia pergi memanggil beberapa orang untuk membantu menenangkan Tuan Dafa. Sementara itu, aku terus mencoba membujuk lelaki tersebut agar melepaskan genggamannya.

"Tuan saya mohon. Nanti tangan anda akan sangat sakit."

"Jangan memberitahu saya soal rasa sakit, saya sudah mati rasa," jawab Tuan Dafa sambil menekan kata mati.

"Argh." Aku meringis saat pecahan kaca itu ikut menancap di tanganku.

"Sakit?" ucapnya pelan. "Jika kamu tidak bisa menahan rasa sakit ini, bagaimana bisa menjadi istri seorang Dafa." Lelaki itu berbicara sembari menyeringai menatapku.

"Urungkan niatmu untuk pura-para ingin menjadi istriku. Lebih baik beritahu sekarang berapa uang yang kau mau. 500 juta, 100 juta atau I milyar?"

"Aa--aku tidak butuh uang, Tuan."

"Munafik!" Wajah Tuan Dafa semakin memerah, sebelah tangannya hampir kembali mengambil pecahan kaca, jika beberapa anak buah Tuan besar tidak datang untuk memegang tangannya.

Seorang dokter laki-laki menyuntikan sesuatu ke bahu Tuan Dafa, membuat lelaki itu tampak tenang lalu memejamkan matanya.

"Akhirnya Dafa kembali tenang," gumam Tuan Besar.

"Maaf Tuan, apa yang kalian bicarakan dengan Tuan Muda hingga membuatnya kembali mengamuk?" tanya salah-seorang seorang lelaki yang memegangi tangan Tuan Dafa.

Saat Tuan Besar akan menjawab, tiba-tiba Dokter berbicara membuat semuanya terlihat melebarkan mata.

"Bagaimana kita bisa mengeluarkan pecahan kaca ini? Potongan kaca itu menusuk lengan gadis ini dan Tuan Muda."

Aku yang baru menyadarinya ikut melihat ke arah tanganku, benar apa yang dikatakan dokter itu. Pecahan kaca yang lumayan besar itu menusuk tanganku dan tangan Tuan Dafa, membuat tangan kami tampak menyatu.

"Cabut saja," ucapku membuat mereka langsung melotot.

"Tapi ini sangat sakit?" Tuan Besar menatapku dengan khawatir.

"Biar saya yang cabut."

Sekarang tangan tuan Dafa sudah tidak terkepal, aku menggunakan sebelah tanganku untuk mencabut pecahan kaca tersebut.

Aku menggigit bibir, merasakan tangan ini begitu perih.

"Dokter, obatin Dafa. Saya akan membawa Jingga untuk di bawa ke rumah sakit!"

"Baik, Tuan!"

***

"Tidak ada pecahan kaca yang tertinggal di dalam tangannya, tusukannya juga tidak terlalu dalam," ujar sang Dokter. Sekarang kami berada di rumah sakit, Tuan Besar langsung membawaku ke sini karna melihat tanganku yang terus mengeluarkan darah.

"Saya pamit dulu Tuan, saya akan menyiapkan beberapa resep obat untuk di gunakan di rumah." Setelah mengatakan hal itu, Dokter itu lalu keluar. Meninggalkanku dan Tuan besar yang sama-sama hanya diam, larut dalam pikiran masing-masing.

"Jingga, maafkan kesalahan anak saya. Saya tidak menyangka jika Dafa akan melakukan hal ini."

Lelaki yang terkenal tegas itu, menunduk di hadapanku karna ulah anaknya.

"Tidak apa-apa, Tuan," jawabku sembari menyunggingkan senyum. Entah kenapa aku lebih menghawatirkan Tuan Dafa, saat pecahan kaca itu sampai tembus mengenai tanganku tidak kulihat raut wajahnya yang meringis atau kesakitan.

"Jingga, saya tidak akan memaksamu untuk menikahi Dafa. Benar yang dikatakan Tania dan Satria, mungkin anak saya sudah ...."

"Saya akan tetap menikah dengannya Tuan," jawabku dengan mantap.

Aku melihar raut wajah Tuan Besar terkejut, mungkin orang-orang akan mengatakan aku bodoh yang masih mau bersama lelaki seperti itu.

"Jingga, apa kamu serius? Kamu taukan kalo Dafa itu tempramental. Dia bisa menyakitimu," terangnya.

"Tuan tenang saja. Saya sudah biasa mengalami kekerasan dari semenjak saya kecil, kesakitan seperti itu sudah biasa bagi saya."

Tiba-tiba, Tuan Besar memeluk tubuhku. Rasanya kehangatan yang kuat mengalir melalui pelukan ini, aku merasa ini seperti pelukan yang selalu aku rindukan dari sosok yang kuanggap sebagai Bapak. Ternyata seperti ini rasanya, begitu nyaman diselimuti kehangatan di dalam pelukan ini.

"Terimakasih, Jingga. Saya tau kamu satu-satunya gadis yang nantinya bisa membuat Dafa bangkit kembali. Mungkin terdengar seperti candaan saat sedari dulu, saya sudah ingin menjadikanmu istri Dafa, karna melihat betapa gigihnya kamu kerja di warung makan walau kamu masih sekolah SMP. ?" kekehnya. Lalu melepas pelukannya sembari tersenyum tipis.

"Tadinya, saya mengurungkan niat itu karna kamu masih kecil, tidak pantas dengan Dafa yang sudah dewasa. Tapi candaan itu berubah menjadi keinginan besar, setelah beberapa kali saya mencari calon istri, tapi mereka terus menghilang meninggalkan Dafa

Jingga, saya sudah menganggap kamu putri saya sendiri. Apa kamu yakin dengan pernikahan ini? Apa kamu tidak keberatan dengan umur Dafa yang sudah dewasa?"

Aku menyadari bahwa perbedaan usia antara aku dan Tuan Dafa sangat besar. Namun, wajahnya yang tetap terlihat muda, dengan tatapan tajam seperti elang, dan ketampanannya yang diatas rata-rata membuatku tidak merasa terganggu oleh perbedaan ini. Meskipun sebenarnya, keinginanku untuk menikah dengan Tuan Dafa bukanlah semata-mata karena penampilannya yang menarik.

"Saya tidak keberatan, Tuan. Tapi, apakah boleh saya meminta sesuatu?"

"Katakan, apa yang kamu inginkan?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Ending

    Dafa terduduk lemas sambil menatap sebuah foto yang berisi keluarganya dulu saat mereka masih lengkap. Dia kemudian memasukkan foto tersebut ke dalam koper.Sudah tujuh tahun sejak peristiwa mengerikan itu terjadi, namun kenangan yang menakutkan itu masih selalu menghantuinya. Dafa menghela nafas pelan dan kembali melanjutkan mengambil barang-barang lainnya untuk dimasukkan ke dalam koper."Sudah siap semuanya?" tanya Tuan William. Dafa mengangguk, ia lalu meminta seseorang untuk membawa barang-barangnya ke mobil."Hana, sini sama Papah." Bocah perempuan yang berada di sisi Tuan William langsung berlari ke pangkuan Dafa. Lelaki itu tersenyum, ia lalu mencium pipi gembul putrinya."Sebelum ke rumah baru, kita nemuin Bunda dulu yah," ucap Dafa membuat bocah itu mengangguk dengan antusias. Dafa lalu menggendong Hanna, sebelum pergi ia terlebih dahulu menatap lama ke arah kamar mereka. Ia menghela nafas pelan, merasa berat meninggalkan rumah yang penuh dengan kenangan indah. Namun, mes

  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Pengorbanan Hans

    "Tania, berhenti!" teriak Jingga dengan panik, namun Tania justru tertawa. Dengan kegilaan di matanya, wanita itu terus mengemudikan mobilnya menuju jurang yang mengerikan."Tania, jangan bodoh. Kita bisa mati!"Tidak, Jingga. Jika aku tidak bisa mendapatkan Mas Dafa, maka kamu juga tidak."Tania menginjak gas dengan keras, membuat mobil semakin cepat menuju ke jurang yang menakutkan. Jingga dengan panik mencoba menghentikannya, tangan mereka berebut setir mobil sehingga kendaraan itu menjadi tidak stabil. "Lepaskan, Tania!"Namun, Tania tak merespons. Kedua wanita itu terus berebut setir, membuat mobil semakin oleng dan jauh dari kendali."Aku tidak akan membiarkan kamu menyelakaiku atau anakku."Tin! Tin! Tiba-tiba suara klakson mobil terdengar dari arah samping. "HANS," teriak Jingga, ia melihat mobil Hans yang sedang melaju di sisinya dengan tangan lelaki itu berusaha mengetuk kaca mobil Tania."Hentikan perbuatan ini Tania! Berhenti!" teriak Hans dengan keras, namun Tania tet

  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Pengakuan mengejutkan

    Ada yang aneh dari tatapan Tania, tapi aku tidak tau apa. "Jingga, saya mau menemui Hans terlebih dahulu. Saya harus mengetahui apa alasan dia melakukan hal itu." "Aku ikut, Mas.""Hm, ayo."Kami akhirnya melangkahkan kaki untuk mencari Hans, sekarang dia harus menjelaskan semuanya. Mengapa dirinya sampai mengambil keputusan seperti itu? "Hans," panggil Mas Dafa. Membuat Lelaki yang sedang duduk di teras itu mendongak menatap kami. "Kak Dafa, ada apa?" "Jujur sama saya, Hans. Kenapa kamu melakukan hal itu?""Hans, hanya ingin menikahinya Kak.""Bohong, saya sudah pernah mencarikanmu wanita. Bukan hanya saya, tapi Papah juga. Tapi kamu selalu menolak dengan alasan tidak mau menikah, sekarang kamu malah ingin menikahi Tania. Hans, saya tau kamu tidak mencintainya, kamu juga tidak sepeduli itu pada putranya. Lalu apa yang membuat kamu ingin menikah dengannya?" tanya Mas Dafa, tampak kekesalan terlihat di wajahnya karna melihat Hans yang hanya tersenyum dan terus diam. "Kakak tidak

  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Permintaan Hans

    Aku terbangun dan menatap ke samping namun tidak ada keberadaan Mas Dafa. Ku lirik jam yang sudah menunjukan pukul satu malam. Kemana Mas Dafa pergi malam-malam seperti ini. Aku langsung bangkit, dan keluar dari kamar. Langkah ku ayunkan ke kamar Tania, pasti Mas Dafa berada di sana.Benar, saja. Aku melihat Mas Dafa sedang menggendong Azka, putra Tania. Mata lelaki itu terlihat sayu, tapi dia seperti tidak lelah menggendongnya. Sedangkan Tania, wanita itu sedang berbaring sembari tersenyum ke arah Mas Dafa. Melihat pemandangn seperti ini, hatiku terasa begitu sakit, terlebih melihat mereka seperti suami istri yang sempurna.Aku menggeleng dengan cepat, bagaimana bisa aku berpikir seburuk itu. Aku tau, jika Mas Dafa hanya mencintaiku. "Mas, gendong Azka nya jangan sambil berdiri gitu. Mendingan sambil tiduran dekat aku," ucap tania dengan nada yang terdengar manja."Tania, saya datang ke sini hanya untuk menidurkan Azka. Jangan pernah berpikir macam-macam, karena jika kamu mengatak

  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Kebodohan Jingga

    "Ngga, Mas." Langkah Mas Dafa kembali berhenti saat aku menghempaskan tangannya. "Jingga, kamu ....""Mas, aku mohon. Apa kamu tidak kasihan sama Papah, dan anak Tania. Dia masih kecil Mas, dia butuh banyak kasih sayang.""Jingga, kamu tidak tau apapun. Turutin perintah saya, ayo!" Mas Dafa akan kembali menarik tanganku, tapi dengan cepat aku menggeleng. "Maaf Mas, aku tidak akan kemana-mana. Aku akan tetap di sini. Mas, tolong kali ini saja jangan egois," ucapku membuat mata Mas Dafa melebar, seperti tak percaya dengan apa yang aku ucapkan. "Saya egois, kamu serius dengan ucapanmu, Jingga?""Iya, Mas," jawabku sembari menatap ke arahnya, berusaha untuk menutupi ketakutan ini karna sudah melawan dirinya. "Baiklah, kita akan tetap di sini," jawab Mas Dafa dengan nada yang terdengar kecewa.***Aku, Papah dan Hans mengikuti Mas Dafa yang berjalan ke arah kamar Tania, entah kenapa mendadak hatiku menjadi tidak tenang. Semoga saja, ini tidak membuat hubungan kami menjadi kembali reng

  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Pergi

    Pov JinggaAku menggendong bayi Tania dengan air mata yang menetes, tak kuasa manahan tangisku saat bayi yang baru lahir ini sudah kehilangan Papahnya dan Ibunya seperti tidak menyayanginya."Jingga, kamu amankan dulu bayinya." Aku mengangguk, saat akan membawa bayi ini tiba-tiba Tania kembali berteriak. "Kembalikan bayiku! Jangan bawa dia, kamu mau nyuri dia kan? Karna dia pewaris keluarga William?""Astagfirullah." Hans menggelengkan kepalanya, sedangkan wajah Mas Dafa sudah memerah. Mas Dafa memgambil alih bayi itu, lalu kembali menurunkannya di dekat Tania. "Urus bayimu Tania!" ucap Mas Dafa, setelah itu ia akan kembali mendekatiku akan tetapi Tania malah mencekal tangannya. "Mm--mas Dafa," panggil Tania, membuat kami semua mengerutkan kening. "Mas, bantu aku buat jaga bayi ini. Kasian dia Mas, dia udah gak punya Papah." "Bukannya kamu tadi menuduh istri saya akan mencuri bayimu?" "Yah, karna dia bukan siapa-siapa. Dia pasti bakal ngelakuin segala cara untuk mengambil bayi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status