Pen hanya bisa pasrah. Apa yang bisa dia lakukan melawan Anggara? Apalagi, Ana melompat kegirangan saat mendengar. Dengan lemas Pen berjalan masuk ke dalam loby. “Hah?” Dia semakin terkejut saat melihat puluhan pengawal Raden berada di dalam dan menundukkan kepala.“Aku lupa sudah berhubungan dengan Bos, dari semua Bos yang ada,” gumamnya pelan sembari melihat Ana sangat mesra bergandengan tangan dengan Anggara saat memasuki apartemen. “Ini sangat kacau. Aku harus berubah kembali menjadi diriku. Tapi, bagaimana caranya?”Pen yang semula menatap kaku, tiba-tiba tersenyum ketika melihat Anggara sangat mesra dengan dirinya yang masih dihuni Ana. Dia mengingat masa lalu yang sangat indah walaupun hanya sejenak saja.“Tidak! Aku tidak akan pernah lengah.” Pen menggelengkan kepala untuk memusatkan pikirannya lagi. Dia segera mendekati Anggara dan menampis tangan lelaki itu yang masih mencengkeram tangan Ana.“Anakku, kau tidak bisa begitu dengan ayahmu,” ucap Ana sembari meringis.“Kau!” tu
Ana tertegun melihat Anggara keluar dengan menggunakan jas mahal. Dia selama ini tidak pernah membayangkan akan bertemu ayahnya. Ternyata seorang pria gagah dan super tajir. Sangat berwibawa sekali. Ana sebenarnya hanya ingin sosok ayah yang bisa membuatnya hangat. Bisa melindunginya. Kehidupan keras membuat dia tidak tahan dengan keadaan. Apalagi sang ibu harus berjuang sendiri menghidupinya. Hingga kini dia sangat lega, sang ayah mau menerimanya. Yang paling penting, masih mencintai ibunya.Selama ini Ana hanya bisa melihat Anggara berada di media sosial dengan semua kekayaan dan aset yang dimilikinya. Kini Ana bisa tersenyum melihat sosok ayahnya dengan jelas. Anggara pun menatap Ana yang masih dia kira Pen. Membelai pipi Pen yang selama ini dia rindukan. "Pen, kau cantik sekali," ucap Aggara pelan.Ana menerima belaian itu, karena dia selama ini tidak pernah menerima kehangatan sosok ayah. Tapi, wajah Anggara semakin mendekat seperti sebelumnya.DEG!"Adew, gak lucu Ayah menciumk
Ana spontan menutup kedua matanya. Tamparan keras akan melayang ke pipinya. Namun, kenapa dia tidak merasakan apa pun? Kedua mata Ana yang semula memejam sangat kuat, kini perlahan terbuka. Dia semakin tak percaya. Anggara dengan cepat menampis tangan Gracia yang semula akan menampar ke arahnya, malah mendarat di pipi Joko. Gracia adalah anak seorang Walikota. Dia sangat kaya. Keluarganya disegani semua orang. Namun, justru itu semua membuat Gracia berbesar kepala. Wanita sangat angkuh dan ingin selalu menjadi yang terbaik. Tidak pernah menghargai orang lain. Tapi, siapa yang berani kepadanya. Semua orang hanya terdiam ketika mendapatkan amarahnya yang sewenang-wenang. Tujuh belas tahun lalu, dia ketika itu masih sangat remaja, menyukai Anggara saat pertama kali bertemu di acara perayaan ulang tahun Romo ayah kandung Anggara. Ayahnya adalah sahabat dekat Romo. Gracia sejak itu berusaha keras, ingin merebut hati Anggara. Hingga dia terkejut Anggara mengalami kejadian malam tak terdug
Joko semakin menatap Ana dengan tajam. Dia tidak mengerti dengan semuanya. Tapi, dia sangat penasaran. "Sebentar. Kamu tadi manggil dirimu sendiri, Ana. Lalu, manggil Raden, ayahku. Kenopo iki? Aku kok bingung." Joko segera mengunci pintu ruangan. Dia bergegas duduk kembali di hadapan Ana. Joko selama ini selalu mendampingi Anggara sejak Raden itu remaja. Joko adalah adik dari Kepala Manajer perusahaan ayah Bambang sahabat Ana. Dia mendapatkan tawaran untuk menjaga Anggara setelah menjadi lulusan terbaik di salah satu universitas Jakarta dengan bayaran sangat mahal. Apalagi, Joko sangat pintar, yang mengajarkan Anggara semuanya sampai Raden bisa hebat seperti ini. Anggara tidak bisa hidup tanpa Joko. Dia sangat menyayangi Anggara seperti adiknya sendiri. Hingga Anggara harus menjalani masalah rumit tujuh belas tahun lalu. Joko sebagai saksi semua rahasia Anggara dan Pen. Sepanjang malam Ana memang sudah memikirkan ini dengan sangat matang. Hanya Joko yang bisa membantunya. "Kamu t
Ana semakin panik. Pen berteriak keras saat menghubunginya. Tapi, Ana malah melompat kegirangan. Dia tertawa sambil membayangkan semua temannya pasti akan menganggap dia keren. "Ah, pasti Amel si genit dan kemayu itu terkaget-kaget. Ana, kau kurang ajar sekali. Hahaha," batinnya sambil menirukan gaya bicara Amel. Ana tidak sadar semua yang masuk ke dalam toilet memperhatikannya. Dia meringis sambil merapikan rambutnya. Keluar sambil berjalan dengan percaya diri. Dia lupa jika Gracia masih mengejarnya."Kau!" tunjuk Gracia segera mendekati Ana."Ah, aku lupa ama mahkluk satu ini," gumamnya semakin membuat Gracia geram. Wanita itu seperti biasanya akan menampar Ana. Plak!"Rasakan," ucap Gracia puas. "Kau belum tahu berhadapan dengan siapa, wanita murahan," lanjut Gracia tersenyum puas. Dia berkacak pinggang sambil menginjak tubuh Pen yang tersungkur di lantai."Gracia!" teriak Anggara keras. Wanita itu mendadak menolehkan pandangan ke belakang. Tangan yang semula ada di pinggang rampin
Ana membuat kedua lelaki yang semula berwajah semringah di hadapannya, seketika terdiam kaku. Lelaki kembar itu tidak menyangka akan bertemu wanita yang selama ini tidak mau mereka lihat. Wanita yang mengetahui semua rahasia hebat yang mereka simpan. Hingga kini mereka benar-benar tidak menyangka. Bertemu Penelope, berarti sama saja dengan mimpi buruk mereka."Kenapa kita bertemu wanita ini? Bukankah kau sudah memastikan dia menghilang? Kenapa kau bodoh!" umpat salah satunya. Dia menjitak kepala saudara kembarnya yang hanya menggaruk-garuk kepalanya.Ana berjalan cepat. Berhadapan langsung dengan kedua lelaki yang ada hubungannya dengan Penelope. Lelaki kembar itu mendadak mengangkat dada dan wajah. Mereka tidak mau terlihat ketakutan. Menganggap seolah-olah tidak pernah terjadi apa pun."Ya, ada apa Penelope? Apa Raden Anggara sudah bisa kita temui? Apa jadwalnya kosong?" Mereka masih berusaha santai berhadapan dengan Ana."Kalian ... tidak bisa membohongi gelagat itu. Apa kalian pik
Joko buru-buru mengikuti Ana masuk ke dalam mobil. Dia resah menatap Ana yang berubah menjadi pendiam. Pertama. Joko tahu masa lalu itu, dan sebaiknya menceritakan semuanya. Kedua, dia juga ingin masalah Anggara dan Penelope segera terselesaikan."Jadi, aku memang harus cerita semuanya? Kau benar-benar sudah siap?" "Tentu saja iya!" sela Ana menggebu. Joko sampai tersentak. "Baiklah, aku akan cerita. Ok, dengarkan."Joko menepikan mobil di pinggir pantai. Dia menekan tombol, membuat atap mobil terbuka. Ana menganga, bahkan tidak berkedip."Argh ... kau ... menyebalkan." Ana mendengus kesal. Dia menempuk pundak Joko sambil menggeleng."Oke, oke. Kalau begitu dengarkan baik-baik."Ana mengernyit saat menatap wajah Joko yang semakin teduh. Ada rahasia besar yang akan terungkap. Joko mulai membuka mulutnya dan cerita. Ana semakin terpaku mendegarnya.Ketika itu Joko menyelamatkan Pen dan membawa ke apartemennya. Dia mendengarkan Pen bercerita sambil menangis. Pen sangat bersedih, ketika
Mata Joko membelalak. Dia paham kalau memang Ana akan sangat terpukul dengan semua yang dia ceritakan. Sebenarnya masih banyak sekali cerita yang belum dia ketahui. Joko sebaiknya menyudahi saja. Ana adalah remaja yang memiliki sifat labil dan masih pemarah. Joko harus berhati-hati dengan kerja sama ini. Dia tidak mau, malah akan membuat masalah semakin rumit."Ya udah. Mending sekarang kamu aku antar pulang saja. Pasti ibumu nunggu kamu. Eh maksud aku ... anak atau ... adew aku kok malah riweh gini ngomongnya." Joko menekan tombol untuk menutup atap mobilnya kembali. Ana masih saja menundukkan kepalanya. Joko kali ini tidak akan menegurnya. Dia akan mengendarai saja."Aku, tidak menyangka Ibu akan mendapatkan perlakuan seperti itu. Bagaimana kalau memang Juragan berengsek itu yang berada di dalam kamar? Argh! Sialan!" Masih saja mengumpat. Ana tak tahan dengan ini semua. Batinnya meradang. Benar-benar dia akan melakukan sesuatu untuk menyelesaikan semuanya.Umpatan yang akan dia kelu