Aku menyerah. Ya.. sebelum perasaan ini semakin dalam aku memutuskan untuk menyerah. Dari awal ini hanya perasaan sepihak dan aku tidak memiliki keinginan untuk memilikinya, maka tidak akan sulit untuk melepaskan perasaan ini. Perasaan ini hanya akan menjadi boomerang untuk hubungan ku dan Riana.
Lagipula Dzaqi semakin hari semakin menjauhi ku. Itu bukan asumsi ku saja tapi memang dia melakukannya. File video hasil syuting rencananya akan kita edit bersama, mendadak dia berikan padaku lewat Furi. Dia bilang dia sedang sibuk sebaiknya menggunakan jasa pengeditan saja biar bagus juga hasilnya. Aku bisa terima alasannya itu tapi kenapa harus dia titip lewat Furi tidak diberikan langsung padaku padahal kita satu kelas. Sikapnya itu sangat kentara. Namun harus bagaimana lagi, bukankah ini hal baik agar aku mudah mengikhlaskan perasaan ku padanya.
***
“Gue heran kenapa banyak cewek yang suka sama Qiqi? Ganteng juga standar. Gue ingat banget pas pertama masuk kuliah, cewek – cewek di kelas pada mangap bengong pas dia lewat di depan kelas.” Ujar Furi kala kami di kantin kampus bersama Airin. Ya, kami bertiga menjadi akrab dan sering berkumpul setelah project film.
“Gue enggak” balas ku
Tahu keberadaan dia saja setelah tiga bulan kuliah, sambung ku dalam hati.
“Waktu itu dia keliatan keren soalnya” balas Airin
“Lo suka sama dia?” tanya Furi ke Airin.
“Bukan suka sih tapi mengagumi, sekarang sih biasa saja mungkin karena sudah sering lihat di kelas.”
“Buat gue gantengan Kak Ikmal, si kating ganteng.” Ujar Furi
“Oh dia kakak kelas gue pas SMP, dia memang populer dari dulu” jelas ku
“Lo satu SMP sama Kak Ikmal?” tanya Airin.
“Iya begitu lah, tapi kayaknya dia gak kenal gue.”
“Anyway, mau tahu gak? Sebenarnya gue juga sempat suka sama si Dzaqi.” Aku Furi.
“Hah? Serius?” tanya ku terkejut.
Jangan – jangan mereka punya hubungan cinta terpendam karena status pertemanan yang tak ingin rusak, batin ku.
“Heueuh tapi.. waktu bocil haha pas SMP. Dia sok kegantengan banget pokoknya waktu itu. Dia tahu gue suka sama dia dan dia juga baik sama gue tapi pas besoknya dia pacaran sama teman gue. Polos biadab banget kan dia.”
Kayaknya keputusan ku untuk menyerah sudah tepat, batin ku.
“Wah kebangetan. Ceritain lagi gimana dia zaman sekolah dulu dong, Ri.” Ujar Airin dengan antusias.
“Ya gitu, dia banyak yang naksir dari zaman dulu juga dari mulai kakak kelas sampai adik kelas, kalau yang seangkatan sudah jangan ditanya lagi deh banyak banget. Selain karena tampang dia yang lumayan, ketua OSIS, ditambah lagi dia anak yang punya yayasan sekolah. Kayak tokoh di novel banget deh.”
“Padahal gak tahu saja manjanya gimana kalau di rumah.”
“Emang manja gimana Ri?” tanya ku yang ikut penasaran.
Katanya mau nyerah tapi dengar tentang dia semangat 45-nya berkobar, cela ku dalam hati.
“Dia tuh manja banget sama ibunya, saking manjanya kalau mau ada acara atau pergi kemana gitu minta ibunya yang pilihin baju yang mau dipakai. Terus waktu study tour SMA dia sampai gak makan karena katanya makanan ibunya lebih enak daripada makanan hotel.”
“Bahkan adiknya pernah cerita ke gue kalau si Qiqi suka makan disuapin sama ibunya gara – gara susah makan, ngegame mulu katanya.”
“Dekat banget kayaknya dia sama ibunya.” Balas ku.
“Adiknya suka ngomongin kakaknya ke elo Ri?” tanya Airin.
“Heueuh.”
“Haha lucu banget.”
“Lo dekat banget ya sama keluarganya Dzaqi, Ri?” tanya ku.
“Lumayan lah. Adiknya sih suka main ke rumah, main bareng sama adik gue.”
“Sekarang lo masih suka sama Dzaqi?” tanya ku kembali.
Aduh malu – maluin nanyanya to the point banget kalau Furi curiga ke aku bagaimana coba, batin ku mengomel.
“Hahaha itu tuh dulu masih bocah, pas kelas 3 SMP kan gue langsung move on sama temannya, si Fahri.”
“Oh yang sekarang dekat lagi?” tanya Airin
“Yup.”
“Tapi gue juga kasihan sama si Qiqi dia diatur banget sama bokapnya, sampai – sampai gaul saja diatur harus sama siapa. Di kampus dia kan disuruh harus berteman sama si Chandra.” Sambung Furi.
Hm iya kasihan banget. Ya ampun Di, hati kamu kenapa malah luluh dan simpati lagi ke dia sih, omel ku lagi pada diriku dalam hati.
“Karena Chandra pinter?”
“Mungkin.”
Obrolan berlangsung panjang dengan topik yang berbeda – beda, termasuk obrolan tentang rencana foto bareng sekelas di studio. Rencananya hari minggu pas car free day biar sambil nongkrong dan jalan – jalan bareng. Kalau kami sih tipe anak yang ikut – ikut saja kalau soal hangout.
***
Penjelasan Dzaqi telah membuka pikiran ku bahwa perasaan ku dulu bukan perasaan sepihak, hanya saja waktu tak membiarkan kita bersatu. Usai Dzaqi menjelaskan kesalahpahaman kita di coffee shop waktu itu, aku hanya menganggukkan kepala dan mengatakan bahwa aku telah paham sebagai tanggapan ku. Setelah itu, aku pergi meninggalkan dia di sana.Setelah pertemuan waktu itu, aku pikir aku tidak akan menemuinya lagi karena kesalahpahaman di antara kita telah selesai. Dia juga akan menikahi perempuan lain. Namun tiba – tiba saja aku dikejutkan dengan kehadiran dia di perusahaan penerbitan buku, di mana aku bekerja.“Aku benci kebetulan.” Ujar ku.“Gimana kalau sebenarnya kebetulan itu adalah takdir Tuhan?” tanya Karina saat itu.Aku hanya bisa diam menanggapinya.Hari pertama aku bekerja di sana. Dzaqi sudah mulai mendekati ku lagi. Bahkan dia ikut naik bus karena aku menolak dia mengantar ku pulang dengan mobilnya. Hari
Saat itu tentu saja aku memberi izin Dzaqi untuk memesan kopi terlebih dahulu. Sembari menunggu pesanannya, dia menjelaskan segalanya. Mulai dia yang memang mengaku tertarik dengan ku sejak pertama masuk kuliah. Saat itu aku bertanya bukannya dia sedang memiliki seorang pacar kala itu, dia langsung menjawab bahwa hubungan dia dengan pacarnya sudah renggang sebelum dia mengenal ku, katanya pacarnya selingkuh tapi dia belum memutuskan hubungan mereka karena pacarnya selalu mengelak membicarakan hal tersebut. Karena alasan itu juga dia sempat menjauhi ku dulu. Katanya dia tak ingin menjadi seperti pacarnya yang memiliki seorang pacar tapi di sisi lain menyukai orang lain. Saat itu dia sangat berusaha keras untuk tidak menyapa ku dan menatap ku.Hingga kejadian dia melihat ku di depan gedung konser musik membuat dia tak tahan untuk menghampiri ku. Dia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada ku saat itu. Lalu setelahnya dia menjauhi ku lagi karena hubun
Tak terasa sudah mau satu tahun aku bekerja menjadi editor. Pahit manis bekerja di sana pun sudah pernah aku rasakan. Rekan kerja yang solid menjadi salah satu alasan aku nyaman bekerja di sana, meskipun pada awal kerja aku sempat ingin mengundurkan diri. Bukan karena senioritas atau tindakan diskriminasi sebagainya, di sana justru tidak seperti itu, ya meskipun pasti ada saja orang yang terkadang membuat ku harus mengelus dada. Namun alasan keinginan untuk mengundurkan diri ku karena Dzaqi juga bekerja di sana.Aku tidak membayangkan akan bertemu dia di sana bahkan sebagai rekan kerja. Orang tuanya memiliki yayasan pendidikan yang perlu dia kelola sebagai penerus. Jadi ketika tiba-tiba dia ada di sebuah perusahaan penerbitan buku yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan usaha keluarganya membuat ku merasa heran. Tapi baru – baru ini aku mengetahuinya.Oh ya, aku perkenalkan inilah aku yang sekarang. Diza yang sedang bercerita den
Seminggu sebelum masuk kerja, aku berencana membeli pakaian kerja dengan ditemani Airin, sekalian beli kado untuk Furi. Sebab sepuluh hari lagi Furi akan menikah dengan laki – laki yang baru dia kenal 6 bulan yang lalu.Cinta memang tak memandang seberapa lama kita mengenalnya, seperti Furi dan pasangannya. Kata Furi, mereka sudah saling cocok dari awal pertemuan, ditambah calon suaminya selalu bisa membuatnya bahagia dan yang terpenting dia memperlakukan Furi dengan cinta yang tulus, jadi mereka memutuskan untuk segera meresmikan hubungan mereka dengan pernikahan. Aku dan Airin turut bahagia mendengar hal itu.Lanjut ke cerita aku yang akan belanja dengan Airin. Kala itu kami memutuskan untuk berbelanja ke sebuah mall dekat kampus kami. Salah satu tempat kami biasa hang out ketika masih berkuliah.Di sana cukup banyak pakaian yang ku beli. Sementara Airin hanya membeli kado untuk Furi, karena hari itu
Terkadang suatu hal yang tak ingin terjadi, Tuhan membuatnya terjadi. Seperti aku yang tak ingin bertemu kembali dengan Dzaqi. Aku merasa dunia sangat sempit padahal nyatanya luas kan? Karina, ternyata dia memiliki hubungan yang sangat erat dengan Dzaqi. Bukan hubungan seperti Dzaqi dan Furi, lebih dari itu. Sungguh aku tak menyangka. Karina yang merupakan tempat aku menceritakan keresahan ku dan menceritakan kisah percintaan ku termasuk kisah ku dengan Dzaqi. Bagaimana mungkin? Ah aku lupa tak ada yang tidak mungkin bagi Tuhan. Aku mengetahui hal itu karena aku melihat Dzaqi di rumah Karina. Jadi ceritanya begini, aku tak sengaja bertemu dengan Karina di minimarket. Dia akan beli camilan, katanya di rumahnya akan ada tamu. Aku menunggu dia belanja agar kami pulang bersama. Ketika aku akan melewati rumah Karina, aku melihat kumpulan ibu – ibu dan bapak – bapak di halaman rumah Karina. Salah satu dari mereka, aku mengenalinya. Awalnya aku tak perca
22 Agustus 2020, dinyatakan lulus sarjana 1 setelah melewati sidang skripsi dengan nilai IPK yang cukup memuaskan. Perasaan ku saat itu sangat lega dan bahagia karena akhirnya aku dapat menyelesaikan kuliah meskipun banyak sekali rintangan yang ku lalui. Dari mulai masalah tugas, pertemanan, kesehatan, hingga hati.Berbagai rintangan tersebut telah membentuk aku yang sekarang, Diza yang lebih dewasa. Diza yang lebih kuat. Luka hati ku yang dulu telah ku perban dan perlahan sembuh. Aku mulai menerima kekurangan diri ku juga. Aku rasa aku tak pantas dicintai orang lain jika aku belum mencintai diriku sendiri. Makanya aku sedang belajar hal itu dengan perlahan.Omong – omong soal Kak Ikmal, setelah pembicaraan di coffee shop dia tidak menghubungi ku lagi. Sebulan kemudian aku melihat dari sosial media Kak Ridwan kalau Kak Ikmal telah melangsungkan pernikahannya. Aku tidak diundang olehnya. Untuk hal itu aku mengerti dan memang leb