Saat ini aku sedang melihat foto bersama satu kelas yang dulu kami ambil di foto studio. Aku ingin tertawa melihat wajah ku yang tersenyum kaku haha. Hm, tak terasa momen itu sudah lama berlalu padahal rasanya baru kemarin aku merasa canggung karena harus berdekatan dengannya.
Kala itu entah siapa yang mengatur posisi yang pasti tiba – tiba saja dia berdiri membelakangi ku dan berjongkok sementara photografer menginstrusikan kami untuk berpose ceria namun terlihat natural. Aku kira aku sudah berusaha untuk terlihat baik namun hasilnya malah menggelikan. Senyuman ku terlihat sekali kaku. Untung saja aku bukan model jadi tidak akan ada yang menuntut atau memarahi ku karena wajah konyol ku itu.
Aku ingat sekali setelah pengambilan foto kami pergi jalan – jalan. Lalu kami pergi ke sebuah restoran makan cepat saji untuk makan bersama. Disana kami mengobrol segala hal terutama topik tentang dosen killer.
Singkat cerita sebagian dari kami ada yang pulang terlebih dahulu karena ada rencana lain, sebagian lagi berencana akan menonton film di bioskop. Aku termasuk yang akan ikut menonton film bersama 9 orang lainnya. Pikir ku saat itu menonton film bersama akan terasa seru apalagi momen kebersamaan seperti itu jarang sekali. Namun kami harus menunggu sampai jam 15.30 sore. Jadinya sebagian dari kami menunggu di cafe dan sebagian lagi jalan – jalan sambil belanja.
Aku diajak Riana dan 3 teman perempuan kami yang lainnya untuk berjalan – jalan. Mereka bilang ingin belanja sementara aku tidak bisa menolak aku takut Riana tersinggung apalagi setelah kejujurannya dia tentang Dzaqi. Padahal sebenarnya aku ingin bersama Furi dan Airin mengobrol di cafe.
“Eh itu ada konser musik kayaknya” Ujar Anita setelah berjalan – jalan jauh dari gedung bioskop.
“Kita lihat yuk?” usul Riana.
Tidak ada yang bisa protes ketika Riana memberikan usul maka aku terpaksa harus ikut padahal kelihatan penuh orang. Alhasil aku masuk ke suatu gedung mengikuti mereka dari belakang. Namun ketika baru saja aku masuk melewati loket tiket ada yang menarik baju belakang ku. Aku terkejut ketika aku lihat yang melakukan adalah Dzaqi. Aku heran kenapa Dzaqi ada disini padahal dia tadi sudah pulang paling awal.
“Aku pegangin biar gak ilang.” Ujarnya kala itu sambil menarik lengan baju ku.
Tuhan apa yang dia lakukan? Kenapa dia seolah peduli pada ku? Ya ampun jantung ku berdegub tidak wajar. Santai jantung santai.. batin ku.
Ternyata benar saja di dalam banyak sekali orang yang menonton konser, padahal hanya band indie biasa yang tidak terkenal. Aku jadi takut hilang atau terdorong orang lain. Apalagi dibagian depan penontonnya berjoged tidak karuan. Riana dan teman yang lain juga kemana lagi, kok aku tidak lihat mereka, batin ku.
“Berisik?” tanya Dzaqi yang berdiri di sebelah ku.
“Takut” ujar ku pelan.
Tiba – tiba saja tangan Dzaqi yang masih menarik baju lengan ku berpindah menggenggam tangan ku dengan erat.
“Mau keluar?” tanyanya sambil melihat mata ku.
Aku mengangguk pelan karena ku pikir tetap berada disana pun aku tidak tahu harus apa, terlebih lagi aku benar – benar takut berada disana.
***
Tidak jauh dari gedung konser musik kami memasuki gerobak ketoprak dan duduk disana. Kondisi ku berantakan dengan banyak keringat. Aku kapok masuk ke tempat seperti itu.
“Nih diminum! Mukanya pucet.” Ujar Dzaqi sembari memberikan aku segelas air teh hangat yang dia minta dari abang penjual ketoprak.
“Thanks” balas ku setelah meminumnya.
“Hm”
Saat itu aku kembali diam dan menundukkan kepala ku. Aku merepotkannya padahal dia pasti ada keperluan lain.
“Jangan nunduk terus, gak pegal emang?” ujarnya dengan nada sarkastis.
“Kamu kok ada disana?” tanya ku sambil mengangkat kepala ku.
“Itu pertanyaan yang pengen aku tanyain juga ke kamu.”
“Malah balik tanya” balas ku dengan wajah cemberut.
Alhasil Dzaqi tersenyum melihat wajah ku itu. Hm manis sekali.
“Aku lagi lewat mau ke tempat bimble, terus lihat kamu di parkir gedung itu.”
“Oh jadi gak bimble dong sekarang?”
“Hm karena siapa lagi”
“Maaf Dza, aku..”
“Aku gak suka kamu gabung sama Riana” potongnya
“Kamu sama Furi saja. Dia teman aku juga. Aku kenal dia sudah lama, dia anaknya gak neko – neko.”
“Kenapa?”
Bukannya menjawab pertanyaan ku dia malah melihat mata ku sehingga jantung ku berdegub kencang lagi. Dia buat aku gugup saja. Dia juga buat aku bingung. Baru kemarin dia menjauhi ku sehingga buat aku bertekad untuk melepaskannya tapi sekarang dia perhatian pada ku. Aku tidak mengerti apa ingin dia. Batin ku kala itu.
Sekitar pukul 15.00 setelah kami makan ketoprak, aku menghubungi Riana bahwa aku akan pulang dan tidak ikut menonton film. Sementara Dzaqi menunggu ku dengan motornya di samping ku. Katanya dia akan mengantarkan ku pulang.
Itu sungguh momen yang sampai saat ini mampu membuat hati ku menghangat atas perlakuannya. Meskipun aku tidak mengerti maksud yang dia lakukan apa tapi aku bersyukur dia ada disisi ku saat itu.
***
Setelah mengantarkan ku pulang pada hari itu sikap Dzaqi kembali dingin seolah yang memberikan perhatian kala itu adalah orang yang berbeda. Untuk apa dia melarang ku berhubungan dengan Riana seolah – olah peduli pada ku jika pada akhirnya dia menjauhi ku lagi.“Masa bodo! Aku akan tetap berteman dekat dengan Riana. Ini hidup ku untuk apa dia ikut campur memangnya siapa dia.” Omel ku sendiri di kamar.Ping.!RianaLagi ngapain Di?AkuLagi rebahan. Kenapa Na?RianaKamu sudah bilang suka belum ke Dzaqi?AkuKenapa?Maksudnya apa coba tanya begitu. Aku lagi sensi kalau bahas soal Dzaqi, si cowok nyebelin bin aneh bin suka PHP*in anak orang.*PHP: Pemberi harapan palsu
Diatas kasur kamar ku, aku meringkuk kesakitan karena asam lambung ku kambuh. Orang tua ku menyarankan aku untuk beristirahat sementara waktu sesuai saran dari dokter. Kebetulan juga kala itu perkuliahan dan mengajar di PAUD sedang libur semester maka aku bisa istirahat tanpa memikirkan masalah absensi.Namun karena aku sakit, aku tidak bisa ikut pendakian ke gunung Guntur. Jujur saja aku sempat kecewa tapi aku sadar bahwa Tuhan lebih tahu batas kesehatan tubuh ku. Lagipula aku bukan tipe orang yang suka hiking ke gunung, aku lebih menyukai pantai. Alasan aku ingin ikut pendakian kala itu karena Dzaqi. Bukan karena dia mengajakku, dia tidak melakukan itu sama sekali tapi aku yang ingin bersamanya. Aku ingin tahu apa dia akan peduli pada ku saat pendakian setelah mendiamkan ku berhari – hari. Tapi rencana hanya sekedar rencana aku justru sakit dua hari sebelum pemberangkatan.Tepat di ha
Mengapa kala itu aku ingin dia menghubungi ku dan mengapa aku harus merasa sedih kala dia tidak menghubungi ku. Kami tidak pernah saling berkirim pesan sebelumnya layaknya sepasang insan yang sedang dalam tahap pendekatan ataupun hubungan spesial. Dia tidak pernah mengatakan dia tertarik pada ku ataupun menyukai ku. Dia hanya pernah berbincang berdua dengan ku karena tugas kuliah dan dia hanya pernah sekali mengantarkan ku pulang sebagai bentuk membantu teman. Dia memang pernah mengatakan agar aku tidak berhubungan dengan Riana tapi bisa saja itu hanya bentuk peduli atau mengingatkan sebagai seorang teman. Lalu mengapa aku menganggap hal itu sebagai bentuk perhatian dan menganggap bahwa kami dekat lebih dari seorang teman? Sementara apa yang dia lakukan tidak ada yang spesial.Saat itu harusnya aku sadar bahwa perlakuan dia kepada ku sama saja dengan perlakuan dia ke Furi. Furi sempat bercerita kepada ku bahwa Dzaqi pernah memarahi seorang supir mobil bak
Malam setelah aku pulang dari rumah Furi, cerita mengenai Dzaqi berlanjut antara aku dan Airin. Awalnya aku tidak berniat untuk bercerita lebih lanjut namun suasana malam itu membuat aku ingin bercerita pada Airin. Aku sebenarnya tempat curhat semua orang yang dekat dengan ku namun aku tidak punya tempat curhat untukku sendiri, dan aku menemukan Airin sebagai seorang teman yang perhatian. Apalagi dia terlalu pandai dalam membaca suasana hati ku, padahal aku bukan orang yang cukup ekspresif terhadap perasaan sendiri.Saat itu kita sedang bertelepon menceritakan tentang hidup. Dari mulai hal yang meresahkan sampai hal yang menyenangkan. Kita berdua sangat tertarik dengan ilmu psikologi, jadi kita sering membahasnya dengan kehidupan sosial kita.“Jadi, ada apa dengan Dzaqi?”“Haha tiba – tiba. Ada apa dengan Rangga kali Rin.”“Lo dong Cinta-nya.”
“Gue salah gak sih Rin jawab kek gitu? Abisnya gue bingung maksud dia tiba – tiba bahas kecuekannya. Maksudnya itu dia tolak gue secara halus makanya dia minta maaf atau dia mau bilang dia benar perduli sama gue tapi maaf kalau keliatannya cuek karena itu sifatnya, begitu? Gimana menurut lo?”“Hm jawaban dia klise banget ya. Pas lo sindir soal ceweknya yang banyak saja dia gak jawab malah nanya balik.”“Itulah, apa gue minta saran saja ke Chandra ya? Mungkin sama – sama cowok akan lebih paham.”“Iya coba saja.”***Singkat cerita, aku melakukan niat ku untuk meminta saran Chandra. Kebetulan kala itu kami berdua sedang menunggu yang lain di kantin. Dengan hati – hati tanpa menyebutkan nama aku bercerita kepadanya.“Chan, kalau cowok bilang ‘maaf kalau aku keliatan cuek dan gak
Kala itu, LDKM atau kepanjangan dari latihan dasar kepemimpinan mahasiswa dilaksanakan di salah satu tempat perkemahan gunung Papandayan. Gunung yang terkenal dengan keindahan pemandangannya di Garut. Hal itu cukup membuat ku bersemangat ingin segera berada disana.Semua mahasiswa angkatan ku dari semua jurusan mengikuti kegiatan ini dengan menggunakan mobil bak. Bahkan sebagian mahasiswa laki - laki dan panitia menggunakan motor pribadi mereka. Kecuali Dzaqi tentu saja.Saat diperjalanan aku yang duduk paling ujung dapat menikmati pemandangan dengan jelas. Mata ku berkeliling memandang dengan kagum semua pemandangan ciptaan Tuhan yang sangat indah. Hingga tak sengaja aku melihat salah satu kakak tingkat ku yang menjadi panitia mengendarai motornya. Posisi dia tepat dibelakang mobil bak yang ku naiki. Kalau aku tidak salah lihat dia menatap kearah ku, aku tidak tahu arti dari tatapan itu yang pasti bukan jenis tatapan seperti Dzaqi yang ta
Sesuatu yang tak pernah ku bayangkan terjadi pada ku. Semua peserta dan panitia melihat ku, ditambah ejekkan Chandra dan Wardani yang berada disamping ku membuat pipi ku makin merah karena malu. Hal itu berawal karena ucapan salah satu panitia.Saat itu, setelah malam ke dua yang diisi pentas seni, paginya kami semua senam kemudian kami sarapan pagi bersama di aula. Dikarenakan itu adalah sarapan pagi bersama untuk hari terakhir sebelum pulang, panitia membiarkan kami makan dengan kelas masing – masing bukan dengan kelompok. Panitia juga memeriahkan acara dengan menyalakan musik sembari mengajak kami berbincang - bincang. Hingga terjadilah peristiwa yang membuat ku malu. Bukan jenis malu karena melakukan hal memalukan atau aib yang tak sengaja orang lain lihat, tapi malu karena perilaku orang lain sehingga aku menjadi pusat perhatian banyak orang.Jadi ceritanya, Kak Ikmal kirim salam kepada ku pakai mikrofon sampai semua orang disan
Kegiatan ku setelah mengajar jika tidak ada perkuliahan atau libur semester adalah mengobrol dengan guru lain sebelum pulang ke rumah. Biasanya obrolan kami membahas tentang para siswa, topik yang sedang hangat di berita, atau bergosip layaknya seperti ibu – ibu biasa. Namun untuk masalah bergosip aku hanya mendengarkan karena topiknya terlalu dewasa bagi yang belum menikah seperti ku.Kebiasaan kami sebelum berkumpul untuk mengobrol, kami akan memesan makanan terlebih dahulu ke ibu kantin sambil menunggu guru lain yang sedang membersihkan kelas. Kebetulan saat itu aku dan Bu Rika masih ada di kelas. Sebetulnya kelas Bu Rika sudah selesai dibersihkan hanya saja Bu Rika menunggu ku. Oh ya aku belum cerita, Bu Rika adalah kakak tingkat ku di kampus, dia satu kelas dengan Kak Ikmal. Di tempat kerja dia yang paling akrab dengan ku, mungkin karena kami sama – sama masih lajang.“Bu Diza, kalau Ikmal ngedeketin ibu jangan diang