Share

Chapter 5 Perhatian

Saat ini aku sedang melihat foto bersama satu kelas yang dulu kami ambil di foto studio. Aku ingin tertawa melihat wajah ku yang tersenyum kaku haha. Hm, tak terasa momen itu sudah lama berlalu padahal rasanya baru kemarin aku merasa canggung karena harus berdekatan dengannya.

Kala itu entah siapa yang mengatur posisi yang pasti tiba – tiba saja dia berdiri membelakangi ku dan berjongkok sementara photografer menginstrusikan kami untuk berpose ceria namun terlihat natural. Aku kira aku sudah berusaha untuk terlihat baik namun hasilnya malah menggelikan. Senyuman ku terlihat sekali kaku. Untung saja aku bukan model jadi tidak akan ada yang menuntut atau memarahi ku karena wajah konyol ku itu.

Aku ingat sekali setelah pengambilan foto kami pergi jalan – jalan. Lalu kami pergi ke sebuah restoran makan cepat saji untuk makan bersama. Disana kami mengobrol segala hal terutama topik tentang dosen killer.

Singkat cerita sebagian dari kami ada yang pulang terlebih dahulu karena ada rencana lain, sebagian lagi berencana akan menonton film di bioskop. Aku termasuk yang akan ikut menonton film bersama 9 orang lainnya. Pikir ku saat itu menonton film bersama akan terasa seru apalagi momen kebersamaan seperti itu jarang sekali. Namun kami harus menunggu sampai jam 15.30 sore. Jadinya sebagian dari kami menunggu di cafe dan sebagian lagi jalan – jalan sambil belanja.

Aku diajak Riana dan 3 teman perempuan kami yang lainnya untuk berjalan – jalan. Mereka bilang ingin belanja sementara aku tidak bisa menolak aku takut Riana tersinggung apalagi setelah kejujurannya dia tentang Dzaqi. Padahal sebenarnya aku ingin bersama Furi dan Airin mengobrol di cafe.

“Eh itu ada konser musik kayaknya” Ujar Anita setelah berjalan – jalan jauh dari gedung bioskop.

“Kita lihat yuk?” usul Riana.

Tidak ada yang bisa protes ketika Riana memberikan usul maka aku terpaksa harus ikut padahal kelihatan penuh orang. Alhasil aku masuk ke suatu gedung mengikuti mereka dari belakang. Namun ketika baru saja aku masuk melewati loket tiket ada yang menarik baju belakang ku. Aku terkejut ketika aku lihat yang melakukan adalah Dzaqi. Aku heran kenapa Dzaqi ada disini padahal dia tadi sudah pulang paling awal.

“Aku pegangin biar gak ilang.” Ujarnya kala itu sambil menarik lengan baju ku.

Tuhan apa yang dia lakukan? Kenapa dia seolah peduli pada ku? Ya ampun jantung ku berdegub tidak wajar. Santai jantung santai.. batin ku.

Ternyata benar saja di dalam banyak sekali orang yang menonton konser, padahal hanya band indie biasa yang tidak terkenal. Aku jadi takut hilang atau terdorong orang lain. Apalagi dibagian depan penontonnya berjoged tidak karuan. Riana dan teman yang lain juga kemana lagi, kok aku tidak lihat mereka, batin ku.

“Berisik?” tanya Dzaqi yang berdiri di sebelah ku.

“Takut” ujar ku pelan.

Tiba – tiba saja tangan Dzaqi yang masih menarik baju lengan ku berpindah menggenggam tangan ku dengan erat.

“Mau keluar?” tanyanya sambil melihat mata ku.

Aku mengangguk pelan karena ku pikir tetap berada disana pun aku tidak tahu harus apa, terlebih lagi aku benar – benar takut berada disana.

***

Tidak jauh dari gedung konser musik kami memasuki gerobak ketoprak dan duduk disana. Kondisi ku berantakan dengan banyak keringat. Aku kapok masuk ke tempat seperti itu.

“Nih diminum! Mukanya pucet.” Ujar Dzaqi sembari memberikan aku segelas air teh hangat yang dia minta dari abang penjual ketoprak.

“Thanks” balas ku setelah meminumnya.

“Hm”

Saat itu aku kembali diam dan menundukkan kepala ku. Aku merepotkannya padahal dia pasti ada keperluan lain.

“Jangan nunduk terus, gak pegal emang?” ujarnya dengan nada sarkastis.

“Kamu kok ada disana?” tanya ku sambil mengangkat kepala ku.

“Itu pertanyaan yang pengen aku tanyain juga ke kamu.”

“Malah balik tanya” balas ku dengan wajah cemberut.

Alhasil Dzaqi tersenyum melihat wajah ku itu. Hm manis sekali.

“Aku lagi lewat mau ke tempat bimble, terus lihat kamu di parkir gedung itu.”

“Oh jadi gak bimble dong sekarang?”

“Hm karena siapa lagi”

“Maaf Dza, aku..”

“Aku gak suka kamu gabung sama Riana” potongnya

“Kamu sama Furi saja. Dia teman aku juga. Aku kenal dia sudah lama, dia anaknya gak nekoneko.”

“Kenapa?”

Bukannya menjawab pertanyaan ku dia malah melihat mata ku sehingga jantung ku berdegub kencang lagi. Dia buat aku gugup saja. Dia juga buat aku bingung. Baru kemarin dia menjauhi ku sehingga buat aku bertekad untuk melepaskannya tapi sekarang dia perhatian pada ku. Aku tidak mengerti apa ingin dia. Batin ku kala itu.

Sekitar pukul 15.00 setelah kami makan ketoprak, aku menghubungi Riana bahwa aku akan pulang dan tidak ikut menonton film. Sementara Dzaqi menunggu ku dengan motornya di samping ku. Katanya dia akan mengantarkan ku pulang.

Itu sungguh momen yang sampai saat ini mampu membuat hati ku menghangat atas perlakuannya. Meskipun aku tidak mengerti maksud yang dia lakukan apa tapi aku bersyukur dia ada disisi ku saat itu.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status