AKU DI ANTARA KALIAN
- Di mana dia? "Cari dia sampai ketemu. Harus ketemu!" teriak Pak Gatot pada seseorang di seberang sana. Suaranya begitu gusar. Kiara tercekat. Kembali teringat sosok yang telah menghancurkan hidupnya. Pria yang melemparnya pada jurang penyesalan dan penderitaan. Tapi Narendra juga lelaki yang pernah berjasa dalam hidupnya. Tergesa Kiara menuju pintu samping, tidak ingin ketahuan telah mendengar percakapan ayah mertuanya. Mereka sudah begitu baik, sudi menerima dan mempercayai pengakuannya. Juga bertanggungjawab. Ia duduk di kursi dekat pintu samping. Saat memandang ke dalam, tatapannya jatuh pada foto ukuran sangat besar yang tergantung di dinding ruang keluarga. Foto keluarga suaminya. Narendra yang berdiri bersama Manggala di belakang kedua orang tuanya, tampak gagah dan tampan dengan setelan jas hitam. Buru-buru Kiara mengalihkan perhatian. Nyeri kembali mengiris hati. [Kia, kamu baik-baik saja, kan?] Ini pesan terakhir yang dikirim Narendra padanya setelah malam 'kejadian'. Kiara yang saat itu bekerja paruh waktu di sebuah toko baju, baru membaca pesan sang kekasih menjelang tengah hari. Namun saat membalas, pesannya tidak terkirim dan Narendra seperti hilang ditelan bumi. Gadis itu kebingungan. Berapa kali mendatangi apartemen Narendra di mana pria itu selalu menginap di sana kalau lagi ada di Malang. Tapi sejak hari itu tidak pernah bertemu dengannya lagi. Bahkan keluarganya juga sibuk mencari. Selama sebulan, Kiara seperti orang sinting setelah tahu kalau dirinya tengah hamil dan Narendra menghilang. Ia ingat kenangan itu .... "Berhenti kerja saja, Kia. Kamu sudah wisuda. Kita pulang, aku akan membawamu ke orang tuaku. Kita nikah secepatnya." "Aku ingin bekerja, Mas. Biar kuliahku nggak sia-sia. Aku telah berusaha keras untuk bisa lulus. Dan terima kasih banyak, Mas Rendra sudah membantu hingga kuliahku selesai." "Kamu bisa kerja di kantor ayahku. Jadi kita tidak berjauhan, lalu kita menikah." "Apa mereka bisa menerimaku? Aku nggak punya siapa-siapa. Aku ...." "Aku yang akan membuat mereka menerimamu." Dada Kiara terasa sesak mengingat percakapan itu. Ke mana sebenarnya Narendra pergi. Kenapa menghilang begitu saja. Bahkan sampai sekarang tidak diketahui keberadaanya. Tidak mungkin Narendra kabur dengan gadis itu. Narendra hanya menganggap teman setelah putus. Mereka sudah berpisah lama sebelum Narendra menjalin hubungan dengan Kiara. Apa mungkin ia dikhianati? Setelah mendapatkan kesuciannya, laki-laki itu kabur dengan sang mantan? Tapi untuk apa kabur sampai meninggalkan semuanya? Untuk apa takut pada Kiara. Toh, Kiara sudah banyak dibantunya dan gadis itu tidak punya power apapun. "Arsha." Bu Puri muncul dari pintu membuyarkan lamunan Kiara. Dia tersenyum semringah melihat cucunya datang. "Tidurin di kamar, Ki." "Iya, Bu." Bu Puri membuka salah satu pintu kamar di lantai bawah. Kemudian menyuruh Kiara membaringkan Arsha di tempat tidur. Ketika Kiara membuka gendongan, Pak Gatot muncul di pintu kamar. "Mana, Arsha." "Tidur, Yah." Bu Puri yang menjawab. Namun Arsha membuka mata karena mendengar suara mereka. Pak Gatot segera mengambil anak itu dari Kiara dan menggendongnya keluar. Arsha bayi tampan yang sedang lucu-lucunya. Mereka berkumpul duduk di ruang keluarga. "Kemarin kamu nggak ngehubungi Gala, ya? Ibu menyuruhmu menelepon. Pak Syarifuddin kecewa sudah datang jauh-jauh nggak ketemu Gala." Bu Puri memandang Kiara dengan tatap kecewa. "Kiara meneleponku, Bu. Hanya saja aku masih sibuk." Manggala menyahut sebelum istrinya menjawab. "Sibuk apa? Kamu punya bisnis apalagi di Surabaya?" Bu Puri menatap tajam pada putranya. "Apa kurang sibuk kamu di sini? Pekerjaan nggak ada habisnya, kamu malah sibuk dengan sesuatu yang belum pasti. Tanpa ngajak ayah dan ibu ngobrol dulu. Kamu yang kami andalkan sekarang." Bu Puri tambah mengomel tanpa mendengar dulu jawaban Manggala. "Kamu merintis usaha apa?" Ganti sang ayah yang bertanya penuh selidik. Manggala bersipandang dengan Kiara. "Ada yang kamu rahasiakan?" lanjut Pak Gatot. "Bisnis sama teman," jawab Manggala singkat. "Bisnis apa?" "Ada deh, Pa." Kiara menghela nafas. Rahasia ini tidak akan selamanya tertutupi. Pasti akan terbongkar suatu hari nanti. Apa selamanya Nada akan diam? Tidak menuntut untuk dikenalkan pada keluarga Manggala, sedangkan dia juga istri pria itu. Yang dicintai Manggala tentunya. Mungkin Nada hanya menunggu waktu saja. Terlebih jika dirinya hamil. Pasti butuh pengakuan bukan? Lalu, ketika semua itu terjadi. Bagaimana dengan dirinya dan Arsha? Ketika mereka berbincang tentang bisnis, Kiara membawa anaknya ke samping rumah. Membiarkan Arsha bermain di sana. Sementara dirinya menunggui sambil sibuk dengan isi kepala. Dirinya harus bersiap, kalau pernikahan kedua suaminya terkuak. Bisa jadi keluarga Manggala akan menerimanya, mengingat Manggala sudah berkorban menyelamatkan reputasi mereka. Dirinya harus punya rencana ke depan. Dia bisa saja bekerja, tapi bagaimana dengan anaknya? Siapa yang akan menjaga. Kiara mengingat teman-teman dekatnya saat kuliah. Ada beberapa orang yang sangat rapat dengannya saat itu. Apa nomer mereka masih sama? Semenjak Kiara ganti nomer, tak pernah lagi berhubungan dengan mereka. "Kiara, kita pulang!" ajak Manggala yang muncul di pintu lalu menghampiri dan menggendong Arsha. Kiara berdiri lalu pamitan pada kedua mertuanya. Sambil nyetir, Manggala memangku Arsha. Anak itu tak henti tersenyum karena bahagia. Melihatnya, Kiara merasa sedih. Kebahagiaan itu rasanya tidak akan lama. Dia mungkin sudah siap kehilangan, tapi bagaimana dengan anaknya? Manggala lelaki yang baik. Dia tidak pernah mengamuk. Hanya di awal pernikahan saja, disaat Manggala masih sangat marah dan kecewa karena harus bertanggungjawab menikahinya. Lelaki itu pernah bicara kasar dan mengatai dirinya gadis bodoh. "Kamu jadi perempuan kenapa bodoh sekali. Sudah nggak punya siapa-siapa kenapa nggak bisa jaga diri. Berapa kali kamu tidur dengan kakakku?" "Hanya sekali saja." 🖤LS🖤 Malam itu setelah Arsha tidur, Kiara membawa koper Manggala ke tempat cucian. Membukanya untuk membereskan baju kotor milik sang suami. Mendadak hatinya mencelos saat mengangkat baju seksi transparan warna merah merona yang nyelip di sana. Gaun yang sepertinya bekas dipakai. Kenapa tidak dibawa pulang oleh Nada, kenapa diletakkan di koper suaminya. Apa ini disengaja? Tangan Kiara gemetar bersamaan dengan mata yang mulai berkabut. Begini rasanya dimadu. Makanya perempuan tak sanggup menjalaninya. Kemudian ia tersenyum getir saat mengingat, kalau hubungannya dengan Manggala memang diawali oleh keterpaksaan. Wajar jika pria itu mencari kebahagiaannya. Tapi kenapa tidak berniat menceraikannya. Dia tetap menjadi suami yang bertanggungjawab memberikan nafkah lahir batin. Menyayangi Arsha juga. Kiara hendak memasukkan baju itu ke mesin cuci. Namun tangan Manggala mencegahnya. "Jangan dicuci!" Kiara kaget dan menoleh. Entah kenapa perasaannya tercubit. Begitu berharganya barang itu, seberharga pemiliknya bagi seorang Manggala. "Kamu nggak harus mencucinya. Biar dicuci oleh pemiliknya sendiri." Manggala melempar gaun itu ke dalam koper yang terbuka di lantai. Waktu beres-beres, ia tidak merasa memasukkan baju milik Nada di koper dan ia tidak melihat Nada mengenakan gaun itu? "Arsha sudah tidur?" "Sudah." "Kutunggu kamu di kamar." Selesai bicara, Manggala melangkah masuk ke kamar mereka. Kiara masih mematung. Kalau dulu ia tergesa pergi saat Manggala memanggil. Tapi kali ini terasa berat. Next .... Selamat membaca 🫶🏻"Kenapa harus aku yang tanggungjawab. Belum tentu itu anakku. Bisa jadi itu anak suamimu." Lelaki itu mengelak. Sebab sejak awal tidak ada komitmen di antara mereka, selain mencari selingan."Dia anakmu. Aku berani tes DNA," tantang Nada."Aku nggak butuh tes DNA. Karena aku nggak akan bisa menikahimu. Aku punya istri dan anak." Lelaki itu diam sejenak. "Atau gugurkan saja."Nada kebingungan apalagi Manggala juga menjatuhkan talak padanya. Padahal dia berharap, bisa merayu suaminya itu untuk menghabiskan satu kesempatan saja bersamanya. Namun gagal. Manggala justru meninggalkannya.Tiga hari setelah talak Manggala jatuh, Nada dan selingkuhannya mendatangi seorang bidan yang pernah menangani aborsi. Namun bidan itu menolak. Berbagai cara ditempuh Nada, tapi tidak ada hasilnya. Bayi itu tetap bertahan di rahimnya. Karena itu Nada kembali mengejar Manggala dan menempuh segala cara. Termasuk mendatangi rumah orang tua mantan suaminya. Karena sudah kehabisan akal, Nada kecewa dan marah, ak
Manggala mengambil posisi miring dan mengecup kening istrinya. "Kamu nggak akan kehilangan lagi, Ki. Aku masih di sini. Masih bernapas. Masih bisa memelukmu. Kita akan tetap bersama membesarkan anak-anak," ucap Manggala lembut sambil menatap mata Kiara. "Sedalam apa perasaanmu padaku?"Duh, pertanyaan itu membuat Kiara merona dan malu. Pipinya bukan hanya menghangat, tapi memanas. Apalagi saat memandang sorot mata serius dari suaminya."Perasaanku lebih dari yang bisa kujelaskan pakai kata-kata, Mas. Kamu segalanya bagiku dan Arsha.""Tapi bisa dikatakan kan, Ki. I love you, Mas. Begitu misalnya." Manggala benar-benar menggoda istrinya.Kiara tersipu. Dia diam sejenak lantas kembali menatap wajah suaminya. "I love you, Mas," ucap Kiara akhirnya.Manggala tersenyum lebar. "Nah, gitu kan enak didengar. I love you more, Kiara." Hening beberapa detik. Hanya detak jantung mereka yang sama-sama berdentum lembut. Manggala terus menatap wajah yang merona, sedangkan Kiara benar-benar terperan
USAI KEPUTUSAN CERAI- Kebebasan "Sebentar ya, Mas angkat telepon dulu," kata Manggala. Kiara mengangguk dan dia masih duduk di tempat sambil mendengarkan. Pertama saling berbasa-basi bertanya kabar. Suara wanita di seberang terdengar sangat renyah dan ramah. Kiara tidak mengenal wanita itu secara langsung. Jadi sifatnya bagaimana, ia tidak tahu. Dipikirnya tadi ada maksud lain. Tapi ternyata semakin ke sini, yang dibahas masalah pekerjaan. Sepertinya Denti akan memesan perabot dalam skala besar. Perbincangan itu sangat serius. Manggala berdiri dan mengambil buku dan pulpen dari rak dekat televisi. Kemudian mencatat beberapa hal."Okelah, kapan Mbak Denti bisa ke Gudang. Nanti aku tunggu di sana. Sepertinya lebih jelas kalau ketemu secara langsung. Kita juga bisa negosiasi tentang harganya. Mbak, juga bisa melihat banyak pilihan di katalog kami. Atau kalau mau bikin model sendiri juga bisa, disesuaikan dengan situasi tempat dan ruangan. Ada tim yang bisa diajak konsultasi di kantor
"Mas, apa yang kamu rasakan? Masih pusing?""Masih sedikit, tapi lebih enak dari semalam.""Alhamdulillah." Kiara lega. Kiara beranjak untuk mengambil baskom dan waslap, mengisinya dengan air hangat untuk menyeka tubuh suaminya. Manggala merasakan perhatian yang begitu dalam. Sejak awal menikah, Kiara sudah begitu baik menjalani perannya sebagai istri. Namun kali ini rasanya berbeda. Manggala merasa sangat beruntung memiliki istri yang hebat dan kuat menurut versinya."Arsha nggak rewel tadi malam?""Semoga saja nggak, Mas," jawab Kiara."Terima kasih, Ki. Mas bahagia memilikimu." Manggala menggenggam tangan Kiara yang memegang waslap di dadanya. Mereka saling pandang. Kali ini Kiara tak canggung lagi. Membalas tatapan itu penuh perhatian. Memang ada Narendra di antara mereka. Lelaki yang terkadang menatapnya penuh makna tiap kali mereka tanpa sengaja bertemu. Sesekali membuat dada Kiara berdesir. Sebab mereka memang memiliki kenangan yang cukup indah di masa lalu. Narendra juga sa
Bertahannya sebuah pernikahan, tergantung bagaimana seorang suami mempertahankan. Manggala pernah membuat kesalahan yang tidak semua perempuan bisa menoleransinya. Namun ia tidak pernah berucap hendak meninggalkan Kiara. Sementara Kiara sendiri tidak akan pergi selagi Manggala tidak melepaskannya."I love you, Ki." Manggala memandang serius.Kiara tersenyum sambil berkaca-kaca. Bibirnya sampai bergetar menahan supaya tidak menangis. "Terima kasih ya, Mas. Untuk semuanya. Mas, yang membuatku merasa berharga lagi.""Mas yang harus berterima kasih karena sudah memberikan peluang kedua. Kamu wanita hebat, Sayang. Kita udah melewati masa paling sulit. Dan kita masih bersama. Sebentar lagi akan lahir bayi kembar kita."Kiara mendekati wajah dan mengecup pipi suaminya. "Aku bangga sama kamu, Mas. Aku bahagia jadi istrimu."Manggala terharu. Dia hanya bisa mengusap lembut bahu istrinya. Ingin memeluk tapi tidak bisa karena terhalang perut besar Kiara.Saat mendengar langkah kaki, Kiara buru-b
AKU DI ANTARA KALIAN- I love you Kiara panik kemudian turun dari pembaringan. Sambil menyangga perutnya, ia menghampiri sang suami. Kemudian menekan tombol nurse call warna merah yang menempel di dinding atas kepala tempat tidur.Diraihnya tisu untuk mengelap bibir Manggala. Netra Kiara sudah berkaca-kaca, sorot matanya tidak bisa menyembunyikan kecemasannya. "Apa yang Mas rasain?""Mas nggak apa-apa. Memang sejak pagi tadi sudah terasa mual." Manggala menahan lengan istrinya yang hendak menunduk membersihkan bekas muntahan. "Jangan, Ki. Kamu nanti jatuh. Panggil Yono saja."Kiara segera membuka pintu. Yono yang masih duduk bermain medsos segera bangkit dan masuk ke kamar. Tidak lama kemudian terdengar langkah kaki yang tergesa di lorong kamar perawatan. Seorang perawat masuk. "Ada apa, Bu?""Suami saya muntah, Sus."Belum sempat perawat menjawab, masuk dokter yang berjaga malam itu. Dokter muda itu memeriksa Manggala dengan tenang, menanyai beberapa hal, lalu mengamati sorot mata d