Home / Romansa / Aku, istri kedua / bab. 4 Tenderloin steak

Share

bab. 4 Tenderloin steak

last update Last Updated: 2022-09-09 20:45:57

Seorang lelaki berseragam menghampiri meja kami, diletakkannya dua piring dan dua gelas minuman berwarna di atas meja, tak lupa sendok garpu dan pisau.

 

Mataku mengarah ke makanan tersebut, sebuah daging berlemak dengan aroma wangi itu tepat di depanku, aku menelan ludah ketika melihatnya, ingin segera menyantap makanan tersebut namun aku tak paham cara memakai pisau, garpu maupun sendoknya. 

Aku melirik Mas Zul, mulutnya nampak berkomat Kamit mengucap doa, ia mengambil sendok dan garpu itu, mengiris sedikit demi sedikit daging tersebut, dan mengunyahnya pelan.

Aku melakukan hal yang sama, sambil sesekali melirik tubuh sempurna itu, tampak tenang, tak banyak bicara. Hanya terasa teduh ketika bersamanya.

Kuucapkan kalimat basmallah serta doa sebelum makan, dan segera kunikmati makanan yang pertama kali masuk ke mulutku. Tak ada yang tersisa, semua habis dalam perutku. Baru kurasakan makanan seenak ini, entah karena menunya yang begitu istimewa. Atau makannya di dampingi orang istimewa, atau mungkin malah keduanya.

Kami pulang dengan membawa 2 kardus bertuliskan nama restoran ini, serta nama menu yang dikasih tanda centang. “Tenderloin Steak”. Entahlah, aku baru mendengar kata tersebut. Dua steak yang akan kami berikan kepada Mbak Zahra dan Ibunya Mas Zul, makanan favorit mereka.

“Bagaimana rasanya, Dek? Enakkan steaknya?” ucap Mas Zul sambil netranya terus fokus ke jalan.

“Iya, Mas. Baru pertama kali ini aku makan steak,” jawabku penuh ragu. 

Mas Zul tersenyum.

“Disitulah tempat pertama kali aku bertemu Zahra, ibu dan Zahra memiliki menu makanan yang sama, tenderloin steak.”

“Eh, maaf-maaf. Aku malh bercerita tentang Zahra.”

Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba Mas Zul bercerita tentang Mbak Zahra, meskipun ia tampak menyesal tapi aku yakin di hati ia hanya ada Mbak Zahra.

“Gak apa, Mas. Aku malah seneng, aku ingin tahu tentang Mbak Zahra !” 

Aku sudah pasrah, aku tak lagi mengharapkan pernikahan ini. Aku hanya akan menjadi asisten rumah tangga untuk mereka saja, setidaknya untuk menyambung hidup dan kembali memikirkan langkah apa yang akan aku ambil nantinya.

Tak selang lama mobil Mas Zul kembali berhenti, aku melihat sekitar, sebuah bangunan besar yang tercipta dari rangkaian papan kayu itu begitu indah, tiangnya terlihat begitu kokoh, dan lantainya nampak begitu mengkilat.  Di depan rumah ada dua pohon besar yang menjulang tinggi, daunnya tampak rimbun dan melambai. Kurasakan sentuhan angin menyelimuti tubuhku ketika aku pertama kali menginjakkan kaki. Aku yakin takdirku kini telah dekat, takdir yang membawaku kepada gerbang awal kegidupan baruku. 

Tampak dua orang wanita keluar dari balik pintu, seorang wanita cantik berkulit putih dengan jilbab panjang yang menjuntai ke bawah. Serta wanita paruh baya memakai gamis coklat dan jilbab dengan warna senada. 

Aku menarik nafas panjang, mencoba menata hati yang rasanya tak karuan.

“Assalamualaikum,” ucap mas Zul. 

Ia mencium punggung tangan ibunya, dan diikuti Mbak Zahra yang mencium punggung tangan Mas Zul, nampak lelaki itu mencium pucuk kepala Mbak Zahra. 

“Waalaikumsalam.” Senyum sumringah menghiasi wajah mereka.

Dua bola mata mereka kini mengarah kepadaku, wanita desa yang hidupnya di selamatkan oleh lelaki kebanggan mereka. Aku tertunduk tak berani menatap mata ibu maupun Mbak Zahra, terlalu malu.

“Dek Aisyah, ayo masuk.”

Aku terasa tersambar petir di siang yang terik, kurasakan sentuhan tangan Mbak Zahra yang kini melingkari lenganku. Aku seakan tercekat, tenggorokanku terasa mengering.

“Ba- baik, Mbak.” Aku menurut dan melangkahkan kaki masuk, sesekali kulihat raut muka Mbak Zahra, tampak teduh. Sama ketika aku melihat Mas Zul, tak ada raut mata kebencian dari wanita cantik itu. Begitupun dengan Ibu Mas Zul, ia tampak ramah, tak ada wajah garang dari raut mukanya. Berbeda sekali dengan yang aku bayangkan, aku disambut begitu hangat. Aisyah wanita hina kita di manusiawi kan oleh keluarga. Yang penuh cinta.

“Ayo, Nduk. Di makan dulu. Ini ibu sudah masak banyak saat Zulkifli ngabari mau pulang.” 

Kulihat beberapa makanan tersaji di atas meja kayu yang penuh ukiran tersebut. 

“Tadi kami sudah makan, Bu. Ini Zul bawakan steak kesukaan Ibu dan Zahra.” Mas Zul memberikan tas kresek yang berisi dua kardus berlogo restoran tadi.  

Mata mereka nampak berbinar ketika menerima tas kresek itu 

“Makanannya dibagi saja ke tetangga ya, Bu. Biar tidak mubazir,” ucap Mbah Zahra dengan santunnya. Nampak wanita itu terus melayangkan senyum di bibirnya, senyum yang seharusnya menghilang ketika aku menginjakkan kaki di sini.

Dengan gesitnya ia memasukkan macam-macam mknan tersebut ke wadah dan membungkusnya.

“Kamu istirahat dulu, Nduk. Ibu sudah menyiapkan tkamar untukmu.” Ibu menggandeng tanganku mengantar ke tempat yang Ia ceritakan tersebut. Sebuah kamar kayu dengan nuansa klasik dan beberapa ukiran di dalamnya, begitu indah.

“Ibu tinggal dulu, kamu istirahat ya!”

Ibu melangkah pergi, namun aku masih tak percaya dengan apa yang aku alami saat ini, beberapa kali kucibit lenganku untuk memastikan kalau ini tidaklah mimpi. 

Kenapa mereka begitu baik kepadaku? Apakah mereka belum tahu kalau aku ini akan menjadi madu Mbak Zahra? 

Aku menjatuhkan tubuhku ke kasur yang paling nyaman ku tempati, kasurnya begitu empuk bak tidur di hotel mewah. Entahlah, mungkin seperti ini tidur di hotel mewah, karena aku memang belum pernah merasakannya. 

Aku mencoba memejamkan mata, mengistirahatkan tubuh serta hatiku yang saling berkecamuk, tiba-tiba indraku mendengarku Isak tangis dari luar kamar. Aku terbangun dan melihat dari jendela,

“Mbak Zahra!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku, istri kedua    Sesion 2 Bab.17

    Dalam kebingungan aku menatap wajah lelaki yang kini berada di sampingku. Dia tersenyum manis menyimpulkan kebahagiaan di dalamnya. Apa maksudnya? Ia membiarkan Arini pergi begitu saja dalam keadaan hamil? Bukankah Mas Zul itu suaminya? Ia wajib menafkahi lahir batin kepada dua istrinya secara adil.“Alhamdulillah, Dek! Satu persatu masalah keluarga kita telah menghilang.”“Apa maksudmu, Mas? Masalah? Arini itu istrimu, Mas! Istigfar, Mas. Jangan sampai kamu menyesal dengan membuang Arini begitu saja. Ia seorang wanita, dan ia tengah hamil, Mas.”“Nanti Mas jelaskan sambil makan bakwan hangat buatanmu.”Mas Zul mengalungkan lengannya ke pundakku.“Bakwan?” Aku melepas pelukan itu dan berlari menuju dapur, benar seperti dugaanku. Bakwan di penggorengan sudah berkepul asap dengan warna gelap. “Gosong, Mas,” ucapku sambil melirik ke arah Mas Zul yang kini berdiri di sebelahku.Ia tertawa dan diikuti Zafran yang turut serta memamerkan gigi dengan tawa riangnya.**Aku menatap luar dari

  • Aku, istri kedua    Sesion 2 bab.16

    Brangkar rumah sakit menyambut kami, segera dibawanya tubuh tak berdaya itu memasuki ruang IGD, sedangkan aku berdiri mematung menunggu kabar Randi. “Maaf, Bu. Ini ponsel bapak Randi.” Seorang perawat berseragam putih itu memberikan sebuah ponsel serta dompet kepadaku.Aku melihat layar pipih itu hendak memberi kabar keluarganya. Sementara ponselku tertinggal di kamar, aku lupa membawanya. Aku memencet tombol on untuk mengaktifkan handphone yang mati ini, berharap layar pipih ini kembali menyala. Ada sebuah sandi di dalamnya. Ya Tuhan, bagaimana aku mengisi sandi itu. Beberapa kali aku mencoba memasukkan kode umum seperti 123456 dan yang lainnya. Namun, selalu sandi salah tertulis di dalamnya. Apa aku harus kembali menuju gedung tadi untuk memberi tahu keadaan Randi? Ditambah lagi hujan deras masih enggan untuk berhenti. Aku kembali memasukkan sandi yang bagiku tak masuk akal. Hari kelahiranku. Ponsel itu terbuka memasuki beranda depan. Ada rasa sakit di dalamnya, apakah sampai se

  • Aku, istri kedua    Sesion 2 bab.15

    “Akadnya apa belum mulai, Umi?”“Randi, Syah. Randi ....”“Randi kenapa, Umi?”“Randi pergi.”Aku menatap Anisa yang masih duduk menunggu pengantin lelakinya datang. Aku tak tahu bagaimana perasaan wanita cantik itu saat ini, namun kuyakin pasti hatinya hancur berkeping menerima kenyataan pahit yang hampir tak terpikir oleh logika. Bagaimana mungkin lelaki itu pergi? Kenapa Randi begitu tega memberikan noda gelap dalam keluarga Anisa, wanita baik nan cantik itu.Seorang wanita paruh baya mendekati tubuh Anisa yang dari tadi duduk mematung di depan meja akadnya, sepertinya perempuan itu meminta Anisa berdiri meninggalkan ruangan. Namun, wanita cantik itu tampak enggan. Ia menggeleng dan tetap bertahan di posisinya, membuat hati ini pilu melihat kejadian itu. Kulihat beberapa kali ia mengusap matanya. Aku yakin saat ini air bening keluar dari sudut matanya. ‘Maafkan aku, Anisa!’Beberapa jam yang lalu.“Abi mana, Umi?’“Abi di kamar Umi Arini, Sayang.”“Umi Arini lagi. Ya sudah, Zafran

  • Aku, istri kedua    Sesion 2 bab.14

    Suara adan saling bertaut antar mushola, kupanjatkan doa kepada sang pemilik semesta, tak lupa syukur atas nikmat sehat, nikmat anak Soleh, nikmat kebahagiaan dan nikmat rejeki. Aku kembali berkutat dengan meja dapur yang terus menemaniku beberapa tahun ini. Tak lupa seusai itu aku selalu membawa bekal untuk makan siang di tempat kerja dan untuk Zafran di kelasnya.“Dek, besok pagi kan akadnya Randi. Apa Mas pantas memakai pakaian ini?” Mas Zul mengenakan salah satu kemeja yang di ambilnya dari toko, ia mengenakan pakaian baru itu sambil menatap cermin datar yang memantul ke arahnya. Mengenakan kemeja berwarna coklat muda serta celana panjang berwarna coklat tua, membuat lelaki itu begitu sempurna.Tak sepeti biasanya, lelaki itu biasanya selalu cuek masalah penampilan, baik saat menghadiri pengajian maupun undangan pernikahan, biasanya aku atau Mbak Zahra lah yang dulu sering rusuh sendiri memilih pakaian untuk lelaki yang kita sayang. “Bagus, Mas,” ucapku sambil mengacungkan jemp

  • Aku, istri kedua    sesion 2 bab.13

    “Aisyah,” teriakan itu membuatku bergidik ngeri. Suara dari lelaki yang begitu aku kenal. Aku mendongakkan wajahku ke sumber suara.“Mas Zul,” ucapku lirih.Ia berjalan bersama wanita yang akan menjadi pendamping hidup Randi.“Ini istriku, namanya Aisyah,” ucapnya sambil menatap wanita yang mengekorinya. Mas Zul memegang pundakku dan mendekatkan tubuhku ke dalam pelukannya. Aku menatapnya dengan heran. Ada hubungan apa ia dengan Anisa, kenapa ia tiba-tiba berubah dan kembali hangat. Atau ini hanya penutup hubungan yang sudah tak harmonis lagi.“Ka – kalian saling kenal?” tanya Randi yang tak kalah kaget dariku.Wanita itu hanya tersenyum, tanpa jawaban. Setelah Anisa melihat baju yang kupilih, ia langsung mengiyakan tanpa terlebih dulu mencobanya, hingga akhirnya beberapa menit kemudian mereka pamit pulang.Aku duduk di ruang Mas Zul sambil mengibaskan kertas kecil di meja Mas Zul, AC ruangan ini belum mampu mendinginkan hatiku yang masih terasa kacau balau. Mas Zul yang terkadang b

  • Aku, istri kedua    Sesion 2 bab.12 Pov. Zulkifli

    Kepalaku teras semakin berat ketika Arini terus saja meminta haknya sebagai istri. Dari segi materi aku memang menyamakan ia dengan Aisyah tapi dari nafkah batin aku belum mampu melakukannya. “Aku belum bisa, Ar. Bukankah kamu pernah bilang kamu tak akan meminta hak istri dariku?”Arini tertawa dan menatapku sinis.“Aku ini istrimu, Mas. Aku punya hak atas dirimu dan kamu juga punya kewajiban kepadaku. Bukankah dalam Islam pernikahan itu tak boleh dijadikan permainan?”Ucapan wanita itu justru membuatku terasa di jebak olehnya. Tentang aksi bunuh dirinya, kehamilannya, dan permintaan dinikahi. Sekarang ia meminta lebih dari itu. “Ah, sudahlah,” ucapku melangkah keluar dari kamarnya. Aku memasuki kamar Aisyah yang kini sunyi, mencarinya di seluruh penjuru rumah namun tetap saja tak kudapati wanita Solehah ku itu! Apakah teguranku itu terlalu keras hingga membuatnya pergi? Aku mengambil ponselku dan mencoba melakukan panggilan ke ponselnya. Namun, lagi-lagi suara ponselnya terdengar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status