Aku, istri kedua

Aku, istri kedua

Oleh:  Fida Yaumil Fitri   On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
15 Peringkat
96Bab
15.7KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Menjadi korban pelecehan, dan diasingkan dari desa. Aku di selamatkan oleh mas Zulkifli, seorang ustad dari kota. Hingga lelaki yang menjadi pahlawanku itu menjadikanku seorang istri kedua, karena dari istri pertamanya tak memiliki keturunan. bagaimana aku bisa menjalani hidup menjadi istri kedua?

Lihat lebih banyak
Aku, istri kedua Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Inoel Penta
syedih deh
2024-03-18 04:35:14
0
default avatar
NH. Soetardjo
keren ceritanya
2022-10-11 04:18:48
0
user avatar
cut ika
Setelah ditolong dijadikan istri kedua. Selama istri pertama ridha sepertinya akan baik-baik saja. Tapi ini bukan azas manfaat kan Thor? Penasaran.......
2022-10-10 22:19:15
0
user avatar
HannaH Ell3
Keren banget, Kak...
2022-10-10 11:27:50
0
user avatar
D Lista
menarik untuk dijadikan bacaan. semangat berkarya
2022-10-09 19:45:53
0
user avatar
ER_IN
ceritanya bagus
2022-10-09 19:08:24
0
user avatar
Anquin Dienna
bagus banget
2022-10-09 18:37:20
0
user avatar
Mumtaza wafa
semangat kak
2022-10-09 18:28:04
0
user avatar
ET. Widyastuti
Ceritanya recommended. Seru.
2022-10-08 19:50:24
0
user avatar
Asda Witah busrin
next, Thor, semangat UP
2022-10-08 17:05:19
0
user avatar
Ais Aisih
Mantap Thor semoga karyanya barokah dan manfaat ... .........
2022-10-08 16:45:07
0
user avatar
cut ika
Keren kak... ceritanya menarik, alurnya luar biasa.
2022-10-06 15:33:10
0
user avatar
Yuli Zaynomi
cerita sangat menarik
2022-10-05 21:49:13
0
user avatar
Herlina Teddy
Good story
2022-10-05 20:21:29
0
user avatar
Herlina Teddy
Ceritanya bagus dan menarik. semangat
2022-10-05 20:21:07
0
96 Bab
bab. 1 pertemuan pertama
“Jangan ... Aku mohon jangan, lepaskan aku!”“Memangnya aku bodoh melepaskan wanita cantik sepertimu begitu saja.”“Jangan!!!”Aku melihat jam kecil di atas meja kayu lusuhku, pukul 03.00. Ku usap peluhku yang sebesar jagung sambil mengucap istighfar. Mimpi itu kerap kali hadir. Peristiwa naas yang membuat aku kehilangan masa depanku. Kehilangan harga diriku, kekayaanku satu-satunya.Ku raih gelas plastik di atas meja, kuteguk air putih di dalamnya. Mataku menatap nanar dinding kayu yang menua, Beberap kayu tersebut sudah lapuk di makan usia. Aku bangun dan membasuh muka ku dengan air wudhu, nampak lintasan bayangan masa lalu menghantui pikiranku.Jika dulu aku berpikir cerita menyedihkan itu hanya ada dalam cerita novel saja, nyatanya semua terjadi kepadaku. Allah tak menyayangiku, kenapa ia menenggelamkan aku begitu dalam ke dalam jurang penderitaan. “Bakar saja rumahnya, aku tak rela desa kita mempunyai wanita kotor seperti dia,” teriakan itu begitu keras. Dalam sekejap bola matak
Baca selengkapnya
bab. 2 istri kedua?
“Mengenai hal tadi malam, maukah kamu menerimaku, Dek Aisyah?”Mataku membulat sempurna, Apakah ini mimpi? Aku di lamar dengan ustad tampan?“Namun sebelumnya, aku ingin jujur. Aku sudah menikah. Kalau Dek Aisyah setuju, Dek Aisyah jadi istri keduaku!” Jika tadi aku serasa terbang ke langit ke tujuh. Namun kini kalimat terakhir yang kudengar membuatku serasa di hempas dari ketinggian yang sama. Begitu menyakitkan.“Maaf, Pak. Saya sudah cukup di hina sebagai orang miskin dan wanita kotor, tidak ingin lagi disebut wanita perusak rumah tangga.”“Tapi Dek Aisha sudah tidak punya tempat tinggal!”“Alhamdulillah, Mbok Jah mau menerimaku menjadi bagian keluarganya, Pak.”Meskipun aku adalah wanita kotor, wanita hina seperti yang orang lain ucapkan. Aku tetaplah Aisyah, wanita berumur 21 tahun yang masih memiliki nurani, aku bahkan tak akan tega menyakiti wanita lain dengan aku sebagai madunya. “Seminggu lagi aku balik ke kota, tolong di pikirkan baik-baik, Dek. Kita menikah atas ijin istr
Baca selengkapnya
bab. 3 daging asap
“Mas Zulkifli,” terdengar teriakan dari dalam toko tersebut.Aku membalikkan tubuhku, melihat ke sumber suara, seorang wanita memakai gamis berwarna merah muda dengan jilbab yang menjuntai ke bawah. Istri sah nya Mas Zul kah?“Karisa?”Wanita cantik tersebut menunduk seolah memberikan salam.“Assalamualaikum, Ustad.”“Waalaikumsalam, Karisa.”“Saya kira ini Mbak Zahra, mohon maaf Ustad, wanita ini siapa?” ucap wanita tersebut ke arahku. Matanya penuh selidik seakan aku adalah tersangka dalam sebuah kasus. Dari salam dan pembicaraan mereka aku yakin, ia bukan istri Mas Zul. Istri Mas Zul bernama Zahra, nama yang cantik. “Umi, cepetan!” “Baik, Abi.”“Maaf, Mas Zul. Saya permisi dulu. Titip salam buat Mbah Zahra.” Wanita itu bergegas pergi menghampiri lelaki yang sudah siap siaga di mobilnya, sepertinya ia adalah suami dari Mbak Karisa itu.Aku kembali duduk di kursi panas ini, ya kursi panas yang mampu membuat jantungku berdegup lebih kencang Aku masih belum bisa membayangkan bagaima
Baca selengkapnya
bab. 4 Tenderloin steak
Seorang lelaki berseragam menghampiri meja kami, diletakkannya dua piring dan dua gelas minuman berwarna di atas meja, tak lupa sendok garpu dan pisau.Mataku mengarah ke makanan tersebut, sebuah daging berlemak dengan aroma wangi itu tepat di depanku, aku menelan ludah ketika melihatnya, ingin segera menyantap makanan tersebut namun aku tak paham cara memakai pisau, garpu maupun sendoknya. Aku melirik Mas Zul, mulutnya nampak berkomat Kamit mengucap doa, ia mengambil sendok dan garpu itu, mengiris sedikit demi sedikit daging tersebut, dan mengunyahnya pelan.Aku melakukan hal yang sama, sambil sesekali melirik tubuh sempurna itu, tampak tenang, tak banyak bicara. Hanya terasa teduh ketika bersamanya.Kuucapkan kalimat basmallah serta doa sebelum makan, dan segera kunikmati makanan yang pertama kali masuk ke mulutku. Tak ada yang tersisa, semua habis dalam perutku. Baru kurasakan makanan seenak ini, entah karena menunya yang begitu istimewa. Atau makannya di dampingi orang istimewa,
Baca selengkapnya
bab. 5 Mbak Zahra
“Mbak Zahra,” Aku mendengar Isak tangisnya yang sedikit tertahan, beberapa kali kulihat ia menyeka air mata yang tampak terus mengalir dari mata indahnya.‘Maafkan aku, Mbak. Aku tak akan menikah dengan Mas Zul, wanita sebaik Mbak Zahra tak pantas untuk di duakan.’**Kami menikmati makan malam bersama. Mas Zul duduk di bangku ujung, di sebelah kanannya ada Ibu dan sebelah kirinya ada Mbak Zahra. Nampak canggung, Aku lirik wajah Mbah Zahra, dia tampak tersenyum, namun aura matanya masih terlihat kalau Mbak Zahra habis menangis, berarti benar wanita yang aku lihat tadi siang adalah Mbak Zahra. “Maaf, tadi siang belum sempat memperkenalkan, ini Dek Aisyah,” ucap Mas Zul ketika menyelesaikan makan malam. “Selamat datang, Nduk,” ucap ibu.“Selamat datang, Dek Aisyah,” ucap Mbak Zahra sambil meraih telapak tanganku, memegang erat tanganku, seakan ia menguatkan dirinya sendiri untuk menerimaku.“Seperti yang saya ucap sebelumnya, Dek Aisyah akan menjadi bagian keluarga kita, jika Ibu da
Baca selengkapnya
bab. 6 Saling berkorban
“Mas Zul menerimaku apa adanya meskipun tanpa rahim, apakah aku salah jika aku juga berbuat sesuatu untuk kebahagiaan suamiku?”“Tapi, Mbak? Bukankah mengadopsi anak justru lebih membahagiakan dari pada menghadirkan wanita lain di kehidupan Mbak Zahra!” protesku.“Mungkin iya, mungkin enggak. Setiap lelaki pasti memiliki Keinginan untuk memiliki keturunan dari darah dagingnya. Pernah Mas Zul memintaku untuk itu. Tapi aku menolaknya. Bukan karena aku tak mau merawat anak lain, melainkan aku ingin merawat anak dari darah daging suamiku. Entah di lahirkan dari rahim wanita lain pun aku ikhlas.” Subhanallah, aku tertegun mendengar ucapan Mbak Zahra, ternyata di dunia ini ada wanita berhati emas seperti ia, ia seperti bidadari atau justru malaikat tanpa sayap.“Mbak Zahra tidakkah mempermasalahkan aku berasal dari mana? Keluargaku seperti apa?”Mbak Zahra tersenyum mendengar ucapanku, senyum yang indah dan selalu nampak teduh.“Kamu adalah pilihan suamiku, aku yakin kamu yang terbaik.” J
Baca selengkapnya
bab. 7 sah
Kurasakan ketakutan dari balik ketenangan ibu yang selalu bijak, nyatanya ia memendam harapan yang begitu tinggi. “Iya, Buk. InsyaAllah aku sehat.”“Syukurlah,” ucap ibu sambil memegang dadanya. Ia segera pamit .“Jangan lupa istirahat yang cukup, biar besok terlihat segar, Nduk!”“Iya, Bu!”Aku kembali merebahkan tubuhku di tempat ternyaman ku, Beberapa kali terlintas wajah Mas Zul yang tersenyum, suara teduhnya yang membelaku di antara amukan Massa. Lelaki sempurna di mataku. Kini bayangan Mbak Zahra ikut mampir. Wanita Solehah yang membuat aku kagum akan sosoknya, wanita yang memiliki cinta begitu besar untuk suaminya. “Aku terima nikah dan kawinnya, Aisyah binti bapak Purbono dengan mas Kawin seperangkat alat solat. Di bayar tunai,” “Syah?” ucap Pak penghulu.Aku melirik ke arah Mbak Zahra, tangisannya pecah. Air bening itu terus tumpah membasahi pipinya, tak mungkin juga ada wanita yang ikhlas menghadirkan wanita lain dalam kehidupannya. “Tidak sah.” Mas Zul melepas kerudung
Baca selengkapnya
bab. 8 Malam Pertama
“Dek Aisyah,” ucap lirih Mbah Zahra sambil memandang ke arahku.Aku melihat sisi kanan dan sisi kiriku, mencari jawaban akan pertanyaan yang nantinya akan di lontarkan Mbak Zahra. Aku kikuk, bingung harus berkata apa? Batinku terus menghardik diriku yang sengaja mengintip pasangan halal dalam kamar.Mbak Zahra berjalan pelan ke arahku, di setiap langkah itu membuat jantungku memompa darah semakin cepat, tubuhku terasa bergetar, telapak tanganku terasa dingin. “Dek Aisyah, masuk saja. Dari pada berdiri dari balik pintu nanti ada yang melihat.” Tak ada hardikan atau celotehan dari mulut Mbak Zahra, justru ia menggandeng tanganku untuk ikut masuk ke dalamnya. “E-enggak, Mbak. Tadinya aku mau minta Mbak Zahra membantu melepaskan pernak-pernik ini. Aku kesusahan mengambilnya. Aku mau ganti baju gamis, Mbak. Pakai kebaya bikin gerah.” Aku menunjuk aksesori yang menghiasi jilbabku. “Ya sudah, sini aku bantu.” Mbak Zahra menuntunku untuk duduk di bangku riasnya. Aku memandang wajahku yan
Baca selengkapnya
bab. 9 Tangisan Mbak Zahra 1
“Kata siapa aku tidak mencintaimu?”“Bagaimana mungkin engkau mencintaiku, jika kita bertemu pun hanya sesaat!”“Apakah Dek Aisyah mencintaiku?”“Pasti, untuk apa aku menikah denganmu, Mas. Jika tidak ada cinta untukmu!”“Adek sudah tau jawabannya, lantas kenapa masih ragu kepadaku?”**Saat mataku terbuka, kudapati lelaki sempurna itu tidur menghadapku, paras tampannya bahkan tak menghilang, wajah seperti inilah yang membuatku semakin menggila. Kulihat jam yang menempel di dinding kayu ini. Pukul 03.00, aku membersihkan tubuhku, rasa dingin itu menyelimuti pori-pori ketika kucuran air melewati tubuhku, kejadian beberapa jam yang lalu membuatku tersenyum dan memberikan kehangatan tersendiri. Kubalut tubuhku dengan handuk, dan hendak mengganti pakaian. Melihat Mas Zul berada di kamar ini membuat aku tak nyaman dan malu mengekspose tubuhku meskipun ia masih dalam keadaan terpejam. Ku bawa satu stel gamis dan memakainya di kamar mandi, aku mengurai rambut panjang ku yang kini basah, me
Baca selengkapnya
bab. 9b Tangisan Mbak Zahra
Meskipun ibu tak mengucap maksudnya, aku paham betul apa maksud yang diucapkan ibu. “Aamiin, Bu. Doanya gih,” ucapku dengan melayangkan senyum yang tak kalah manis darinya.Bawang merah, bawah putih, cabai serta beberapa kemiri itu sudah tampak halus, segera ku masukkan ke wajan yang sebelumnya sudah aku bubuhkan margarin, wangi khas nasi goreng menyeruak ke seluruh ruangan. Aku masukkan beberapa telur, nasi serta suiran ayam. Wanginya benar-benar menggugah selera. Atau mungkin aku yang memang merasa lapar karena semalaman telah bertarung.“Baunya enak sekali, Yu! Aku yang masih tertidur bisa terbangun karena mencium aroma masakan ini.” Bu Khofi, kakak ibu itu mengambil sendok dan membenamkannya di nasi goreng yang masih di atas wajan ini, diangkatnya sendok itu hingga terisi penuh. “Belum saya cicipi, Bude. Belum tahu asin apa enggaknya!” ucapku yang masih tak yakin dengan makanan yang ku buat.“Enak gini, kok. Rasanya pas!” ucap bude sambil menguah karena nasi goreng yang masih pa
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status