Share

Aku istrimu suamiku
Aku istrimu suamiku
Penulis: Rianievy

Perkara dapur

"Kamu pikir, Ibu mau ikut campur? Enggak, Dena, Ibu cuma mau ajarin kamu. Kalau masak balado terong caranya kayak gitu. Tinggal ikutin aja susah banget. Ibu kesal ke kamu sampai nggak mau makan?!" omel Tara yang hanya bisa direspon helaan napas Dena yang menunduk, mengaduk makanannya yang belum ia suap ke dalam mulut. 

"Aku kan cuma mau masak pakai cara yang biasa Ibuku ajarin, Mas, bukan maksud mau lawan atau nyanggah Ibu kamu." Akhirnya Dena bersuara. Tara berdecak, ia buru-buru menghabiskan makanannya lalu menyusul ibu ke kamar, meninggalkan Dena yang akhirnya menikmati makanannya seorang diri, di rumah orang tua Tara. 

Mereka sudah menikah satu tahun, belum dikaruniai anak, dan Tara juga tak mau meninggalkan rumah tersebut karena Tara anak ke empat dari lima bersaudara. Ketiga kakaknya perempuan, dan adiknya laki-laki, masih kuliah tingkat akhir. 

Tara bekerja diperusahaan besar, menjabat sebagak kepala bagian walau masih muda, 34 tahun. Tara pintar, insinyur. 

Sedangkan Dena, ia tak bekerja, hanya saja ia suka menjahit, dan akhirnya menerima jahitan untuk membuat sarung bantal, selimut bayi, taplak meja, kerudung, dan kadang baju bayi, yang rata-rata semua custom atau sesuai keinginan pelanggan. 

Dena membawa piring kotor ke dapur, ia mencucinya hingga bersih, lalu menutup meja makan dengan tudung saji. Terdengar suara motor, Argi - adik iparnya - baru pulang. 

"Kok malam, Gi, tumben," tanya Dena yang kembali masuk ke ruang kerjanya, berkutat dengan pola dan bahan. 

"Biasa, Mbak, bahas skripsi. Mas Tara mana sama Ibu?" tanya Argi celingukan. 

"Di kamar, lagi bujuk Ibu. Aku ke ruang kerjaku, ya, makanan masih di meja, aku masak balado terong sama dadar telur." Lalu Dena menutup pintu. Argi menoleh, ia tahu, kembali ada masalah dengan ibu dan kakak iparnya. 

Argi bergegas ke kamar lebih dulu, lalu ke kamar mandi dengan membawa handuk. Tak lama, terdengar suara bapak yang baru kembali dari kegiatan pengajian  di masjid. 

"Ibu di kamar, paling ngambek lagi sama Mbak Dena. Pak, bilang Ibu, jangan suka kebayakan ngatur Mbak Dena, masih untung Mbak Dena nggak minta Mas Tara pindah dari sini. Masih mau nurut Mas Tara." Tukas Argi. Bapak hanya bisa menghela napas. 

Argi masuk ke kamar mandi, sementara bapak membuka pintu kamar. Tampak Tara sedang membujuk ibu yang tiduran membelakangi putranya. 

"Didik istrimu yang benar, Tara, Ibu cuma mau kasih tahu kalau masak terong caranya begitu. Kok Dena nggak mau, malah sok tau katanya kalau di rumah dia masak terong begitu caranya. Heran Ibu, punya menantu perempuan, satu, kok lagaknya begitu." Judes ibu. 

"Iya, Bu, nanti Tara kasih tahu Dena lagi. Sekarang Ibu makan, ya, Bapak juga udah dari masjid," ujar Tara sembari menunjuk ke arah bapaknya yang sedang menggantung baju koko di balik pintu. 

"Bu, kenapa sih,  nggak Ibu biarin Dena masak dengan cara dia. Nggak ada salahnya juga lho." Tegur bapak. Ibu beranjak, menatap bergantian ke suami dan putranya. 

"Apa prinsip..., di mana bumi di pijak, di situ langit di junjung udah nggak berlaku? Pak, harusnya Dena bisa bawa diri. Bukannya melawan." 

Ibu menatap Tara dan suaminya bergantian. Suaminya sudah berganti baju tidur dengan bawahan masih kain sarung. 

"Tara, pindah sana, jangan tinggal di sini, kasihan Ibumu, tensinya bisa naik terus, dan Dena bisa makan hati terus."  Celetuk bapak. Ibu beranjak. 

"Eh... nggak bisa, Pak. Tara walaupun udah nikah, tetap harus urus Ibunya, ingat, kan, surga anak laki-laki di kaki Ibunya?!" Kedua mata wanita itu mendelik. Bapak hanya berdecak sembari menggelengkan kepala lalu berjalan keluar kamar, menuju meja makan dan tersenyum melihat masakan menantunya yang sederhana tapi enak. 

"Gi, udah makan kamu?" tanya bapak ke Argi yang sedang nonton TV. 

"Udah. Terong baladonya enak, deh, Pak. Argi sisain buat Bapak." Sahut pria itu lagi. Bapak mengacungkan ibu jari, lalu mengambil piring dan menyendokan nasi. Tara keluar dari kamar ibu, meminjam kunci motor Argi, Tara hendak keluar rumah. 

"Mau ke mana kamu?" tanya bapak. 

"Beli soto ayam, Ibu mau makan pakai soto, nggak mau makan masakan Dena." Begitu enteng kalimat Tara keluar dari mulutnya. Sementara, Dena baru saja keluar ruang jahitnya dan mendengar ucapan suaminya. Dena bergeming, Argi dan bapak menatap kompak ke arah Dena, yang sedetik kemudian tersenyum. 

"Maaf kalau masakan Dena nggak seenak masakan Ibu, ya, Pak," ucap Dena seraya menuangkan air putih ke gelas bapak mertuanya. 

"Ini enak, Dena, Bapak dan Argi, kita cocok sama masakan kamu, jempolan, dari pada beli. Kamu udah makan, Nak?" tanya bapak. 

"Udah, Pak. Dena mau ke kamar Ibu, mau minta maaf," ucapnya. 

"Den...," panggil bapak. Dena menoleh. 

"Nggak usah. Kamu nggak salah, udah malam, istirahat kamu, pesanan sarung bantalnya udah selesai di jahit?" tanya bapak kemudian. 

"Udah, Pak. Dena ke Ibu ya, Dena juga salah kok, nggak nurutin Ibu." Dena tersenyum, ia au berjalan masuk ke kamar setelah mengetuk pintu. 

"Bu..., lagi apa?" tanya Dena yang langsung duduk di lantai sementara ibunya duduk di tepi ranjang. Tak menjawab, hanya membuang muka. 

"Dena, salah. Dena minta maaf ya, Bu, Ibu nggak mau makan masakan Dena? Besok Dena masak sesuai arahan Ibu, ya, maafin Dena." Jemari tangannya meraih jemari tangan ibu mertuanya. Bukannya di sambut, ibu justru beranjak, berjalan keluar kamar, meninggalkan Dena yang masih duduk bersimpuh di lantai. Argi dan bapak melihat hal itu hanya bisa menghela napas pelan. Kemudian Dena beranjak, ia tersenyum kikuk sembari masuk ke dalam kamarnya. 

Bersambung

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Nabila Salsabilla Najwa
bagus ceritanya
goodnovel comment avatar
Hafidz Nursalam04
hahahhahahhahah
goodnovel comment avatar
Rani Hermansyah
mari mampir di karya receh saya istri yang tak dirindukan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status