Share

4 - Bangkit

Untuk apa terkubur dalam kenang, jikalau ia tak mempedulikan

Kerumunan dilihat dari atas, desak-desakan. Bel pulang berbunyi 10 menit yang lalu ditambah dengan pengumuman daftar ujian akhir semester. Tidak terbayang, begitu cepat Aiys lalui bertemu teman baru, sekolah baru, suasana baru, dan hati yang baru. Langkah kakinya terus bergerak, mengikuti alur yang dibuat tangga. Koridor sekolah sudah menyepi, ditatap Keysa yang sedang asyik dengan ponsel miliknya.

Aiys buru-buru menuju madding sekolah hingga..

"Brakk.. bamm.." buku yang dibawa Pak Zardi berhamburan.

"Aduh,," kata Aiys menegang kepala yang mendadak terasa pusing, namun segera ditepis cepat rasa itu, ada orang yang membutuhkan bantuannya.

"Pak Zardi," pekik Aiys.

Pak Hardi terduduk lemas di lantai, Aiys tidak tau seberapa keras tabrakannya hingga membuat pak Hardi lemas begini.

"Keysa.." panggil Aiys.

"KEYSAAAAA," panggilnya lagi, keysa asyik dengan ponselnya di tambah headphone.

Dilihat Keysa masih santai dengan jalannya, tidak adakah manusia di sekolah ini? Kenapa sunyi dan menyepi, biasanya seperti pasar.

"Pak, maaf. Saya tidak sengaja," Pak Zardi hanya tersenyum sekilas.

"Tidak apa-apa," ucapnya.

Tampak jelas keringat yang bercucuran di pelipisnya. Segera Aiys kumpulkan buku-buku yang berhamburan.

"Mau dibawa kemana, Pak?" tanya Aiys.

"Ke kantor saja, Alisya."

Menggoreskan jejak lagi di kantor, dulu waktu awal masuk sekolah Aiys sering ke kantor guru. Mengantarkan tugas, menemui guru untuk persiapan lomba, Aiys rindu masa itu. Sekarang Aiys segan kesini, bukan karena apa. Hanya saja berita tentang dirinya dan Daffa. Aiys tidak tau darimana sumber berita kurang baik tersebut, yang membuat namanya kurang baik di mata para guru.

Aiys masih setia mengikuti langkah kaki pak Zardi, memasuki kantor ternyata masih banyak guru didalam ruangan.

"Terimakasih, Alisya," senyum Pak Zardi.

"Iya, sama-sama, Pak," sambil menyalami tangannya.

Aiys berusaha sebisa mungkin menghilangkan rasa gugup, berjalan cepat, mungkin cara terbaik. Cepat-cepat Aiys keluar dari ruangan yang hendak menerkam, namun sebelum langkah terakhirnya berhasil keluar.

"Alisya," panggil seseorang.

Aiys segera menoleh ke belakang, dan ternyata, Bu Nita.

"Iy.. iya Bu," jawab Aiys gugup.

"Kenapa gugup gitu?" selidik Bu Nita.

Aiys hanya tersenyum kecil dan Aiys berusaha sesantai mungkin.

"Ada yang mau Bu bicarakan," kalimat yang keluar fari mulut Bu Nita mampu membuat jantung Aiys olahraga.

"Iya, apa itu Bu?" tanya Aiys masih sedikit gugup.

Bu Nita tersenyum melihat tingkah Aiys, "Lomba Olimpiade Sains," katanya.

Aiys terdiam sesaat, mencerna kalimat yang barusan masuk melalui gendang telingaku.

"Ibu tau kamu berpotensi, setelah ujian kita latihan," tawarnya.

Aiys kaget, langsung terdiam, dan  hanya bisa mengangguk, mungkin ini salah satu titik balik Aiys untuk melupakan Daffa.

Sedari kantor senyumnya tidak hilang-hilangnya. Aiys sangat bahagia.

"AIYS BAHAGIIIIAAA..." teriak Aiys tengah lapangan.

Ternyata guru-guru masih sayang samanya, Aiys harus buktikan, kalau Aiys bisa.

Terimakasih,

Masih tersisa rasa itu.

Dari pelangi kita belajar,

Arti mengikhlaskan keindahan.

Dan carilah dan ciptakan kenyamanan!!!

Aiys masih kelas sendirian. Aiys arahkan pandangan ke jam dinding yang setia menatap dirinya sedari tadi. Pukul 05.05 PM. Di hadapannya masih tertumpuk beberapa buku. Aiys sengaja meminjam catatan teman-teman kelasnya untuk mempersiapkan ujian kenaikan kelas. Tidak fokus belajar selama tiga bulan membuatnya harus kerja keras dalam minggu ini. Pelajaran tiga bulan, Aiys kejar dalam satu minggu. Semoga bisa, tekadnya.

“Tinggal dua halaman lagi catatan sejarah ini, ayo Aiys. Semangat!!!” ucap Aiys sendiri menyemangati dirinya. 

Berada di ruangan ini mungkin sudah takdirmu.

Tapi jendela mana yang ingin kamu lihat, itu pilihanmu!!!

Bukannya Aiys tidak mau mengejarkannya di rumah, namun ia dapatkan kenyamanan diruangan ini. Ramang-ramang, kilauan senja menembus celah diruangan ini. Aiys putar lagu, menambah kenyamanan.

"Hemm.."

Jemarinya masih lihai menyambungkan kata demi kata menjadi sebuah kalimat. Tanpa disadari kehadiran Juna, ketua Osis sekolahnya.

"Mmm.. maaf kak, tidak lihat," kata Aiys.

"Sebesar ini, masa tidak lihat? Apa saya harus berubah menjadi gajah dulu biar bisa dilihat?" tanyanya tajam.

"Maaf kkk,” kata Aiys terpotong

“Juna saja,” langsung disambung Juna

“A.. Aiys fokus sama tugas yang Aiys kerjakan," terang Aiys.

"Udah sore, ngapain disini sendirian?"

“Juna ini kenapa si, udah jelas Aiys bilang ngerjain tugas masih juga nanya,” umpat Aiys dalam pikirannya.

"Kenapa tidak jawab?" tanyanya lagi.

"Lagi ngerjain tugas," senyum kecil Aiys.

"Iya, saya lihat," jawabnya dingin.

"Yang jadi pertanyaan saya, kenapa tidak dilanjutkan di rumah saja?" tegasnya.

Aiys terdiam beberapa saat, "Disini Aiys dapatkan kenyamanan."

"Kenyamanan?" tanyanya dengan mata terbuka lebar.

Aiys mengangguk mengiyakan, matanya mengarahkan ke setiap sudut ruangan. Aiys lihat kak Juna memahami maksudnya, dan memperhatikan sekitar.

"Iya, bagus," ucap Juna.

"Iya, kamu sendiri kenapa belum pulang?" tanya Aiys memberanikan diri.

Juna terdiam beberapa saat, "Ada tugas yang harus dikerjakan," tambahnya.

Aiys mengangguk, kembali tercipta keheningan.

"Mau sampai kapan disini?" tanyanya Juna mendekat satu langkah.

"Udah mau pulang," jawab Aiys sambil merapikan tugasnya.

"Dengan apa?"

"Belum tau, mungkin cari taxi," senyum Aiys.

Juna tampak berpikir sebentar, "Jangan, udah sore. Aku antar saja gimana?" tawarnya.

Aiys menimbang tawaran Juna, bisa menghemat uang jajan juga, tapi seganlah, Nanti merepotkan.

"Tidak usah, takut merepotkan," tolak Aiys.

"Kalau terjadi apa-apa aku tidak tanggung jawab," balas Juna.

"Jangan doain yang tidak-tidak!" tegas Aiys.

"Ini udah sore, Alisyah. Tidak baik, Pulang sama saya atau tidak sama sekali," ucapnya memandang ke depan.

Aiys terdiam, benar kata Juna. Eh, darimana Juna tau namanya.

"Iya, Aiys pulang sama Juna." balas Aiys.

Aiys dan Juna keluar kelas bersamaan dengan langkah sejajar namun dalam pikiran masing-masing. Senja yang tadinya begitu indah seketika berubah menjadi gulungan awan hitam. Jalanan padat merayap. Aiys tatap Juna masih fokus ke depan, berusaha mencari celah untuk segera bisa keluar dari kerumunan mobil ini. Aiys duduk tenang di samping, sesekali mengarahakan pandangan ke samping atau ke depan.

"Juna," sapa Aiys.

Juna hanya mengangkat satu alisnya menatap Aiys dan langsung dialihkan ke depan lagi. Terdiam beberapa saat, Aiys berusaha menebak sifat Juna. Apa benar Juna bonkahan es kutub utara? Sifat dan sikapnya dingin. Gimana bisa ia menjadi ketua osis? Apa kerena kegantengannya? Tapi tak mungkin itu.

"Ya, kenapa?" tanya Juna memecahkan suasana.

Aiys berusaha keras mengembalikan titik fokus pikirannya.

"Darimana tau nama Aiys?" tanya Aiys kecil.

"Siapa yang tidak kenal kamu, Alisya," katanya diiringi gelak tawa.

"Maksudnya?" Aiys tidak paham maksud Juna.

"Satu sekolahan kenal kamu," lanjutnya.

"Satu sekolahan?" ulang Aiys kaget,  Juna hanya mengangguk kecil.

"Kenapa bisa?" tanya Aiys belum puas.

"Karena kamu berhasil pacaran dengan pengerannya sekolah," jawab Juna santai.

Jalanan sudah mulai menyepi, diiringi hujan yang mulai berjatuhan ke bumi.

"Daffa?" raut wajah Aiys seketika berubah, keingat masa bersama dengan Daffa. Baru saja mencoba move on sudah diingatkan lagi, namun Aiys tidak boleh mengingatnya lagi, Aiys udah berjanji untuk move on.

"Aiys, udah janji.. lupakan Daffa, Aiys," katanya sendiri sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Kenapa?" kaget Juna.

Aiys tidak menyadari dirinya lagi bersama Juna, Aiys terdiam ketika Juna bertanya dan mencoba mengalihkan pembicaraan.  

"Nanti belok kanan," jawab Aiys kecil.

Jawaban Aiys ngawur, jawabannya tidak ada nyambungnya. Juna hanya mengangguk pertanda paham.

"Tadi kamu bilang, lupakan Daffa?" tanya Juna sesantai mungkin.

Aiys terdiam, memikirkan jawaban yang pas. Aiys hanya mengangguk tanpa tanpa angkat suara.

"Kenapa bisa?"

"Aiys, udah tidak sama kak Daffa lagi," jawab Aiys jujur sambil menghirup nafas dan melepaskannya.

"Sejak kapan?"

Aiys terdiam, dan mulai berkaca. Juna mengalihkan pandangannya, mendapatkan Aiys yang siap menumpahkan segala rasa dan air mata ini.

"Maaf," ucapnya lembut.

"Tidak apa-apa, lagian Aiys udah melupakannya," jawab Aiys dengan senyuman.

Aiys dan Juna sama-sama terdiam, mobil Juna melaju membelah jalanan ibukota, hingga sampai di rumah Aiys.

Aiys segera keluar, setelah mengucapkan terimakasih kepada Juna.

"Sekali lagi terimakasih," kata Aiys berdiri di depan pagar rumahnya.

Hari berlalu, satu minggu ini Aiys habiskan dengan mengejar pelajaran yang ketinggalan. Aiys harus kembali merebut bintang kelas dan bintang sekolah. Dulu setiap semester Aiys selalu membawa tropi pulang. Tahun pelajaran satu Aiys hanya mencapai bintang kelas. Namun tidak tahu semester ini.

Kegalauan yang mendalam membuatnya malas.

Untuk apa memikirkan jikalau ia tak memikirkan balik?

Karena sejatinya jangan izinkan terjadinya komunikasi satu arah.

"Semangat, Aiys," Aiys menyemangati diri.

Besok, pertempuran itu akan dimulai. Malam ini Aiys harus tidur cepat. Ditutup buku yang baru saja selesai dibaca. Perlahan dipejamkan mata dan seketika berpindah ke alam mimpi.

Melupakan dan menciptakan itu berbanding lurus.

Meski namamu masih tersisa dalam hati setidaknya telah terhapus dalam pikiran.

Tak ada salahnya membuka dan mencoba!!!

Pagi sebelum ayam menjalankan tugasnya, Aiys telah berkecimpung bersama lembaran kertas yang dipenuhi petunjuk tuhan bagi pelajar menyebutnya, tak lain kisi-kisi. Masih ada tujuh buah soal yang belum Aiys bahas malam tadi, ujian pertama fisika membuatnya harus eksra belajarnya.

[Good Morning, Aiys]

Notif ponsel membuyarkan sejenak konsentrasi Aiys. Langsung dihentikan sementara proses belajarnya. Segera diarahkan pandangan ke sumber suara barusan. Aiys pandangi dan nomornya tidak dikenali. Aiys memilih fokus belajar daripada memikirkan pesan yang baru masuk di ponselnya.

***

"Alisya, kamu baik," ucap seorang pria yang sedang asyik menikmati semilir angin yang memeluk tubuhnya.

Iya, siapa lagi kalau tidak ketua osis yang paling favorit di SMA Nusa, Juna.

"Ah, kenapa aku malah memikirkan dia?" tanya Juna sendiri.

Juna terdiam dan kembali lagi bayanggan Aiys kembali menghampirinya.

"Gua tidak bisa gini," hentak kaki remaja tersebut.

Juna segera mencari kontak temannya Gibral dan Alan. Tanpa ragu Juna langsung menelepon dua orang sahabatnya itu.

[Hey, kalian punya kontaknya Alisya?] tanya Juna ketika panggilan telepon tersebut tersambung.

Gibral dan Alan langsung terdiam, tidak seperti biasanya Juna menelfon dan langsung menanyakan wanita.

[Sejak kapan lu nanyain cewek?] ejek Gibral.

[Iya, bukannya lu anti cewek?] tambah Alan.

Juna langsung terdiam, dan merasa bodoh kenapa meminta ke Gibral dan Alan, kenapa tidak minta sendiri sama Aiys.

“Ahhh, dasarrrrr,” ucap Juna sendiri.

Gibral dan Alan kebingungan, tak biasanya sahabat mereka, Juna bersikap demikian.

[Dia tuh punya Daffa, mau ngapain lu? Hahahhaha] sambung Gibral.

[Iya, benar.  Lu mau jadi orang ketiga? Mending sama cewe lain. Banyak yang doyan sama lu,] tambah Alan.

[Mereka dah putus,] jawab Juna dingin.

[Kalian ada tidak?] desak Juna.

[Alisya? Bidadari titipan surga dengan pangeran turunan langit, putus?] ulang Gibral.

[Benar woii? Aiys, sama  Alan aja,] tambah Alan sambil ketawa.

[Benar,] balas Juna.

Juna mulai geram sama dua sahabatnya, sedari tadi pertanyaannya diputar-putarkan saja.

[Woii, kalian ada tidak?]  geram Juna.  

[Gue ada, tapi kontak sahabatnya, Keysa,] jawab Gibral.

[Tolong mintain dong] mohon Juna.

[Usaha sendiri kalau mau,] ejek Alan.

[Gensi dong kalau gue yang minta,] elak Juna.

[Masih saja berprinsip seperti itu lu,] tambah Alan.

[Gue mintain, asal lu tanggung makan gue seminggu di tempat mba Sisi,] tawar Gibral.

Juna menimbang penawaran Gibral, [Gimana, lu setuju tidak?] tanya Gibral.

[Gue juga dong,] mohon Alan.

[Diam lu buaya,] kata Gibral.

[Ya, gue setuju,] sepakat Juna.

Juna menaruh ponselnya dan fokus ke buku yang berada dihadapannya. Tidak sampai 10 menit, ponsel Juna berdering lagi. Ternyata Gibral telah mengirimi kontak Aiys. Juna tersenyum, nomor manusia yang menghampiri pikirannya sudah ia dapatkan. 11.30 PM, tidak mungkin aku chatting jam sekarang. Mungkin besok pagi.

***

[Ini, gue Juna]  

Kefokusan Aiys tiba-tiba terganggu oleh bunyi ponselnya lagi, segera Aiys raih, nomor yang tadi. Aiys buka, dan Aiys kaget.

“Darimana Juna dapat nomorku?” tanya Aiys sendiri.  

 [Berangkat bareng yok,]

Aiys masih belum membalas pesan dari Juna, masuk lagi pesan baru.

“Kenapa Juna mengajak Aiys berangkat bareng?” ucap Aiys sendiri.

[Kenapa? Udah ada yang ngajak ya?]  

Pesan Juna kembali masuk, Aiys berfikir kembali. Aiys segan menolak tawaran Juna, tapi nantinya takut ada berita yang buruk tentangnya tentangnya dan Juna.

[Tidak merepotkan?] tanya Aiys.

[Tentunya, tidak,] balas Juna cepat.

[Iya,] balas Aiys singkat.

[Tunggu di depan, kalau udah sampai nanti aku dikabari.]

Aiys membaca tanpa niat membalas pesan dari Juna, sekarang yang penting baginya menguasai 3 soal lagi. Ayo Aiys, semangat.

Disatu sisi, sudut bibir Juna tak henti-hentinya membentuk lengkungan. Rasanya sangat bahagia.

Aku dan kamu tu lenting sempurna

Tumbukan-tumbukan pada akhirnya 0 < e < 1 = 1

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status