Share

3 – Melapaskan

Jika tak mampu, jangan berucap!

Hari-hari berjalan mengikuti aturannya, tidak ada yang beda, tiap detiknya masih sama; tentang luka. Tidak ada yang berkesan, tidak ada yang istimewa. Hari-hari Aiys hanya di selimuti kenangan. Setiap tempat di kota ini mengisahkan jejak tentang  Daffa. Tepat di cafe ini, tempat Aiys dan Daffa melepaskan sisa penat sehabis sekolah. Setiap pulang sekolah, selalu kesini. Tidak pernah bosan, padahal waktu istirahat selalu ketemu di sekolah.

Aiys melangkahkan kaki, sekarang posisinya tepat di depannya.

COFFE JANJI JIWA

Aiys pandangi selagi lagi, tidak tau kenapa. Pikirannya mengarahkan kesini. Padahal Aiys sudah berniat tidak akan menginjak tempat ini lagi.

Aku masih berperang dengan hati dan logika.

Tubuhnya semakin kecil, terlihat jelas urat nadi berwarna hijau kebiruan.

Tiga bulan ditinggal abang Daffa tanpa kabar membuat Aiys stress dan malas dalam semua kegiatan.

Setelah lama berdiam, Aiys putuskan masuk ke dalam tempat seribu satu kenangan ini.

"Udah lama tidak kesini, Aiys" sapa salah satu Barista.

Aiys hanya terdiam, sambil mengulas senyum kecil. Pada umumnya Barista disini mengenalnya. Gimana tidak, Aiys sering kesini dulunya.

"Sehat kan, kenapa bengong?" tanyanya lagi.

"Eh.. iya.. itu.. tidak ada bang," jawab Aiys kikuk.

Tatapan Aiys mengarah pada meja A2. Meja yang selalu diduduki kalau bersama Daffa. Bahkan rela menunggu agar bisa duduk disana.

Tidak tau mengapa, langkah kakinya mengarah kesana. Aiys duduk diam di kursi berwana hitam mengkilat dengan bertumpu tangan. Ada deretan menu yang setia menunggu untuk di pesan. Dipandangi, cermati, dan terdiam. Alunan lagu, menemani sepinya. Aiys terdiam, lagu yang diputar sangat menelisik hatinya.

"Aku, kali," kata Aiys lirih.

"Apa Aiys? Jadi minum apa?"

Bahkan Aiys tidak menyadari kehadiran Barista di sampingnya.

"Biasa saja Bang, Hojicha"

"Oke," sambil menulis pesanan.

Aiys hanya mengangguk pelan.

"Tumben sendiri, Mana Daffa?"

Aiys terkejut, sudah tiga bulan tidak kesini dan mereka masih sangat ingat Aiys.

Tanpa disadari, mata Aiys mulai berkaca-kaca. Ya tuhan kenapa ini?

Coffe yang dipesan sudah datang. Aiys meraih, menusukan sedotan, dan mengaduknya. Biasanya, kak Daffa selalu bilang.

***

Aiys mengambil alih Coffe Daffa,

"Aiys," tegur Daffa.

Aiys hanya nyengir tidak jelas, Aiys tau betul Daffa bakalan melarangnya sembari berkata.

"Aiys, jangan pesan yang bergula. Nanti kakak obesitas. Cukup, minum sambil melihatmu," sambil menatap dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Baru Aiys mau ngomong gitu, hehehe," tawa Aiys.

Daffa langsung mengacak rambut Aiys.

"Kak Daf, berantakan rambut Aiys. Rapikan kembali!" rajuknya.

***

"Aiys, rindu kak Daffa. Kak Daffa apa kabar? Kenapa menjauh? Aiys memutuskan hubungan bukan berarti memutuskan silahturahmi. Kak Daffa, kenapa kakak menghilang begitu aja?" Tanya Aiys bermonolog sendiri.

"Kakak udah berjanji akan selalu bersama Aiys seperti janji jiwa ini, kenapa kakak mengingkarinya kak? Kenapa kak? Kenapa?"

Diaduk lagi minuman di depan,

"Kenapa hambar, apa karena kak Daffa tidak disini?” tanya Aiys.

"Hmms," Aiys tersenyum kecil.

Pantas ini hambar, minuman ini tau kali dengan kehidupanny. Tanpa kak Daffa, HAMBAR.

***

[Aiys, kakak udah di depan rumah.] suara Daffa.

Aiys melangkahkan kaki keluar. Ternyata kak Daffa telah samapi dan lagi mengobrol bersama mama di ruang tamu. Senyumnya tak henti-hentinya pudar. Aiys yakin. Bisa mengalahkan sinar matahari saking cerianya.

"Pagi kak, udah lama ya?" sapa Aiys.

"Pagi, baru juga sampai" jawab kak Daffa.

Aiys dan Daffa langsung berpamitan, rencananya weekend ini mereka akan menghabiskan waktu bersama. Udah hampir satu bulan Aiys dan Daffa tidak jalan berdua dikarenakan Daffa sibuk dengan ujian dan persiapan ke Jerman, tidak hanya jalan berdua tapi semuanya, setelah pengumuman kelulusan Daffa semua berubah, di sekolah jarang ketemu, kasih kabarpun tidak.

"Aiys, sebal," kata Aiys memecahkan keheningan yang tercipta sedari tadi.

"Kenapa sayang?" tanya Daffa tenang.

Aiys tatap lekat Daffa, hingga Daffa menepikan mobil.

Mata Aiys sudah berkaca-kaca tidak tahan dengan sikap Daffa belakangan ini.

"Sayang, kita mau jalan," tambah Daffa.

Aiys hanya diam, tanpa disadari Aiys menangis.

Daffa segera menghapus air mata Aiys dengan jarinya, lembut.

"Sayang, maaf," tuturnya lagi.

Aiys masih diam, memproses semua kata yang masuk.

“Maaf,” ulang Aiys kecil.

"Kita udah jalan satu tahun sayang, kenapa begini?" menatap Aiys lekat.

Mata Aiys terasa perih, tanpa ia sadari bulir bening mengalir di pipinya.

"Sayang," bujuk Daffa lagi.

"Kakak akan selalu di samping Aiys," kata Aiys pelan.

"Kenapa jarang kabari, Aiys?" tanya Aiys dalam isakan.

"Maaf sayang, maaf," balas Daffa.

“Maaf saja tidak cukup,” jawab Aiys.

Daffa hanya terdiam membisu, mendengarkan semua perkataan Aiys sambil menautkan jemari mereka berdua.

Percayalah

Akan kukaitkan jemari ini

Tak akan kubiarkan air matamu lolos kembali...

Tak akan kubiarkan kamu jauh...

Daffa kembali melajukan mobil. Tujuan mereka tanam kota, menghabiskan waktu berdua. Kabarnya disana lagi ada pameran Contemporary Art and Design (CAD).

Setelah lelah menghabiskan waktu di tanam, tujuan Daffa dan Aiys adalah coffe favorit mereka dekat sekolah. Tidak pernah ada rasa bosan bagi mereka berdua.

Aiys dan Daffa segera duduk ditempat biasa, A2 baginya A2 sangat berati.

A yang berati 1 dan 2 Aiys dan Daffa.

Dua orang yang disatukan

Aiys selalu memesankan Daffa coffe Hojicha manis, dan Daffa selalu sebal sambil berkata, “Cukup melihat Aiys. Coffe pahit seketika menjadi manis.”

Coffe dan cemilan yang mereka pesan, datang juga.  

Mereka makan dengan khidmat, sesekali disertai obrolan kecil.

"Sayang," panggil Daffa ketika Aiys selesai memakan cemilan.

"Iya," jawab Aiys.

Mereka terdiam, padangannya bertemu satu titik.

Di tatapnya Aiys lekat. Tatapan yang sulit diartikan.

"Sayang, ada hal serius yang mau kakak bicarakan," tutur Daffa.

"Apa, kak?" tanya Aiys mencoba tenang.

"Dua minggu lagi, kita bakalan L.."

"Jangan, jangan lanjutkan," sembari menunduk. Aiys yakin, sekarang matanya sedang tidak baik-baik saja.

"Aiys, kakak belum tau gimananya disana, maaf kalau nantinya bakalan sulit kasih kabar."

Aiys mencerna satu persatu kata yang keluar dari mulut Daffa, lagi dan lagi, air matanya berhasil menembus pertahanan Aiys.

"Sayang, kita bisa LDR," bujuk Daffa.

"TIDAK!" tegas Aiys.

“Tidak mungkin, tidak ada yang berhasil dalam LDR,” tambah Aiys sambil menangis.

Banyak mata yang menatap mereka.

Aiys berdiri, "Aiys, tidak bias,” kata Aiys sambil menangis.

Daffa telah kasih kode dengan jarang kasih kabar. Dada Aiys terasa sesak. Dengan mata berkaca dan pernafasan yang belum teratur,

"Kak, maaf cukup!"

Daffa dengan prinsipnya, perempuan sulit dimengerti.

Aiys tatap Daffa, "Cukup sampai disini, biarkan aku pergi," kata Aiys lalu pergi.

Daffa menunduk, Aiys segera keluar dari warung Coffe Janji Jiwa ditemani air mata sambil berlari.

Daffa yang menyadari Aiys pergi, segera berlari mengejar Aiys.

"Daf, bayar!" Kata Afran salah satu barista.

Daffa segera mengambil dompetnya dan menaruh begitu saja di meja kasir.

Dari kejauhan Aiys lihat Daffa yang mengejarnya, segera dihentikan Taxi yang lewat.

"Kenapa penuh semua?" tanya Aiys sambil panik.

Ditengok ke belakang, Daffa sudah hampir sampai di posisinya saat ini.

Ditik-detik terakhir ada sebuah Taxi yang berhenti, Aiys segera masuk dan mengarahkan supir Taxi melaju cepat.

Mungkin ini yang terbaik,

Mengikhlaskan kamu, pergi

Meraih Cita. 

“Maaf. Aiys, sayang kak Daffa,” ucap Aiys dalam Taxi sambil memegang dadanya yang sesak.

***

Semenjak kejadian itu, Daffa tidak lagi menghubungi Aiys. Semua memori bersama Daffa masih melekat di ingatan Aiys.

“Untuk apa Aiys terus memikirkan Daffa?” tanya Aiys sendiri

"Aiys KUAT,"

"Aiys Bisa,"

Hidup pilihan

Aku yang pergi, bukan ia

Jangan merasa bersalah

Hargai keputusanmu!

Aiys keluar dari coffe Janji Jiwa ketika kilauan senja menyambut, awan putih yang ditumpahkan kilauan orange, menakjubkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status