Langit di Jakarta pada hari ini hampir gelap. Matahari telah terbenam di cakrawala bagian barat beberapa saat yang lalu. Hanya menunggu malam saja yang sebentar lagi akan menyambut penduduk bumi nusantara. Suhu di luar terasa lebih dingin padahal siang tadi amat terik dengan panasnya yang hampir membakar kulit.
Tidak jauh beda, Irene dan Leo sampai sekarang masih bersama. Lebih tepatnya, Irene sedang dalam perjalanan pulang menuju rumah yang tinggal beberapa petak rumah lagi sedangkan Leo mengikutinya seperti anak kecil. Keduanya bungkam dan menutup rapat mulut masing-masing. Sebagai orang yang diikuti jejak kakinya, Irene sengaja mendiamkan lelaki tersebut.
Sebab dia bertingkah seperti itu adalah karena Leo. Dia bahkan tidak menyerah menemani gadis itu dan mengajaknya bicara meski sudah diabaikan beberapa kali. Bukan tanpa alasan, namun Irene memang sengaja mengabaikannya karena orang yang diajak bicara adalah Leo. Demi apa pun, dia tidak mau mengobrol bahkan dia sela
Di lapangan terbuka, Sagara sebagai guru pembimbing Fantasy Club kembali mengadakan pertemuan pada sore hari. Langit pada hari ini tidak begitu cerah. Sejak siang tadi berawan saja dengan sedikit sinar matahari seperti secercah harapan. Suhu pada sore ini juga tidak terlalu sejuk, malah terasa hangat padahal hanya butuh beberapa jam lagi agar malam segera datang. Angin hanya bertiup sepoi-sepoi namun mampu melambaikan helaian rambut siapa saja.Untuk sementara, anggota yang datang saat ini tidak semuanya. Masih ada yang dalam perjalanan menuju tempat ini. Hanya Mentari, Jingga dan Rama yang belum kelihatan batang hidungnya sementara anggota lain sudah bergabung. Saat itu, mereka sedang memperhatikan Jeslyn yang sedang dilatih kemampuannya oleh Sagara.Jeslyn yang berdiri di depan rekan-rekannya sedang menyimak penjelasan Sagara dengan baik. Dia ingin tahu apa saja yang bisa disimpulkan dari kemampuannya.“Seperti yang telah kujelaskan kemarin kalau kekuata
Diiringi oleh angin kencang sebagai latar belakang, lapangan tempat mereka melakukan pertemuan tidak akan tenang setidaknya pada hari ini. Pada saat yang sama, Alden membuka dua mata. Dia memperhatikan mereka satu per satu seolah-olah sedang mengawasi keadaan. Tatapannya itu membuat anggota Fantasy Club sudah jelas kebingungan. Tidak ada yang mengerti apa yang sedang terjadi, bahkan Irene yang sedang menyimpulkan situasi.Angin kencang yang tidak tahu asalnya berembus. Daun-daun lebat beterbangan dan ranting meliuk-liuk mengikuti arah angin. Sagara yang saat itu sedang mencerna situasi akhirnya paham dari mana asalnya. Semua itu berasal dari orang yang sama, Alden.Hingga beberapa detik kemudian, lelaki yang mengenakan kaus putih itu menaikkan sudut bibir dan sorot matanya menjadi cerah. Seperti cerahnya langit walau tanpa matahari yang bersinar. Dia mendadak antusias dan heboh sendiri ketika bola matanya menatap mereka satu-satu. Dia juga berseru senang. “Wah! G
Alden yang tidak sadarkan diri beberapa saat lalu sudah membuka dua matanya. Namun hal yang bisa ditangkap oleh bola mata untuk pertama kali adalah tatapan mereka yang bimbang sekaligus khawatir. Gara-gara tatapan itu, dia heran dengan apa yang terjadi. Dia malah mengira kalau waktunya tidak akan lama lagi karena pertanyaan Devin.Sadar dari pingsannya, dia diminta kembali ke tempat oleh Sagara. Dia juga diminta menemui Sagara secara pribadi setelah pulang latihan. Tadinya dia ingin bertanya untuk mencari alasan, namun pria itu tampak buru-buru dan tidak bisa meluangkan waktu. Tepat pada saat itu, dia sudah meminta Mentari maju ke depan.Oleh karena itu, hal yang bisa dilakukan adalah kembali dan menuruti ucapan Sagara. Walau masih ada banyak tanda tanya di dalam kepala. Sulit untuk mencernanya satu-satu.Tepat saat dia kembali ke tempat, Mentari berpapasan dengannya sebelum kemudian saling membelakangi. Mentari yang diminta maju ke depan kemudian menghadap angg
Mentari diminta kembali ke tempat dan bergabung bersama anggota lain, sementara Rama diminta maju ke depan sebagai orang terakhir yang mendapat pelatihan dan pengajaran khusus hari ini oleh Sagara. Saat berpapasan, Mentari sempat menanyakan keadaan Rama yang harus menderita karena kecerobohannya. Dia juga meminta maaf atas peristiwa pecahnya perisai tadi yang mengakibatkan Rama kesakitan.Sementara itu, Rama yang sudah pulih akibat istirahat sebentar juga menenangkan Mentari bahwa tidak perlu khawatir. Dia berkata kalau sekarang dia sudah baik-baik saja dengan beristirahat. Namun Mentari yang merasa bersalah berjanji akan mentraktirnya. Oleh karena itu, Rama tidak menolak tawarannya.Rama kemudian berdiri di depan anggota lain dengan menyatukan kedua tangan. Dia menunggu apa yang dititahkan Sagara dengan senyum mengembang. Di anggota Fantasy Club, dia terkenal akan senyuman yang kelihatan gusi namun malah tampak luar biasa dan menenangkan bagi insan lain. Seperti yang
Sesuai rencana yang telah dibahas hari sebelumnya, sore ini anggota Fantasy Club diminta berkumpul lagi di tempat yang sama. Waktu kedatangan juga persis sama. Mereka yang berkumpul di lapangan sedang menunggu kehadiran Sagara yang akan membimbing mereka. Juga, mereka menunggu Alden yang tidak kelihatan batang hidungnya.Mereka yang menunggu dua orang tersebut duduk melingkar di lapangan terbuka. Cuaca pada sore ini cerah. Matahari yang bersinar di langit sore berwarna kekuningan. Didukung oleh awan tebal namun tidak terlalu menghalangi sinarnya. Suhu terasa hangat, apalagi karena mereka berkumpul di lapangan yang hanya ditumbuhi deretan pohon di sekitar.Dilihat dari raut wajahnya, mereka sedang keasyikan dan tenggelam dalam pembicaraan yang semuanya diawali oleh Rama. Sebagai orang yang mudah akrab kepada siapa saja, dia bisa mencari topik pembicaraan dengan mudah. Dia juga senang membahas apa pun, baik yang penting maupun tidak. Sementara itu Devin, Mentari dan Irene adalah yang ke
Satu jam setelah pertemuan dimulai, anggota Fantasy Club yang hari ini diminta Sagara untuk melatih kemampuannya memisahkan diri. Sementara itu, Irene dan Jingga duduk di bawah pohon rindang serta bersebelahan. Mereka hanya memperhatikan latihan dari jauh di pelupuk mata. Mereka juga tidak melakukan apa pun, hanya menunggu perintah dan aba-aba Sagara yang akan meminta banyak hal.Mereka saling mendiamkan diri. Lebih tepatnya, sengaja tidak mengajak bicara orang di sebelah. Mereka tidak mau mengawali interaksi, juga berusaha mengabaikan keberadaan orang tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghindari adu mulut lagi. Mereka sudah terlalu sering bersilang pendapat.Beberapa saat kemudian, Sagara mengalihkan perhatian ke para puan tersebut. Dengan isyarat tangannya, dia memanggil mereka untuk berkumpul bersama anggota lain. Mereka yang bisa melihat dari jauh dan memahami gerakan tangannya hanya merespons dengan anggukan kepala.Dengan tubuh yang ringan, Irene sudah ba
Dua hari telah berlalu dengan cepat, seperti pos kilat. Saat mata terpejam lalu terbuka kembali, tahu-tahu saja hari sudah mencapai akhir pekan. Ada yang menikmati hari liburnya karena sekolah dan kantor tutup. Ada yang bersantai dengan keluarganya untuk menghabiskan waktu sampai hari berikutnya bersambut. Namun tidak untuk anggota Fantasy Club.Hal ini karena mereka diminta Sagara untuk berkumpul di lapangan menggunakan setelan olahraga pada pagi hari―seperti yang diingatkan pria itu di grup chatting tempo hari. Satu hari sebelumnya juga mereka tidak mengadakan latihan, jadi mereka memiliki banyak waktu kosong dan menghabiskan waktu dengan cara masing-masing.Kemarin, Mentari harus hadir dalam pesta pernikahan kakak tertuanya dan turut andil dalam acara. Tidak ingin membuat dirinya kesepian, Mentari mengajak Irene, Jingga dan Jeslyn untuk hadir juga. Semula, dia ingin mengajak semua anggota namun yang lain berkata tidak bisa hadir karena sudah ada rencana lai
Sebagai guru dan pembimbing pertemuan pada pagi ini, Sagara mengajak semua anggota Fantasy Club ke tengah lapangan terbuka. Mereka yang tadi berteduh di bawah pohon―menikmati angin sepoi-sepoi yang berembus―kini harus merelakan diri terbakar di bawah sinar matahari. Pagi tersebut diawali dengan hari yang cerah dan mentari yang bersinar di ufuk timur. Mereka sudah terlalu lama berteduh, kini saatnya harus berkeringat.Sagara yang sudah tiba lebih dahulu di tengah lapangan berhenti. Dia berbalik badan. Dengan mata kepala sendiri, dia menyaksikan mereka yang jauh tertinggal di belakang. Masing-masing kepala tampak tidak semangat dan tidak bertenaga, padahal baru saja memulai hari. Gara-gara itu dia menggelengkan kepala berulang kali.“Buruan ke sini! Sebelum panasnya makin terik,” teriaknya yang meminta agar mereka mempercepat langkahnya. Jarak mereka terlalu jauh darinya, serta butuh waktu lebih lama juga. Berbeda dengan dirinya yang tidak mau mengulur waktu.