Share

Insiden memalukan

Masa libur kelulusan sekolah sudah habis, tiba saatnya bagi para pelajar untuk bersiap kembali bersekolah.

Kini Raissa tengah berada di toko buku, Ia sedang akan membeli peralatan untuk bersiap masuk ke sekolah menengah atas.

Selama liburan sekolah Ini, Ia hanya menghabiskan waktu untuk membantu Shana membuat kue ditokonya. Ia bosan dengan rutinitas hariannya itu.

Ia akan masuk di Sekolah Vidatra, sekolah yang sama dengan Zara.

Kini, Ia memilih buku tulis untuk Ia beli. Raissa tak ingin lagi buku bersampul barbie atau hal hal yang berhubungan dengan anak kecil lagi.

"Ini aja deh," putusnya setelah lama melihat lihat.

Toko yang menyediakan peralatan belajar, buku buku pelajaran, novel, dan juga segala macam buku itu kini telah ramai dipenuhi pengunjung dengan mayoritas pelajar.

Ia mengambil buku bersampul dominan hitam, setelahnya, Ia segera membawa keranjang belanjaannya untuk membayarnya di kasir.

Raissa selesai mengantri, Ia akan menaruh belanjaannya di atas meja kasir namun seseorang mendahuluinya.

"Eh."

"Sorry, gua buru buru. Boleh gua duluan?" tanya seorang laki laki seusianya menaruh sepack alat tulis lengkap di meja kasir.

"Maaf, gue juga buru buru," ucap Raissa.

"Gua beneran harus cepet, please." Mohonnya pada Raissa.

Raissa akhirnya mengizinkannya untuk mendahuluinya walaupun Ia sedikit kesal.

Laki laki sebayanya itu berbalik setelah membayar. Namun, Ia tak sengaja menyenggol barang milik Raissa hingga berjatuhan.

"Sorry." ucapnya tak berniat menolong lalu segera pergi dari toko itu.

"Eh! Lo!" teriak Raissa.

Ia tersadar saat memperhatikan sekelilingnya dan mendapati orang orang menatapnya. Tak ingin bertambah malu, Raissa segera memunguti barang barangnya lalu lekas membayar. Setelahnya, Ia bergegas keluar dari toko itu.

"Sabar Raissa, jangan pikirin kejadian tadi" ucapnya menarik nafas panjang menenangkan diri sendiri.

Ia berjalan ke parkiran, Ia tak enak pada tantenya, Shana. Ia telah menunggunya terlalu lama.

"Maaf tan, Raissa kelamaan ya?" tanya Raissa seraya menutup pintu mobil Shana.

"Lumayan, kamu ngapain aja sih di dalem?"

"Itu tuh tan, tadi ada cowok ngeselin banget. Masa dia gak mau antri. Terus, abis dia jatuhin barang barang bukannya nolongin malah pergi" ucapnya dengan nada kesal.

"Sudah sudah, masih pagi jangan cemberut gitu," ucap Shana lalu Ia menyalakan mesin mobilnya dan beranjak pergi dari toko peralatan pelajar tersebut.

"orang kek gitu tuh Tan, ngeselin banget. Mana rame banget lagi." Keluhnya.

"Kamu juga salah Raissa, kenapa gak dari kemaren? besok udah sekolah, jelas aja tokonya rame." Shana menggeleng gelengkan kepalanya.

Raissa memikirkan mengenai indahnya masa masa bersekolah di sekolah menengah atas seperti yang Ia baca di cerita cerita novel.

Apakah kisahnya juga akan indah?. Apalagi Vidatra itu kan sekolah yang populer, memikirkan akan mendapat teman baru, dan juga memulai hidup baru membuatnya bersemangat.

Sesampainya dirumah, Raissa segera turun membawa barang barangnya. Begitu juga dengan Shana, Ia segera ke toko untuk menata bahan bahan untuk membuat kue yang bari saja Ia beli.

Raissa meletakkan peralatan barunya di atas kasurnya lalu menutup pintunya rapat rapat. Ia tak ingin diganggu.

Selesai mempersiapkan peralatan sekolahnya, Raissa membaringkan diri di ranjangnya. Ia tiba tiba terpikir untuk menelpon Zara ingin menanyakan beberapa hal.

Raissa mengambil ponselnya san segera mengetik nama Zara, setelahnya Ia menekan 'panggil' di layar ponselnya dan tak lama kemudian panggilan itu tersambung.

"Hai, Kak Zara. Aku ganggu gak?"

"Gak kok, ada apa Rai?" jawab Zara di seberang telepon.

"Kak, aku excited banget, jantung aku rasanya mau copot."

"Hahaha, kamu ini bisa aja. Tenang aja, aku panitia palang merah remaja, jadi bisa ketemu kamu besok di orientasi sekolah."

"Yes!, Ya udah deh, Kak. Aku mau lanjut siapin keperluan aku terus bantuin tante Shana, bye Kak."

"Bye Rai"

Raissa mematikan panggilan itu, Ia memeriksa persiapannya untuk kedua kali untuk esok hari, setelahnya Ia segera mandi lalu bergegas ke toko Shana untuk membantunya.

"Tan, ada yang bisa Raissa bantu?" ucapnya.

"Kebetulan, ada pesenan kue yang harus tante anter, kamu bisa ikut buat pegangin kan?" tanya Shana seraya memasukkan kue yang akan Ia antar ke kotak kue.

"Jauh?"

"Gak kok, tapi agak beresiko kalo ditaro dibelakang," ucapnya.

"Ya udah, ayok." Raissa bersemangat.

Ia membawa kue itu, membawanya menuju mobil milik Shana. Shana membukakan pintu untuk Raissa masuk, kembali ke tokonya untuk mengunci toko itu, lalu segera duduk di kursi kemudinya.

"Tan, kita kapan ke rumah nenek sama kakek?" tanya Raissa pada Shana yang tengah mengemudi.

"Kamu kangen saya mereka?"

"Iya dong, masa tante gak kangen Ayah sama Ibu sendiri?" ujarnya membuat Shana terkekeh.

"Ya kangen dong, nanti deh, kalo kamu liburan sekolah kita kesana."

Orang tua Shana yang tak lain adalah Nenek dan Kakek dari Raissa tinggal di daerah yang cukup jauh. Dulu, Shana ikut tinggal dengan sang Kakak, orang tua dari Raissa ke kota tersebut dan akhirnya menetap.

Kota yang mereka tinggali sekarang sudah sangat modern, sedangkan orang tua Shana tinggal di daerah yang masih terbilang desa. Butuh waktu selama sehari semalam perjalanan untuk kesana.

"Masih lama, tapi gak papa deh," ucap Raissa.

Mereka telah berkendara selama lima belas menit, Shana menghentikan memasuki pagar sebuah rumah dan mematikan mesin mobil tersebut.

Ia segera berlari ke sisi sebelah mobil, membuka pintu lalu segera mengambil alih kue tart di tangan Raissa.

Raissa keluar, Ia mengibas ngibaskan tangannya yang terasa kebas karena memegangi kue sepanjang jalan.

"Maaf ya, kamu capek ya?" tanya Shana.

"Gak kok tan, sini aku aja yang bawa."

"Tante aja, pencet bel rumahnya."

"Oke!" Raissa bersemangat, Ia sedikit berlari ke depan pintu rumah tersebut dan segera memencet bel rumah itu.

Tak lama, pintu rumah tersebut terbuka dan menampakkan seorang wanita dengan senyum manisnya.

"Eh, Shana. Ayo silahkan masuk." wanita tersebut mempersilahkan.

Ia masuk ke rumahnya diikuti dengan Shana dan Raissa. Shana memberikan kue yang Ia pegang, dan segera duduk setelah tuan rumah mempersilahkan.

"Tunggu sebentar ya," ucapnya lalu pergi dari ruang tamu tersebut.

"Itu tante Raini, langganan tante. Dia punya anak laki laki ganteng lho," ucap Shana.

"Terus, kenapa?" datar Raissa malas.

"Ya gak papa."

Mereka menghentikan pembicaraan, saat Raini kembali dengan membawa sebuah amplop dan memberikannya pada Shana.

"Terimakasih ya, Shana. Padahal ini mendesak, tapi kamu mau menyempatkan," ucap Raini seraya mendudukkan dirinya.

"Tidak apa apa, Tante, Shana senang membuatnya." Shana tersenyum.

"Oh iya, kamu Raissa ya? sudah besar ya sekarang," ucapnya membuat Raissa tersenyum manis.

"Kamu kelas berapa sekarang?"

"Baru akan masuk kelas satu SMA, Tante."

"Oh ya? Di sekolah mana?"

"Vidatra," jawabnya.

"Wah, anak tante juga bersekolah disana," ujarnya, "Sebentar ya, tante panggilin. Siapa tahu kalian bisa berteman."

"Farell, Farell sini sebentar sayang!" Raini berteriak memanggil sang anak.

"Ya, Ma. Bentar!"

Tak lama, seorang remaja laki laki muncul dihadapan mereka, Ia memakai boxer pendek hitam berpolkadot putih dan bertelanjang dada. Tengah mengeringkan rambut basahnya menggunakan handuk.

"Aaaa!" teriak Raissa langsung menutupi wajahnya dengan tangannya.

Farell yang menyadari ada seorang gadis di ruangan itu segera berlari ke balik dinding untuk menyembunyikan tubuhnya.

"Mama sudah bilang kan! jangan kebiasaan keluar kamar seperti itu!" teriak Raini.

"Mama gak bilang kalo lagi ada tamu!" protes Remaja bernama Farell tersebut menyembulkan kepalanya dari balik dinding.

"Sudah, sana pake pakaian kamu!" ucap sang Ibu dengan nada kesal. Segera setelah itu Farell berlalu dari ruangan itu dengan sedikit berlari melewati mereka.

Sang Ibu, Raini, menggeleng gelengkan kepalanya melihat tingkah anak laki lakinya.

"Aduh, maaf banget ya. Farell emang agak susah diatur." Raini merasa tak enak dengan Shana dan Raissa.

"Gak papa kok tante, namanaya juga anak anak," ucap Shana, Raissa hanya tersenyum kikuk.

Bahkan Ia tak pernah melihat Razzan, sang kakak seperti itu dirumahnya.

"Raissa, tante harap kamu maklum ya. Dia itu sedikit nakal, tante juga berharap kamu bisa berteman dengan Farell untuk menjaganya dari pergaulan yang kurang baik di sekolah." Raini berkata dengan tulus.

"Baik, Tante," ucapnya dengan tersenyum.

"Ya sudah, Kami berdua pamit ya, Tante. Ada yang harus Shana urus." Shana berpamitan dan segera berdiri diikuti oleh Raissa.

Raini mengantar Shana dan Raissa ke luar rumahnya, Raissa membuka jendela mobilnya dan tersenyum untuk terakhir kali sebelum mobil itu meninggalkan rumah tersebut.

"Gimana? bener kan tante bilang. Anaknya Tante Raini itu ganteng," Shana menoleh pada Raissa disela acara menyetirnya.

"Iya sih, tapi aneh," ucap Raissa dengan nada tak suka. Shana hanya tertawa mendengar pernyataan Raissa lalu kembali mengemudi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status