Share

Masa Orientasi Sekolah

Burung berkicau di senin pagi, Raissa terbangun karena alarmnya berbunyi sangat nyaring memekakan telinga.

"Here we go," ucapnya segera bangun dari tempat tidur.

Raissa mengambil handuknya dan segera memasuki kamar mandi dalam kamar. Membersihkan dirinya, bersiap untuk hari pertamanya sekolah di SMA.

Lima belas menit berlalu, Ia telah mengenakan seragam putih abu abunya dengan rambut ikat dua mengggunakan pita meraj putih seperti warna Bendera Indonesia.

"Tante!" Sapanya pada Shana dengan penuh semangat.

"Aduh aduh, yang mau udah SMA. Kamu cantik pake seragam itu." Shana menata makanan di meja makan untuk mereka sarapan.

"Hehe, iya dong cantik. Ponakan Tante Shana," ucapnya berbangga diri membuat Shana tersenyum.

"Ya udah, sarapan dulu. Habis itu tante anterin sekolah," ujar Shana.

Merdka berdua duduk di meja makan, menyantap menu sarapan yang di buat oleh Shana. Setelahnya, Shana segera merapikan piring kotor dan bersiap untuk mengantarkan Raissa ke sekolahnya.

Jarak antara Rumah Raissa dan SMA Vidatra tak terlalu jauh, yaitu sekitar tiga puluh menit perjalanan menggunakan mobil.

Raissa melalui perjalanan dengan bibir yang terus tersenyum. Shana juga sama, Ia senang melihat keponakannya itu bahagia seperti ini.

"Nanti telpon tante ya, kalo udah pulang. Biar yante jemput," ucap Shana kepada Raissa yang baru saja keluar dari mobilnya.

"Siap tante, hati hati pulangnya." Raissa melambaikan tangan pada Shana, dan setelahnya Ia segera berlari memasuki gerbang sekolah Vidatra.

Raissa memelankan langkah kakinya, Ia melihat begitu banyak wajah asing disekelilingnya.

'aduh, gak ada yang kenal lagi' keluh batin Raissa.

Ia mengamati sekitar, mencari keberadaan Zara. Namun, tak kunjung Ia bisa temukan.

"Perhatian, untuk seluruh siswa baru, diharapkan berbaris di tengah lapangan sekarang juga!"

Kakak pembimbing yang menggunakan pengeras suara, berteriak teriak untuk mengatur seluruh siswa baru.

Seluruh siswa baru tersebut berbari dengan rapi, mengikuti setiap arahan dan juga perintah dari kakak kakak OSIS yang bertugas.

Ada sembilan puluh siswa siswi di barisan tersebut, mereka akan dibagi menjadi tiga kelas nantinya.

"Baik, sebelumnya. Apa ada di antara kalian yang sakit?" tanya seorang siswi berseragam OSIS berdiri diatas mimbar.

"Yang sakit, bisa keluar dari barisan sekarang juga," ucapnya lagi.

Ia menunggu beberapa waktu. Namun, tak ada seorangpun yang keluar dari barisan siswa siswi baru.

"Oke, aku anggap semuanya bisa ngikutin rangkaian acara." Ia turun dari mimbar.

Posisi mimbar itu kini diisi dengan seorang Siswa.

"Okay, perkenalkan. Nama saya Farell Mananta, ketua OSIS angkatan tahun ini."

Raissa segera tersadar, Ia yang berada di barisan belakang, memfokuskan matanya dan melihat siapa yangberbicara.

'dia ketua OSIS?' tanya Raissa dalam hati.

Ia memastikan sekali lagi, dan benar. Siswa diatas mimbar tersebut adalah remaja aneh yang Ia temui kemarin, Farell.

"Sebelum kita melaksanakan Masa pengenalan sekolah kepada kalian, kalian akan dibagi sesuai dengan kelas yang sudah ditetapkan terlebih dahulu." Farell melepas mikrofon dari tempatnya lalu turun dari mimbar.

Raissa masuk ke kelas sepuluh A. Ke sembilan puluh siswa siswi baru, dibagi menjadi tiga kelompok. Setiap orang yang namanya dipanggil keluar dari barisan, dan bergabung dengan kelompoknya.

"Hai, gue Andhin." Seorang siswi di barisan samping Raissa mengulurkan tanggan pada Raissa.

"Raissa," ucapnya, seraya menjabat tangan siswi bernama Andhin tersebut.

"Gue deg deg an, gak ada seorang pun yang gue kenal," katanya dengan sedikit memelankan suaranya.

"Sama, tapi kita bisa berteman. Kita satu kelas kan?" tanyanya dibalas anggukan oleh Andhin.

"Yes! gue seneng banget. Nanti pokoknya kita harus duduk sebangku!" ujarnya lenuh semangat.

"Tentu." Raissa tersenyum.

"Kelompok kelas ini, akan berada di bawah pimpinan saya," ucap ketua Osis yang tak lain adalah Farell pada kelompok kelas A.

"Kenapa dia sih?" tanya Raissa sedikit tak suka.

"Emang kenapa? bagus lagi, kita dipimpin sama kakak ganteng." Andhin bersemangat.

"Eh, dia itu aneh." Raissa berkata membuat Andhin melihat kearahnya.

"Lo kenal dia?"

"Gak sih, tapi dia aneh aja dimata gue," ucap Raissa pada Andhin membuatnya menatap Raissa.

"Gak kenal, tapi udah bilang orang aneh," protesnya.

"Kalian berdua, barisan kelima dari belakang. Sedang bergosip apa?" teriak Farell dari depan barisan membuat Raissa dan Andhin segera menghentikan percakapan.

"Maju ke depan, sekarang!"

Raissa memejamkan matanya sekilas, begitu juga dengan Andhin, lalu mereka berdua maju melewati barisan murid lain untuk menuju tempat Farell, sang ketua Osis.

"Mau menggantikan saya berbicara di depan?" tanya Farell pada Andhin dan Raissa.

"Tidak, Kak." Mereka menjawab secara bersamaan.

"Baik, sebagai pelajaran. Kalian berdua harus bernyanyi. sekarang juga," ujar Farell.

"Tap-"

"Lagu apa, Kak?" Raissa bertanya dengan berani, sedang Andhin sedikit menarik tangan Raissa untuk memperingatkannya.

"Oh, kamu pemberani sekali." Farell tertawa remeh.

"Oke, semuanya. Kita dengerin artis baru kita hari ini." Farell berkata kepada seluruh siswa bimbingannya.

"Silahkan, nyanyikan apa saja," ucap Raka pada Raissa.

Raissa menarik nafasnya, Ia membuka suara dan mulai bernyanyi dihadapan Farell, beberapa kakak Osis lain, dan juga teman kelompoknya.

Bisa Ia lihat dari sudut matanya, kakak Osis lain berbisik bisik membicarakannya.

Ku ambil gitar, dan mulai memainkan

Lagu lama yang biasa, kita nyanyikan

Tapi tak sepatah kata, yang bisa terucap

Hanya ingatan yang ada di kepala

Dimalam yang dingin, dan gelap sepi

Benak ku melayang, pada kisah kita

Terlalu manis, untuk dilupakan

Kenangan yang indah, bersamamu

Tinggallah mimpi

Terlalu manis, untuk dilupakan

Kalau kita memang, tak saling cinta

Takkan terjadi.

Semuanya terdiam, suara Raissa mampu menyihir mereka, membuat mereka semua terpesona.

Raissa tersenyum setelah menyanyikan lagu yang dipopulerkan oleh band Slank tersebut, lalu, menatap Farell yang diam menatapnya.

"Apakah kami sudah boleh kembali?" tanya Raissa.

"Oh, ya. Silahkan." Farell tersadar.

Raissa menarik tangan Andhin untuk masuk kembali ke barisan mereka semula.

"Keren banget!" bisik Andhin.

"Diem, nanti kita dihukum lagi." Raissa tak melihat ke arah Andhin, Ia tak ingin dihukum untuk kedua kalinya.

Pengenalan lingkungan sekolah pada murid baru dilanjutkan sesuai jadwal yang sudah ditetapkan. Kini, tiba saat istirahat yang diberikan selama tiga puluh menit bagi siswa baru.

"Ahh, capek." Raissa mengeluh seraya duduk di salah satu bangku panjang sekolah bersama Andhin.

"Iya, capek. Tapi seru," ucapnya.

"Eh, Rai," panggil Andhin membuat Raissa yang tengah membuka kotak bekalnya menoleh.

"Nanti abis pulang sekolah, main yok ." Andhin bersemangat.

"Boleh, ntar ke rumah gue aja." Raissa menyetujui.

Andhin mengeluarkan ponsel dan memberikannya pada Raissa.

"Nomor lo," ucapnya.

Raissa menerima ponsel Andhin lalu mengetik nomornya di ponsel itu, setelahnya Ia mengembalikannya pada Andhin.

"Thank y-"

"Heh, anak baru." Seorang siswi yang berseragam Osis berdiri dihadapan Raissa bersama kedua temannya.

Raissa dan Andhin mendongak, melihat siapa yang menyapa mereka.

"Iya, Kak?" jawab Andhin.

"Gue peringatin sama lo berdua ya, gak usah caper disini." ujarnya, lalu segera pergi dari hadapan Raissa dan Andhin.

"Dia kenapa?" tanya Raissa pada Andhin.

"Biasa, disetiap masa orientasi. Pasti ada senior yang sok berkuasa." Andhin berbicara dengan nada mengejek, membuat Raissa tertawa karenanya.

"Kayaknya berteman sama lo, bakal seru deh," ujar Raissa membuat Andhin berbangga pada dirinya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status