Share

Allea, Anak yang Dirahasiakan
Allea, Anak yang Dirahasiakan
Penulis: Kwan Saga

01 || Pemandu Karaoke

"Ganti bajumu!"

Seorang wanita paruh baya menyelipkan rokok di sela-sela jari serta sesekali ia menyesapnya, lalu meniup hingga kepulan asap putih mengepul di depan wajahnya.

Gadis yang baru menginjak usia dua puluh tahun yang ada di hadapannya memunguti kain yang tercecer di lantai. Sepasang matanya membulat kala membeberkan baju yang mungkin lebih pantas disebut dengan baju renang karena begitu ketat.

Ada perang batin dalam hati wanita yang bernama Nayla Larasati. Ia memang tidak mengenakan hijab, tetapi untuk memaki pakaian yang minim dan seksi sama sekali tidak terbiasa.

"Cepat ganti bajumu! Tidak mungkin kamu bekerja di sini dengan pakaian seperti itu!" ucap perempuan yang lebih sering disebut Madam.

Nayla masih gamang untuk menerima pekerjaan sebagai pemandu karaoke. Tidak menjual diri, tetapi paling tidak ia akan lebih sering mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari kliennya nanti. Namun, perasaan itu segera ia tepis saat mengingat pendidikannya yang hanya sekolah menengah atas pun, tidak selesai. Ia putus sekolah.

Meski berat hati akhirnya Nayla pergi ke kamar ganti untuk mengganti baju kemeja lengan panjang dan celana jeans panjangnya dengan mini dress yang pendek dan ketat hingga memperlihatkan lekuk tubuhnya, apalagi payudaranya yang besar karena ia sedang menyusui putri kecilnya yang baru berusia sekitar empat puluh hari. Ia terpaksa menitipkan bayinya ketika bekerja pada tetangga kost-nya.

"Wow, cantik!" ucap Madam Sahara––pemilik karaoke di barnya saat Nayla keluar dengan malu-malu dari kamar ganti.

Madam Sahara bangkit dari kursinya. Ia berjalan mendekati, bahkan mengelilingi tubuh sintal Nayla yang baru saja melahirkan. Bukan hanya itu, Nayla juga dikaruniai wajah cantik serta kulit putih dan bersih sehingga meski tidak berdandan secara berlebihan, ia sudah terlihat menarik.

"Saya harus apa, Madam?" Suara merdu itu terdengar begitu indah di telinga Madam Sahara.

Kedua sudut bibir merahnya melebar, lalu ia menerangkan apa saja yang harus dilakukan oleh Nayla sebagai pemandu karaoke.

"Kamu mengerti?" tanya Madam Sahara setelah ia selesai menerangkan sedikit pekerjaan itu pada Nayla.

Nayla mengangguk.

"Nanti kamu akan ditemani oleh Olivia," ucap Madam Sahara yang disertai anggukkan lagi oleh Nayla. "oh, iya, namamu siapa Cah Ayu?"

"Nama saya Nayla Larasati, panggil saya Laras, Madam."

"No, no, no! Di sini panggilanmu Nay––Nayla, bukan Laras. Kampungan sekali nama itu," ketusnya yang kemudian kembali duduk setelah memanggil Olivia melalui telepon. Ia merupakan wanita yang sudah bekerja padanya lebih dari lima tahun pada Madam Sahara. Otomatis ia begitu paham harus mengajarkan apa pada Nayla yang ia anggap sebagai juniornya di bar tersebut.

*

Nayla kini sudah berada dalam ruangan yang tidak terlalu besar dengan layar LED yang besar serta sound system' yang menggelegar saat musik karaoke mulai mengalun. Ia masih memperhatikan orang-orang yang bernyanyi bahkan meminta untuk ditemani berjoget, tak ayal mulai ada kontak pisik meski hanya melalui tangan. Tentu saja Nayla risih diperlakukan seperti itu.

"Jangan kau tepis lengan mereka, itu sumber uang tambahan buat kau di luar gaji pokok dari Madam Sahara," bisik Olivia.

"Tapi aku risih, Mbak," bantah Nayla yang berbisik pada Olivia.

"Kau lihatlah pendapatanku dalam satu malam ini, kau akan tau setelah uang yang dibayarkan nanti," ucap Olivia yang kemudian kembali bergabung dan bersenang-senang bersama kliennya yang mungkin saja mata keranjang.

Untung saja klien di bar Madam Sahara itu mengerti ketika ada karyawati baru. Mereka tidak mengganggu hanya sekedar melirik nakal pada sosok wanita bertubuh sintal yang masih berdiri di salah satu sudut dan hanya memperhatikan mereka saja.

Nayla melihat tangan-tangan klien itu sesekali memegang dagu dan merangkul pinggang Olivia, tetapi wanita itu terlihat biasa-biasa saja bahkan terlihat menikmatinya sampai waktu kerjanya selesai saat jam menunjukkan di angka dua pagi.

"Sampai ketemu besok, Om! Bye, bye!" ucap Olivia saat tamu-tamunya bergegas pergi meninggalkan Olivia dan Nayla saja.

Olivia mengajak Nayla ke ruangan Madam Sahara untuk menerima upah mereka. Ya, Madam Sahara memang membayar gaji mereka perhari di malam itu juga ia membayar cash keringat karyawan/karyawatinya.

Amplop tipis telah berada di tangan Olivia dan juga Nayla, setelah itu Madam Sahara pamit untuk beristirahat.

"Bukalah," ucap Olivia saat bibir Nayla merekah menerima gaji pertamanya meski ia tidak bekerja. Nayla beruntung karena Olivia merupakan teman yang cukup baik di sana.

Jemari lentik Nayla mulai membuka dan di dalamnya hanya ada pecahan lembar uang berwarna biru dua lembar saja. Untuk hidup di kota besar pastinya tidak akan cukup. Apalagi ia yang harus membiayai bayi mungilnya yang harus membeli susu dan juga membayar pengasuhnya.

"Lihatlah punyaku," ucap Olivia sambil membuka amplop yang ada di tangannya.

"Sama saja, seratus ribu," gumam Nayla yang disertai tawa dari Olivia.

"Hahaha ... ia memang sama, bedanya dari sini." Olivia mengeluarkan lebar-lebar uang yang ia keluarkan di tengah-tengah bra.

Sepasang mata Nayla membulat ketika melihat lembar uang Olivia yang melebihi dari gaji pokoknya di bar.

"Hijau, kan, mata kau?" ucap Olivia sambil mendekatkan wajahnya pada Nayla. "Ini yang aku maksud, temani saja mereka, buat mereka senang dan kau akan menerima uang lebih dengan gampang dari mereka," bisik Olivia lagi.

***

Sepenggal kisah kelam itu Nayla ingat ketika awal bekerja sebagai pemandu karaoke. Dari sanalah ia memulai hidup baru berstatus singel parent bersama satu orang anak. Bibir merahnya merekah ketika ia mengingat perjalanan hidupnya yang kini sudah menapaki angka lima tahun seperti usia putrinya yang ia beri nama Allea.

"Mommy!" Allea memanggil Nayla saat tubuh kecilnya berlari dan melewati pintu gerbang sekolah.

Ya, Allea sudah masuk sekolah taman kanak-kanak sekitar satu bulan lalu. Awalnya ia sekolah baik-baik saja, tetapi tidak untuk saat ini yang sering sekali beralasan. Mulai dari malas, sakit dan hal-hal lain yang berakhir dengan tidak masuk sekolah.

"Muachh!" Nayla mencium pucuk kepala Allea saat gadis kecilnya memeluk. "Gimana sekolahmu, Nak?"

Bibir Allea mengerucut.

"Looohhh ... kenapa? Ada yang enggak kamu sukai?" tanya Nayla dengan lembut yang disertai anggukkan dari putrinya. "Ceritalah. Eh, tapi jangan di sini. Kita cerita di rumah es krim aja, ya?" Nayla menggendong putrinya.

Nayla memang begitu menyayangi Allea. Ia begitu memanjakan dan cukup protektif akan putri kecilnya dan tidak ada satu orang pun yang boleh menyakiti hati putrinya.

Hingga sesampainya di rumah es krim bibir Allea masih mengerucut dengan sigap si mama muda itu langsung memesan satu tepak es krim rasa vanilla kesukaan putrinya.

"Tadaaaaa ... es krim vanilla sudah datang," ucap Nayla bermaksud menghibur putrinya. "Ayok, makan dulu es krimnya, baru nanti Lea ceritakan apa yang membuat kesal di sekolah."

Mereka berdua menikmati es krim dengan santai. Hingga akhirnya Nayla syok ketika ada sosok laki-laki yang menghampiri mereka berdua.

"Selamat siang?" Suara bariton itu membuat Nayla dan Allea menoleh.

"Uncle Kenan?" ucap Allea dengan senyum ceria saat melihat sosok laki-laki bertubuh tegap dengan wajah tampan berkarisma berdiri di hadapannya. Sementara Nayla menganga dan mata membulat saat melihat sosok tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status