Sepanjang perjalanan tiga orang yang berada dalam mobil membisu. Allea yang biasanya ceria tiba-tiba hening ketika melihat wajah ibunya merah padam siang ini. Hingga akhirnya mobil terparkir di depan kontrakan rumah kecil yang saat ini menjadi hunian Nayla bersama putrinya.
"Allea, ayok, turun!" ucap Nayla saat ia membuka pintu belakang mobil.Baru kali ini sikap Nayla sedingin dan segalak itu pada Allea, hingga bocah kecil berusia lima tahun itu hanya menurut tanpa ada bantahan sedikitpun. Ia begitu takut melihat sosok Nayla yang lembut seketika berubah bak monster."Tunggu!" ucap laki-laki bernama Kenan. "Jangan kasari Lea."Nayla tersenyum sarkas ketika menatap wajah Kenan yang berusia dua tahun lebih tua darinya."Ini anakku, segalanya aku yang berhak tentukan!" ucap Nayla kemudian menarik tangan kecil yang kini sudah ia genggam. "Ayok masuk, Lea!"Sambil menarik tangan Allea, Nayla berjalan kencang membuat putri kecilnya berjalan terseok-seok. Beberapa kali sepasang mata bening itu menatap ke arah Kenan. Namun tidak ada yang dapat ia lakukan.Bruk!Pintu dibanting Nayla saat dirinya dan Allea sudah berada dalam kamar.Gadis itu tampak ketakutan melihat amarah ibunya saat ini. Ia hanya mampu menahan tangis meski sesungguhnya ingin sekali menangis."Kubur dalam-dalam impianmu untuk memiliki Ayah kalau Uncle tadi yang kamu mau, Lea!" bentak Nayla saat melihat putri kecilnya yang duduk di tepi ranjang."Tapi kenapa, Mom? Uncle Kenan baik sama Lea. Uncle Ken selalu ada buat Lea ketika ada temen kelas yang ledekin Lea gak punya daddy.""Tunggu! Sejak kapan Lea mengenal Uncle tadi?" tanya Nayla heran karena putrinya tidak pernah membahas tentang hal ini. Ia hanya meminta Nayla menikah agar dirinya mempunyai ayah dan tidak lagi mendapatkan perundungan dari teman-temannya."Sejak Lea masuk sekolah," jawab Allea.Nayla menghela napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan."Mom, mau, ya, nikah sama Uncle Ken?" rengek Allea pada Nayla. "Lea jamin Uncle Ken baik, ganteng lagi," sambung Allea yang berulang kali mencoba membujuk ibunya."No!""Tapi kenapa, Mom? Kenapa selalu jawab no? Padahal Mommy belum kenal sama Uncle Ken." Allea sedikit merajuk, tetapi tidak seperti biasanya yang dilakukan oleh Nayla. Kali ini ia benar-benar marah dan meninggalkan Allea di dalam kamar sendirian. "Mommy kenapa jadi begini?" gumam Allea saat Nayla sudah mengurungnya dalam kamar.***Sudah tiga hari Allea enggan makan, hanya sedikit saja makanan yang dapat masuk ke dalam perutnya setelah aksi protesnya pada Nayla untuk menerima Kenan menjadi ayahnya.Nayla yang keras hati akhirnya luluh untuk mengabulkan permintaan putrinya karena ia sakit. Seluruh tubuhnya panas meski sudah diberikan obat penurun panas. Sifat kerasnya sama seperti sang ibu, ia tidak mau diajak ke rumah sakit malah menginginkan bertemu dengan Kenan.Lagi-lagi demi sang anak, Nayla harus mengalah meski harus menurunkan egonya untuk menemui atau sekadar menghubungi Kenan. Ia mengingat Kenan memberikan kartu namanya sebelum ia pergi saat ia mengantar Nayla dan Allea."Duh ... di mana lagi kartu nama itu?" gumam Nayla yang sedang mengubek-ubek tas selempang kecil yang ia kenakan waktu itu."Oh ... astaga! Sepertinya aku masukin di saku jaket!" ucapnya kemudian bangkit dari tepi ranjang dan mengambil jaket yang ia gantung di belakang pintu kamar.Bibir tipisnya tersenyum kala menemukan kertas kecil berwarna hitam dan bertintakan gold menuliskan data diri dari laki-laki bernama Kenan Devanka. Semuanya lengkap tertulis di kartu itu. Baik nama lengkap, nomor ponsel, alamat email, medsos serta alamat rumahnya."Baiknya aku chat dulu saja, lah. Tidak mungkin aku tiba-tiba harus menemui dia. Lagian, belum tentu mau juga dia ke sini hanya untuk Allea," gumam Nayla sambil mengetikkan pesan singkat di ponselnya.[Selamat siang. Maaf kalo chat saya menganggu Anda. Apakah Anda bisa ke rumah saya? Allea panas dan ingin bertemu Anda.] Isi pesan yang ditulis dan dikirim pada Kenan dari Nayla.Lima, sepuluh, lima belas menit berlalu tidak ada balasan dari Kenan yang membuat Nayla kesal dan menggerutu.Akhirnya Nayla memutuskan untuk membawa paksa putrinya ke rumah sakit. Ia tidak peduli andai putrinya tidak mau bahkan hingga menangis sekalipun, ia akan tetap membawa Allea ke rumah sakit."Lea, sekarang ke rumah sakit, ya, Nak?" ucap Nayla pada putrinya."Enggak! Lea baik-baik aja, kok, Mom. Lea hanya ingin bertemu Uncle Ken," ucap Allea yang masih berkeras hati meski bibirnya sudah memucat."Kalau kamu enggak mau dibawa ke rumah sakit, tolong makan, ya? Kalau makan aja susah, gimana Lea bisa sembuh? Please, tolong Mommy. Jangan bikin Mommy serba salah dan menjadi tidak bisa kerja karena kepikiran Lea. Makan, ya?" Nayla masih sabar membujuk sambil menyodorkan sendok kecil berisi bubur dan suwiran daging ayam yang ia ambil di atas nakas.Allea menggeleng."Ya sudah, kalau begitu Mommy bawa kamu ke rumah sakit sekarang!" paksa Nayla sambil menggendong tubuh Allea.Allea memberontak, ia tidak mau digendong oleh ibunya. Kaki kecil dan tangannya terus menerus menendang dan memukul Nayla yang membuatnya merasa sedih.'Mommy hanya tidak ingin kamu sakit, Sayang. Maafin Mommy ....' Dalam hati Nayla berucap bersama bulir air bening yang menetes dari sudut mata kanannya."Mommy, lepasin. Lepasin, Mmy." Allea menangis dan membuat hati Nayla semakin sedih.Meski susah payah, Nayla tetap menggendong putrinya yang terus memberontak. Suhu tubuh Allea semakin panas dan percayalah hati Nayla begitu sedih saat melihat anaknya sakit seperti ini. Seorang ibu rela dibenci anaknya asalkan putri kecilnya kembali sehat."Lea?" Suara bariton membuat tangan kanan Nayla yang sedang mengunci pintu kontrakan terhenti."Uncle Kenan?" gumam Allea.Nayla memutar tubuhnya. Mata sembab itu kini membuat saat melihat Kenan sudah berada di hadapannya dengan membawa plastik entah isinya apa."Kalian mau ke mana?" tanya Kenan."Aku mau ajak Lea ke rumah sakit karena aku pikir kamu tidak bisa datang," ucap Nayla pelan.Kenan tersenyum."Yuk, ikut Uncle." Kenan membuka lebar kedua tangannya agar Allea berpindah gendongan padanya.Tentu saja gadis kecil itu mau. Seketika wajahnya juga semringah ketika sudah berada dalam gendongan Kenan. Tanpa ragu dan malu, Kenan memasuki kontrakan Nayla. Sedangkan Nayla hanya melongo saat ekspresi putrinya yang tiba-tiba ceria.Ternyata Kenan membawakan nasi dan ayam kremes. Ia menyuapi Allea dan gadis itu makan tanpa sungkan dari tangan Kenan. Lagi-lagi Nayla hanya bisa menatap kebersamaan mereka yang semakin akrab saja. Perlahan, wajah putri kecilnya itu kembali ceria tanpa pucat di bibinya."Nah ... sekarang minum obat dulu, ya?" ucap Kenan saat Allea telah menghabiskan nasi dan ayam kremesnya.Allea pun menurut, ia pun tidur setelah minum obat penurun panas di pelukan Kenan. Sungguh gadis kecil itu begitu patuh pada sosok Kenan yang memang terlihat menyayanginya. Apakah hati Nayla akan luluh pada Kenan nantinya?Hari ke hari Allea semakin menginginkan sosok Kenan menjadi ayahnya. Karena merasa tidak terlalu digubris oleh ibunya, ia pun bergegas meminta langsung pada Kenan. Kebetulan setiap hari Sabtu Kenan memang selalu ke sekolah Allea karena libur di kantor. "Uncle!" Allea berlari dari gerbang sekolah dan langsung disambut kedua tangan kekar yang melebar untuk segera menggendong dirinya. "Hap! Udah selesai sekolahnya?" tanya Kenan saat Allea sudah ada dalam gendongannya."Udah, dong. Uncle sibuk, tak?" tanya bibir mungil Allea. "Tidak. Memangnya kenapa?" "Lea mau ngomong sesuatu tapi enggak di sini. Lea juga udah bilang ke Bi Inah enggak usah jemput.""Baiklah, let's go, Lea!" Kenan berjalan menuju mobil hitam yang ia parkir di samping gerbang sekolah. Di dalam mobil Kenan memperhatikan Allea yang biasanya ceria tiba-tiba saja terdiam bahkan terkesan kaku. Hal ini tidak biasanya terjadi, bocah kecil itu seolah sedang memendam satu rahasia yang entah itu apa. Hingga akhirnya mobil suda
Nayla masih kesal pada Olivia yang bercanda ketika merampas amplop pemberian dari Prayoga. Meski akhirnya ia bernapas lega karena yang ada dalam pikirannya kalau itu adalah preman telah salah. Nayla benar-benar menjaga amplop itu di tasnya dengan hati-hati menuju rumah. Nayla sampai tidak bisa tidur ketika mengetahui jumlah yang hampir tiga bulan dari gaji pokoknya. Pikiran ia yang saat itu akan mendapatkan uang kecil. Ternyata ia malah diberikan rezeki yang begitu banyak. "Ya Tuhan, aku telah berburuk sangka terhadap-Mu. Maafin aku, Tuhan." Nayla berucap sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan setelah ia menggoreskan kata dalam buku diary.Sang fajar kini telah bersinar menyambut pagi. Cahaya kuning keemasannya begitu terasa menghangatkan tubuh. Hingga akhirnya ia bergegas ke dapur di mana sudah ada Inah di sana yang sedang memasak. "Eh, Non Nayla udah bangun?" sapa Inah saat melihat sang majikan berjalan ke arahnya. "Iya, Bi. Aku enggak bisa tidur. Masak apa pagi ini?" "Non
Sudah sekitar satu bulan pendekatan Nayla dan Kenan terjadi atas keinginan Allea. Nayla hanya memikirkan perasaan putrinya dan menyisihkan perasaannya. Sementara Kenan merasa bahagia karena Nayla mau bertemu dengan orang tuanya nanti malam. "Pokoknya Mama mau menantu yang sempurna! Awas aja kalau tidak," sarkas ibunya Kenan. Kenan hanya tersenyum. Baginya Nayla merupakan sosok sempurna untuknya dari dulu hingga saat ini, hanya ia yang mampu mengisi relung kosong di hatinya. *Sementara di seberang sana ada Nayla yang terlihat bingung saat pekerjaannya selesai. "Bengong aja, kau!" Olivia menyenggol lengan Nayla yang ia jadikan penyanggah pipi. Ia sangat terlihat sedang memikirkan sesuatu. "Mbak Oliv." Nayla hanya menjawab sekenanya karena yang ada di otaknya memikirkan nasib yang telah ia ambil. "Ada masalah? Ceritalah," tanya Olivia yang kemudian duduk berhadapan dengan Nayla. Awalnya Nayla diam, akan tetapi hatinya semakin terasa resah untuk keputusan yang telah ia ambil. Ia k
"Sampai kapan pun, aku tidak akan menerimamu sebagai menantu, paham?!" Sepanjang perjalanan Nayla selalu mengingat kata-kata menyakitkan yang meluncur dari bibir ibunya Kenan. Tentang penolakan menjadi menantu apalagi statusnya yang telah memiliki seorang anak dianggap tidak pantas untuk putranya yang masih lajang dan juga mapan.Keadaan hening di dalam mobil ketika Kenan memacu mobilnya menuju kontrakan Nayla. Kenan memang tidak mengetahui perihal penolakan tersebut karena ibunya menolak Nayla saat Kenan sedang menerima panggilan ponsel saat itu. "Nay?" Kenan memanggil Nayla. "Kamu kenapa?" sambungnya saat Nayla terlihat diam saja."Gak pa-pa," jawab Nayla singkat. Kalau sudah seperti ini, Kenan hanya bisa diam. Hingga tidak terasa mobilnya telah sampai di depan kontrakan Nayla. "Pulanglah, sudah malam," ucap Nayla sedingin es ketika Kenan membukakan pintu mobil untuknya. Waktu menunjuk hampir ke angka sebelas dan Kenan menuruti ucapan Nayla karena tidak ingin membuatnya marah at
Ponsel berdering di saat yang tepat. Nayla mempunyai kesempatan segera pergi dari rumah untuk menghindari pertanyaan Kenan. Meski ia sadar hal ini hanya sementara karena lambat-laun Kenan pasti akan mengetahuinya. Hati Nayla merasa sedikit tenang karena putrinya sudah mulai membaik dan ia mempercayakan pada Kenan untuk menjaganya hingga akhirnya mobil taksi yang ia tumpangi sudah terparkir di pekarangan bar yang tentu saja sudah begitu ramai."Nay, kau sudah ditunggu Mas Yoga," ucap Olivia yang sedang mengambil minuman. "Dia ada di ruang biasa, samperin, gih! Sepertinya sudah tidak sabar mau ketemu kau," ledek Olivia sambil berjalan pergi. Nayla tidak menjawab, ia hanya menghela napas panjang karena pasti ada satu masalah baru lagi. Meskipun Nayla setengah hati menemui Yoga, ia tetap menjalani kewajiban kerja melayani tamunya dengan sopan dan ramah. Di sudut ruangan seorang laki-laki tersenyum saat Nayla berjalan mendekatinya. Wajah cantik alami Nayla memang tidak diragukan, ditambah
Nayla baru menyadari kalau sopir itu sedang menatap ke arahnya dengan seringai yang menyeramkan. Tidak lama, pintu taksi terbuka dan ternyata sosok Yoga lah yang ada di depan pintu mobil. "Thanks!" ucap Yoga sambil melempar amplop yang cukup tebal. Tentu saja sopir itu tersenyum dan menyebutkan kata; terima kasih pada Yoga. "Ayok, ikut aku!" Yoga menarik paksa lengan Nayla agar keluar dari mobil. Nayla menolak, tetapi sia-sia karena semakin ia berontak, pergelangan tangannya semakin sakit dan tenaganya akan melemah saat ia terus menerus berontak. Karena Nayla tidak mau keluar dari taksi itu, akhirnya Yoga memutuskan untuk menggendong tubuhnya dan setelah taksi itu pergi Nayla dimasukkan ke mobil. "Diam kamu di situ!" ucap Yoga. Yoga mengunci pintu mobilnya, ia kemudian memacu mobil dengan kecepatan tinggi. Tubuh Nayla memang diam, tetapi tidak dengan otaknya yang terus berputar mencari celah agar ia bisa kabur. Namun, sepertinya nasib baik belum berpihak padanya. Mobil memasuki h
Mie yang dipesan sudah habis dimakan oleh Allea. Bahkan anak kecil itu sudah kembali terlelap dan Nayla hanya mampu membisu di sudut kamar sambil memeluk guling setelah menidurkan putrinya. Ia memaklumi keputusan Kenan. Terlebih apa yang dikatakan ibunya dulu memang benar adanya; bagaimana mungkin putranya mendapatkan wanita yang sudah memiliki anak? Ah ... pasti akan banyak sekali perdebatan andai kata hubungan mereka berdua dipaksakan. Mungkin kata ikhlas harus ditelan bulat-bulat oleh Nayla meski ada rasa sakit yang tidak dapat ia gambarkan. Angan Nayla harus buyar ketika pintu kamar terdengar ada yang mengetuk. Dari dalam kamar, Nayla menyuruhnya untuk masuk karena pintu kamar memang tidak ia kunci. Perlahan pintu itu terbuka dan sepasang mata Nayla akhirnya membulat. "Maafin aku," ucap Kenan sambil melangkah dan mendekat pada Nayla yang sedang duduk di pojok kasur. Mendengar kata maaf dari Kenan, kedua sudut mata Nayla kembali mengeluarkan air bening yang disertai sayatan di
Hari ini, Minggu jam sepuluh pagi. Kenan mengajak Allea dan Nayla ke salah satu mall untuk melepaskan penat. Sengaja Kenan tidak mengajak liburan terlalu jauh karena esok Senin Allea akan menghadapi ujian kenaikan kelas jadi memerlukan waktu istirahat dan belajar yang cukup. Meski hanya di mall, kebahagiaan mereka tetap terjaga dan terasa. Awalnya Kenan mengajak Allea dan Nayla memilih baju dan mengambil beberapa potong pakaian untuk dibeli. Setelah dirasa cukup akhirnya Kenan mengajak Nayla dan Allea ke pusat permainan. Tentu saja Allea senang, ia begitu bahagia karena calon ayahnya begitu baik dan perhatian, mengerti apa yang diinginkan dan disukai olehnya. Nayla dan Allea masuk dalam ruangan yang lebih pantas disebut kolam yang berisi begitu banyak bola-bola kecil warna-warni di dalamnya. Canda tawa bahkan teriakan menggambarkan keceriaan Allea hari ini. Bahkan, Kenan yang berada di luar ruangan pun dapat merasakan atmosfer kebahagiaan antara ibu dan anak di dalam sana. Diam-diam