Sekitar jam setengah sebelas siang Nayla memutuskan untuk pergi ke toko kuenya karena sudah ada janji dengan seseorang yang menghubunginya untuk melamar pekerjaan. Nayla berharap ia bisa cocok dan membantu dirinya untuk menjadi karyawati di toko kue yang sudah lebih dari satu Minggu tutup. Nayla mengenakan dress di bawah lutut berlengan panjang dan sudah membawa tas untuk segera ke halaman rumah karena taksi online yang ia pesan sudah menunggu di depan sana. Namun, langkahnya terhenti saat ia melirik ke ruang makan, di sana ada Kinan yang sedang membuka tudung nasi. Nayla masih berdiri memperhatikan dan ternyata Kinan menyungkil nasi serta sayur sup yang ia masak tadi pagi. Kinan terlihat lahap menyuap dan mengunyahnya seperti orang kelaparan. Mungkin lebih tepatnya ia lahap karena memang masakan Nayla enak. Perhatian Nayla terpecah ketika ponsel yang sedang ia genggam berdering. Siapa lagi kalau bukan taksi online yang menghubunginya. Gegas Nayla berjalan cepat menuju pintu ruang u
Sekitar jam dua siang Nayla sudah ada di rumah. Seperti biasa ia bermain dengan putri tercintanya. Entah disengaja atau tidak, Kinan mengobrol dalam sambungan ponsel di dekat Nayla. "Iya, Sayang. Kapan pun kamu mau, Mama selalu siapin tempat teristimewa untuk kamu. Kapan kamu mau ke Indonesia lagi?" Kinan bercerita di ponsel dengan bibir yang terus tersungging, ia terlihat bahagia sekali saat mengobrol di depan Nayla. "Tiga hari lagi? Ah ... Mama seneng banget deh hari ini dengar kabar kalau kamu mau ke rumah ini. Mama bahagia banget, Sayang." Obrolan Kinan memicu rasa penasaran Nayla, tetapi ia masih bisa menahannya. Namun, tidak dengan putrinya yang masih polos. "Oma, lagi ngobrol sama siapa, sih?" Tiba-tiba saja Allea bertanya dan spontan Nayla membekap bibir mungil putrinya. Kinan mendelik kesal pada cucunya. "Heh! Siapa yang ijinin kamu bertanya?" Mata Kinan menyorot tajam ketik memandang putrinya."Maafkan anak saya," ucap Nayla yang tidak direspons oleh Kinan yang berlalu
Hari ketiga akhirnya datang juga. Rebecca kembali ke Jakarta dan tentunya disambut senang oleh Kinan dan senyum-senyum nakal dari Yoga. "Hai, Sayang!" Kinan memeluk Rebecca pun dengan Rebecca yang membalas pelukan sama eratnya. "Tau, gak, Mama kesepian di rumah semenjak kamu pulang ke Singapur," ucap Kinan. Keduanya mengobrol hangat dan terlihat bahagia hingga akhirnya Allea sampai di rumah bersama Inah. Sorot mata Allea terlihat heran ketika neneknya mengobrol dengan orang asing yang sepertinya sudah akrab. "Tante itu siapa, Bi?" tanya Allea sambil menunjuk pada Rebecca yang sedang tertawa dengan neneknya. "Mungkin keluarganya, Non. Udah, kita ke kamar aja, ya?" ucap Inah. Allea memang ke kamar menuruti ajakan pengasuhnya, tetapi rasa penasaran bocah kecil pintar itu sepertinya memuncak saat melihat neneknya memperlakukan wanita itu dengan begitu baik bahkan selalu tersenyum. Sedangkan pada diri dan juga ibunya seolah membenci. "Non, Bibi masak dulu buat Mommy di toko, ya? Kita,
Kini tiba saatnya pulang. Reynand sudah bersiap dengan tas ransel yang selalu ia bawa, pun dengan Nayla, Allea juga Inah. "Saya pamit, Tant!" ucap Reynand pada Nayla. Ia memang sudah terbiasa menyebutnya Tante karena baginya usia Nayla belum dikatakan tua untuk dipanggil ibu. Padahal, bukan perkara dari umur saja seseorang mendapat gelar jadi ibu karena ia sudah memiliki keturunan pun sama. "Hati-hati, Kak Rey!" jawab Allea manja. Reynand tersenyum kaku. Sementara Nayla sepertinya belum menyadari ada kejanggalan dari sang putri.Sepasang mata Allea terus menatap lekat Reynand yang berjalan menuju pintu bahkan hingga ia menaiki angkot di depan toko kue miliknya. "Ayok, kita pulang, Sayang!" ajak Nayla pada putrinya. Allea terperanjat karena ia terlalu fokus memandang Reynand yang bahkan sudah tidak ada di hadapannya. Inah merasa ada yang tidak beres dengan anak majikannya, tetapi ia berusaha menepis. Allea memang besar dan tumbuh oleh orang tua tunggal. Ia diasuh oleh pembantunya
Rebecca menyunggingkan senyum saat melihat Kenan mengejar istrinya. Ia merasa bahagia ketika sepasang suami-istri tersebut menjadi salah paham atas ulahnya. "Kamu bikin ulah apa lagi, Sayang?" bisik Yoga di telinga Rebecca. Rebecca menoleh, lalu tersenyum. "Entah, aku seneng ngeliat mereka berdua berantem," ucap Rebecca dengan mata yang masih fokus pada Kenan yang sedang mengejar istrinya. "Apakah itu tandanya kamu masih ada cinta untuk Kenan?" Pertanyaan Yoga mampu membuat Rebecca bungkam seribu kata. Mungkin rasa itu masih ada, tetapi ia begitu takut kalau Yoga nantinya akan cemburu, lalu menjauhinya. Rebecca mencoba santai dan tersenyum manis pada Yoga. "Kalau sudah ada yang sayang sama aku, ngapain cari yang lain?" ucap Rebecca sambil membenahi kemeja yang sedang dikenakan oleh Yoga. "Serius?" tanya Yoga dengan tatap tajam. Rebecca mengangguk kemudian mencium pipi Yoga secepat kilat agar kecemburuan Yoga hilang begitu saja. Sedangkan di sudut kamar lain ada Allea yang teng
Reynand langsung melepaskan tangannya dari sudut bibir Nayla. "Maaf, hanya mau ambil nasi aja di ujung bibir Tante," ucap Rey tanpa melihat Nayla. "Astaga! Masih ada, kah?" tanya Nayla sambil mengusap-usap di area bibir. "Udah enggak, Tant. Sekali lagi maaf, ya?" Reynand merasa tidak enak. "Gak pa-pa." Kenan langsung pergi ke dapur setelah pamit pada Nayla. "Astaga, lancang sekali tanganku, untung saja Tante Nayla tidak marah," keluh Rey ada dirinya sendiri. "Kak Rey?" Terdengar suara yang Reynand kenal. Suara cempreng dari bocah kecil yang sehari baru bertemu langsung berani menggombalinya. Reynand menoleh. Mata Reynand membulat ketika melihat sosok anak kecil dengan pakaian yang mungkin lebih pantas dikenakan oleh orang dewasa. "Seksi, gak?" tanya Allea sambil menaik-turunkan alisnya. Ia mengenakan kaos super ketat dengan bawahan jeans pendek. Rey tersenyum sarkas. "Gak!" jawabnya kemudian pergi. "Ish! Kok, enggak? Padahal kalo aku liat di tivi malah pada dipuji seksi at
"Nay, aku minta maaf," ucap Kenan saat Nayla hendak tidur memunggunginya. "Aku tau caraku mungkin cemburu padamu salah, tapi sumpah aku gak ngelakuin apa-apa dengan Rebecca. Aku menyangka Rebecca itu kamu karena dia duduk di ranjang kita, Nay." Kenan menjelaskan. Nayla mendengarkan cerita suaminya yang memang belum sempat ia dengar karena selalu menghindar bahkan kesal saat melihat Kenan dan Rebecca."Apakah semua itu benar, Kak?" jawab Nayla dengan wajah menoleh, tetapi tidak dengan tubuhnya. "Sumpah demi apa pun aku mau, kalau apa yang aku ceritakan saat ini semuanya benar dan apa adanya." Kenan mengangkat tangannya yang menandakan ia bersumpah atas ucapan yang dilontarkan sesuai keadaan yang terjadi kala itu. Sepasang mata Nayla berkaca. Ia menyesal karena telah salah sangka pada suaminya. Mungkin memang Nayla juga cukup keras kepala tidak mau mendengarkan penjelasan Kenan dan lebih mempercayai orang yang sebenarnya memang ingin rumah tangganya hancur. Kenan meraih tubuh Nayla d
Nayla membulatkan mata ketika mendengar pertanyaan putrinya, lalu melotot ke arah suaminya yang sudah tersenyum sedari tadi. "Maksud Kakak apa buat begini? Bikin malu saja!" bisik kesal Nayla pada Kenan. "Biarin aja. Kamu, kan, istriku," jawab Kenan enteng tanpa merasa bersalah telah mempermalukan Nayla di hadapan keluarganya. Memang benar apa yang dikatakan oleh Kenan, tetapi kekesalan Nayla juga wajar karena keluarga besarnya malah menjadi seperti jijik melihat tanda merah kecil di lehernya karena ulah sang suami yang seolah menjadi drakula dadakan. "Ayok, kita makan! Malah diliatin aja," ucap Kenan sambil menciduk centong nasi. Seluruh keluarga Kenan akhirnya makan meski dengan sejuta keheningan. Hanya Allea saja yang masih bicara dengan ibunya perihal sekolah dan ada hal yang berhasil membuat Kenan kaget dengan pertanyaan putrinya. "Mom, drakula itu ada enggak?" "Enggak ada, itu hanya cerita di film-film aja." Nayla menjawab santai. "Biasanya drakula itu suka menghisap dara