Diana mungkin saja terus terlelap jika saja suara geraman beserta dengusan itu tidak masuk ke dalam pendengarannya. Mau tidak mau Diana harus membuka matanya meski ia merasa sangat mengantuk dan lelah.
"Grhh ...."
Spontan saja Diana duduk seraya menjauh dari makhluk di depannya. Diana tidak salah lihat, makhluk di depannya adalah orang sekarat semalam, bedanya orang ini telah sadar, ia memiliki mata berwarna kuning menyala. Seperti serigala. Tidak lupa taring dan kuku yang memanjang.
Diana meneguk ludahnya, orang di depannya ini menatapnya bagaikan Diana adalah mangsa yang siap di santap kapan saja. Lagi-lagi Diana merasakan ngeri, bulu kuduknya merinding.
"A-anu .... Aku, aku." Diana tidak tahu harus berkata apa, lihatlah dirinya sekarang ini. Tidak berdaya. "K-kau sudah sembuh?" Diana menunjuk dada kanan pria itu yang masih terbalut oleh kain yang Diana ikatkan semalam.
Pria itu mengikuti arah tunjuk Diana, menyadari jika luka di dadanya diikat. Kemudian pria itu kembali menatap Diana, ia tidak mengenal gadis di depannya ini. Ketika bangun, ia sudah mendapati seorang gadis terbaring cukup jauh darinya. Tapi, ketika gadis itu menunjuk arah dadanya, akhirnya ia tahu. Gadis ini menolongnya.
Diana masih diam, menanti dengan takut-takut reaksi yang akan ditunjukkan oleh pria di depannya ini. Hingga akhirnya Diana menghela napas lega karena pria yang ditolongnya itu perlahan normal, cakarnya menjadi pendek dan matanya dari kuning menyala menjadi biru gelap. Seperti manusia pada umumnya, meski bukan manusia.
"Kau yang melakukan ini?"
Diana cukup terkejut ketika mendengar pria itu berbicara, tadi ia hanya mendengar suara geraman dan sekarang pria ini berbicara santai kepadanya.
Mengenyahkan rasa kejutnya, Diana menjawab. "Ya, itu aku." Diana menatap pria itu, baru menyadari jika makhluk di depannya ini cukup tampan meski beberapa tubuhnya kotor karena noda darah, termasuk wajahnya.
"Terima kasih."
Diana mengangguk.
"Ngomong-ngomong, siapa namamu?" tanya Diana. Pria di depannya terlihat tidak membahayakan dirinya. Diana pikir pria berambut hitam ini bisa diajak berteman atau mungkin mereka bisa keluar dari sini bersama-sama. Pikir Diana.
Pria itu terdiam sejenak sebelum akhirnya ia bersuara. "Henry," jawabnya singkat.
Diana berdehem. "Aku Diana."
Henry hanya diam setelah mengetahui nama gadis yang menolongnya itu, mereka masih diam hingga Diana bertanya sesuatu kepadanya.
"Kau, apakah kau juga Werewolf?" tanya Diana. Konyol memang, padahal Diana sudah melihat sendiri dengan mata kepalanya jika pria di depannya ini bermata kuning menyala dan memiliki cakar seperti serigala.
Henry mengangkat alisnya heran. "Tentu saja, semua yang ada di sini adalah Werewolf," jawabnya.
Diana mangut-mangut mengerti. "Tapi aku bukan Werewolf. Aku ingin keluar dari sini ...." Diana menghela napas lelah.
Henry terkejut ketika Diana mengatakan dirinya bukan Werewolf, kemudian pria itu menyeringai. "Jangan bercanda, meski kau berbau cukup aneh aku yakin kau juga sama seperti kami atau kau dari Werewolf penyihir?"
Diana menggeleng cepat. "Tidak, sungguh. Aku bukan Werewolf atau penyihir. Aku manusia."
Kali ini Henry benar-benar sangat terkejut. "K-kau manusia?" Henry menatap Diana tajam, memindai dari atas hingga bawah. Kemudian menggeleng. "Jangan berbohong!" Sepertinya Henry masih tidak percaya. Meskipun ia adalah Rogue liar, tapi ia cukup tahu tentang manusia. Walau sedikit.
Diana lagi-lagi menghela napas, kemudian gadis itu menyandarkan tubuhnya ke dinding. Kapan ini akan berakhir?
~~~
Pagi-pagi sekali Dedrick sudah bangun, tidak lupa Adam yang sudah setia berada di depan kamarnya. "Kita ke penjara bawah tanah."
Adam mengangguk.
Mereka berdua berjalan beriringan ke rubanah, dengan Dedrick yang memimpin di depan. Sekarang ini ia sangat ingin untuk mengeksekusi para Rogue itu. Memang, Diamond Pack selalu mendapat gangguan dari Rogue atau pun dari Pack lain. Namun, Rogue lah yang sering menganggu.
Satu persatu anak tangga mereka turun hingga mereka tiba di lorong yang diterangi oleh cahaya obor. Dinding-dinding sepanjang lorong ini terlihat kotor, karena terkena noda darah atau noda lainnya.
"Bagaimana dengan manusia itu?" tanya Dedrick. Ia ada sesuatu yang harus ia lakukan terhadap manusia itu untuk membuktikan jika ia adalah manusia atau bukan.
Adam menatap Alpha-nya dari belakang. "Dia masih berada dalam kurungan, Alpha." Adam menjawab, terakhir kali ia bertemu gadis itu ketika ia mengantarkannya ke dalam kurungan. Setelah itu, Adam tidak ada pergi ke rubanah. Para Rogue kemarin Gamma Collin yang memasukannya ke penjara rubanah.
"Adam, untuk para Rogue itu kita akan adakan interogasi di lapangan. Di sana kita akan mengeksekusi mereka sekaligus."
"Di lapangan?" Adam cukup heran saat ini. Tidak biasanya sang Alpha melakukan hal itu, biasanya mereka hanya melakukan eksekusi di ruang bawah tanah.
"Ya," jawab Dedrick.
Akhirnya mereka sampai di pintu masuk penjara inti. Di depan Gamma Collin telah menunggu, Collin menunduk hormat begitu Alpha-nya datang dan segera membuka pintu.
"Kami memisahkan ruangan mereka satu sama lain, Alpha untuk mencegah hal yang tidak diinginkan." Collin memberi laporan.
Dedrick mengangguk singkat, tidak berapa lama kemudian datang beberapa warrior. Collin sedikit merasa bingung, alasan mengapa Alpha-nya membawa warrior lebih banyak.
"Kita akan membawa mereka ke lapangan," ujar Dedrick menjawab raut heran di wajah Collin.
"Tunjukan masing-masing ruangan mereka." Dedrick berjalan lebih dahulu dengan Adam dan Collin yang berada di belakang. Tentu saja Dedrick selalu di depan, ia adalah pemimpin di sini.
Ketika Dedrick melangkah, lagi-lagi ia mencium aroma harum. Ah, ia ingat gadis yang beraroma itu masih di penjara ini. Pasti berada di salah satu ruangan ini.
"Di sebelah sini, Alpha." Suara Collin menghentikan langkahnya Dedrick, pria dengan tubuh tegap itu menatap sebuah pintu.
Adam menaikan alisnya, bukankah ini adalah ruangan di mana ia menempatkan gadis yang mereka temukan di hutan kemarin? Ia tidak salah, atau Collin yang membuat mereka satu ruangan. Collin membuka ruangan itu, kemudian Dedrick dan Adam masuk ke sana.
~~~
Diana menyandarkan tubuhnya ke dinding kemudian memegang lengannya, pendarahan di sana telah berhenti tapi ia baru merasakan sakitnya sekarang.
"Hei, kau tidak apa-apa?" Henry menatap Diana yang meringis sakit. Ia menatap lengan gadis itu yang masih berdarah. "Kapan kau mendapatkan luka ini?" tanya Henry.
"Kemarin, ah ...." Diana meringis. Gadis itu menatap Henry tepat di mata biru. "Padahal semalam kau terlihat sekarat," ujar Diana. Lihat, sekarang pria yang terlihat akan mati semalam berbicara dengan santai kepadanya. Seperti tidak ada yang salah dari tubuhnya.
Henry tidak melepaskan pandangannya dari Diana. "Aku adalah Werewolf, luka yang kami dapatkan lebih cepat pulih. Kau ternyata memang manusia, ya? Kudengar manusia itu lemah."
Diana dapat mendengar nada meledek dari suara Henry. "Asal kau tahu saja, ini perih." Diana menatap bekas cakaran dari pria yang dipanggil Alpha itu.
Trang Trang
Spontan Henry dan Diana menoleh ke arah pintu. Pintu itu berbunyi, pasti akan terbuka. Dan benar, pintu besi itu oerlahap terbuka.
Tidak terasa kandungan Diana semakin membesar, tapi itu juga membuat Diana kesulitan untuk melakukan beberapa hal. Perut Diana sangat besar, hingga Diana khawatir perutnya nakan meledak. Pemikiran konyol memang, tapi itulah yang Diana pikirkan mengingat usia kandungannya."Ugh." Diana bergerak gelisah dalam tidurnya, perutnya yang membuncit itu membuat dirinya kesulitan untuk mencari posisi nyaman untuk tidur. Diana hanya bisa tidur dengan posisi miring yang membuatnya pegal. Diana membuka matanya. "Ya, ampun sekarang aku bahkan lapar."Diana melihat Dedrick yang tertidur di sampingnya, hanya berselang beberapa detik kemudian Dedrick juga membuka matanya. Dedrick turut duduk. "Ada apa Diana? Apakah kau merasa tidak nyaman lagi?" Dedrick mengusap perut Diana yang membuncit itu. Akhir-akhir ini Diana sering mengeluh padanya perihal posisi tidurnya yang tidak nyaman, Dedrick kasihan dengan Diana yang tidak bisa tidur dengan tenang.Diana mengangguk. "Ya, tidak nyam
Diana berdiri gugup di dalam kamarnya, sekarang hanya ia dan Era yang berada di dalam kamar ini. Era baru saja selesai meriasnya. Kini Diana tampak sangat cantik dengan gaun abu-abu dan sebuah mahkota di atas kepalanya. "Aku gugup sekali." Tidak hanya gugup, Diana juga merasa gundah. Takut jika nantinya acara ini tidak berjalan lancar karena bisa saja dirinya melakukan kesalahan.Era yang memahami kegundahan hati Diana mendekati sahabatnya itu, ia menepuk pelan bahu Diana. "Tidak ada yang perlu dicemaskan, ini pasti akan berjalan dengan lancar." Acara ini diadakan pada malam hari, para tamu telah banyak berdatangan. Beberapa penduduk juga ada yang datang dan hal itu membuat Diana semakin gugup."Terima kasih, Era." Diana menghela nafas kemudian membuangnya perlahan, kedua tangannya yang dibalut sarung tangan memegangi dadanya agar rasa cemas dan gugup ini hilang.Era melebarkan senyumnya. Era sendiri juga tidak kalah cantik, ia memakai sebuah gaun hijau hingga E
Memang butuh waktu beberapa hari untuk Diana agar ia bisa lebih tenang dan melupakan kejadian di mana ia diculik, saat itu pula Dedrick selalu berada di samping Diana. Dedrick selalu menjaga Diana dan selalu ada untuk menenangkan Diana dari mimpi buruknya. Itu berhasil, Diana tidak lagi bermimpi buruk di saat ia tertidur. Dedrick sudah seperti obat penenang untuk Diana.Sekarang Diana dan Era tengah bersantai di bawah pohon favoritnya bersama seekor kelinci dipangkuannya. "Benarkah? Adam melamarmu?" Diana terkejut mendengarnya, ternyata hubungan Adam dan Era menginjak jenjang yang lebih serius. Diana baru mendengarnya karena beberapa hari ini ia jarang bertemu dengan Era, Era sibuk. Barulah sekarang kesempatan bagi mereka untuk bersantai.Era mengangguk antusias. "Ya, kami mungkin akan menikah setelah pernikahan mu dengan Alpha. Tidak mungkin bagi kami lebih dulu menikah bukan?" Era menggoda Diana. Pernikahan Diana dan Dedrick akan segera tiba, besok mereka mulai untuk
"Mengingat Calon Luna sudah mengandung anakmu, sebaiknya kita segera melangsungkan pernikahan dan penobatan Diana untuk jadi Luna. Kita tidak bisa menunda lagi."Tengah malam ini mereka mengadakan rapat, dihadiri oleh para tetua dan beberapa petinggi lainnya dari Pack. Dedrick duduk di kursi paling ujung, kursi yang tentunya khusus untuk dirinya yang seorang Alpha.Dedrick mengusap keningnya. "Kenapa kalian sangat terburu-buru, Diana bahkan belum sembuh dari lukanya." Dedrick tidak tahu apa yang para tetua itu pikirkan. Ayolah, mereka baru saja selesai bertarung melawan Rogue yang Diana baru saja kembali dari insiden penculikannya. Ini bahkan belum sehari."Maaf, Alpha, tapi kita harus segera melangsungkan acara itu. Akan lebih baik jika kau menikahinya di saat ia sedang hamil saat ini. Ketika bayi itu lahir statusnya akan lebih jelas jika ia adalah anak dari seorang Alpha dan Luna." Puerto memberikan sarannya. Ini adalah
Diana senang Dedrick mengikuti kemauannya untuk menguburkan Henry dengan layak, meski Henry adalah notabenenya adalah seorang Rogue yang pernah menyerang Diamond Pack. Diana tidak tahu mengapa orang sebaik Henry bergabung dengan Rogue, tapi Diana tidak mau mencari tahu. Biarlah ini menjadikan misteri.Diana yakin pasti ada alasan untuk itu dan Henry tidak ingin mengatakannya.Pemakaman Henry dilakukan di sekitar reruntuhan itu, warrior Dedrick yang menggali tanah untuk itu. Sekarang Henry sudah berada di sana. Diana berjongkok di hadapan makam Henry, ia menutup matanya dan menyatukan kedua telapak tangannya. "Semoga kau tenang di sana." Dalam hati Diana berdoa.Diana menyentuh gundukan tanah itu, mungkin Diana tidak bisa ke sini lagi mengingat ini adalah wilayah bebas. Tidak semua Werewolf bisa berkeliaran di sini karena Rogue. Beberapa dari mereka ada yang berhasil kabur dan pastinya mereka akan tetap ada disekit
Diana perlahan membuka matanya, sejak tadi ia masih sadar tapi rasa sakit yang ia derita tidak bisa membuatnya membuka mata. Ketika abu-abu itu memandang, Diana menemukan Era yang menatapnya. "Diana, kau membuka matamu." "Diana, minumlah ini. Kau kekurangan minum." Era memberikan Diana sebuah air yang Diana yakin itu adalah obat. Warna air itu agak kemerahan. Diana meminumnya hingga tandas, meski rasanya agak pahit tapi Diana tetap meminumnya. "Era, apakah ia baik-baik saja?" tanya Diana merujuk pada janinnya. Tangan Diana menyentuh perutnya yang sudah tidak sesakit tadi. Era menarik sudut bibirnya. "Tidak apa-apa, kau dan bayinya kuat. Hanya pendarahan sedikit, tapi itu sudah diatasi." Era mengeluarkan kain bersih kemudian mengikatkannya pada kepala Diana yang berdarah. Menutup lukanya. Wajah Diana yang tadinya terkena noda darah juga sudah dibersihkan, Era juga yang melakukannya. Diana lega sekali, tapi ia tiba-tiba saja terpikir dengan Dedrick. Diana memperhatikan sekitarnya, ia