Share

Tanya Jawab

Naisa mengambil tas pinknya dan menuruni tangga dengan tegesa-gesa, lalu memakai jaketnya.

Naisa melihat bunda sedang duduk di meja makan dengan memegang kipas kesayangannya.

Tak ada ayah di sana, biasanya ayah selalu menemani bunda duduk dan saat Naisa akan bepergian, ayah yang akan menjadi paling pertama yang menginterogasinya.

Ayah begitu protective dan garang, segala pergaulan Naisa harus selalu terkontrol. Untung saja Naisa menolak saat ayahnya meminta bodyguard untuk mengawasi Raisa setiap saat.

"Bun, aku berangkat ya!!" Naisa mencium punggung tangan bunda yang terlihat sedang makan cemilan sambil menonton tv. Bunda mengerutkan dahi.

"Loh? Tumben sendirian?"

"Udah terbiasa sendiri ya??"

"Apaan sih bun, sebentar lagi anak bunda ini bakal.."

"Bakal apa?? Apa?? Ayo cepet kasi tau, bunda kepo loh." ujar bunda excited.

"Udah deh ntar aja,bye bun!"

"Diantar Pak Bobo cla???" kata bunda menyarankan.

"Gak usah bun,kan ada bus!" seru Naisa.

"Loh? Saa!!"

"Salam sama calon mantu ya Saa!" seru bunda terkekeh melihat Naisa yang sudah melangkah keluar.

"Memang ya darah muda, darahnya para remaja.."

Bunda menggeleng-geleng maklum, selama ayahnya masih ada urusan di luar negeri Naisa terlihat sangat menikmati hari-harinya yang agak bebas.

Setelah kurang lebih tiga puluh menit,bus biru bercorak itu tiba di halte yang biasa tempat sakral utama menurut Naisa, karena lumayan sepi.

Yang turun hanya dia seorang, entah kenapa hasratnya hanya ingin berhenti di sini.

Setelah membayar supir bus, Naisa turun dari bus itu.

Kepalanya celingak-celinguk menoleh kesana kemari, seperti mencari sesuatu di belakang halte itu, di daerah jalan berlorong yang jaraknya sekitar 100 meter dari halte bus.

Naisa melihat jam tangannya, sebentar lagi lesnya dimulai.

Naisa tidak memikirkan les itu lagi karena sekarang matanya sudah menangkap sosok yang dicari- carinya dari tadi.

Sekitar beberapa meter darinya, terlihat sedang berjalan santai. Dia juga gak ngerti kenapa sosok itu selalu ada di sekitar sini.

Naisa melangkah pasti mendekatinya, menyusuri jalan berlorong itu.

Jaraknya sudah lumayan dekat tapi Naisa masih berusaha menyamai langkah cowok itu.

"Al!" panggil Naisa kencang sambil membentuk toa dengan kedua tangannya di mulut.

Cowok yang ternyata memang Alva itu terhenti mendengar panggilannya lalu menoleh sekilas, lalu menghembuskan nafas malas dan kembali melanjutkan langkah.

Membuat Naisa semakin mengejarnya dengan semangat.

Kenapa Naisa jadi beda gini sih? Aneh tau nggak. Di sekolah aja kek preman.

"Ngapain lo di sini malem malem?"

"Gue perhatiin lo di sini terus?" kata Naiisa sekenanya yang sudah berjalan di samping Alva sambil mendongak.

Alva tetap seperti biasa, diam seribu bahasa malas mengeluarkan suara, dia hanya melangkah dengan kedua jari yang masih awet di dalam saku.

Naisa kembali mengusiknya.

"Kan diem lagi kan??"

"Jangan pelit ngomong ih, pahalanya gak ada loh dari Tuhan," kata Naisa.

Alva berhenti yang membuat gadis itu juga berhenti. Alva menoleh dengan tatapan tajam ke padanya, tapi tetap gak keliatan karna remang remang.

"Pergi dari sini!" kata Alva sinis dan melanjutkan langkah.

Naisa terdianm sejenak, tapi detik berikutnya dia tak ambil pusing. Naisa kembali mengikuti Alva dengan santai.

"Hm.. Lo tau kan gue gak akan pergi?"

"Oke. jadi kita akan bikin Q & A ya,"

"Karna gue punya beberapa questions untuk lo," kata Naisa.

"Lo berisik!" kata Alva acuh tak acuh.

"Tapikan ini."

"Nggak!" potong Alva malas semakin mempercepat langkahnya.

"Tapi lo bukan premankan??"

"Yang kayak anggota geng gitu? Tapi emang iya sih,"

"Tapi masa cowok ganteng dan manis semanis gulali gini preman," kata Naisa hati-hati sambil terus mendongak berusaha melihat wajah Alva yang tertutup itu.

Alva mendengus.

"Gak ada urusannya sama lo!" kata Alva tak peduli.

"Ya emang gak ada sih.bTapi takut aja lo kayak gitu," kata Naisa lagi merapikan jaketnya.

"Kenapa?" tantang Alva sinis yang berhenti di depan sebuah tangga pendek lalu duduk di

atasnya.

Alva mengambil sesuatu dari sakunya, mengeluarkan sebungkus rokok dari sana dan mencabutnya sebatang, membakar ujungnya lalu menghisapnya tenang.

Naisa tau apa yang sedang dilihatnya saat itu,dia cukup terkejut melihat Alva yang merokok dengan santai.

"Jadi...bener?"

"Gak ada urusannya sama lo. Gak usah dekat-dekat gue!"

"Wah... Ini pertama kalinya lo ngomong lebih dari lima kata!" seru gadis itu berdecak kagum sambil tepuk tangan.

Alva menghembuskan asap rokoknya kasar ke sembarang arah,membuat Naisa agak menghindar.

Naisa mengambil posisi duduk di sampingnya.

"Jangan merokok al, cepat mati." kata Naisa sekenanya, Alva mendengus sinis.

"Gak usah sok peduli!" kata Alva acuh, Naisa menoleh tak percaya ke sampingnya. Naisa menghela nafas, kali ini dia harus sabar.

"Gue itu cuma ngingatin temen gue,"

"Gue peduli kali sama semua teman gue, termasuk elo yang baru aja jadi temen gue,"

"Lo bukan teman gue," Alva menghisap rokoknya.

"Elo temen gue pokoknya.Titik." kata Naisa bersikeras. Alva tidak menyahuti.

"Al,"

"Alva,"

"Alva!!'

"Ck, apa?" sahut Alva malas.

"Gue boleh nanya gak?"

"Al,"

"Apa?"

"Boleh nanya gak??"

"Nggak,"

"Boleh dong.. Boleh ya? Yayayaya?"

"Ck, terserah."

"Gue boleh gakjadi temen lo??"

"Boleh kan?"

"Al.. Boleh kan??

"Nggak."

"Temen doang,

"Gue kan gak minta lebih."

"Kecuali kalo lo udah nyaman sama gue.."

"Cki berisik!"

"Bolehkan al??"

"Ndak."

"Yaudah deh,temen dekat aja,"

"Nggak,"

"Temen setengah dekat?"

"Nggak,"

"Setengah jauh?"

"Nggak,"

"Temen...jauh??"

"Nggak,"

"Loh trus maunya apaa??

"Lo usah muncul di dekat gue! Bisa?" Alva bangkit meraih gitarnya, meninggalkan tempat itu dan Naisa yang sekarang udah menahan sesak dadanya.

Alvaro memang jahat banget, tega buat cewek seimut Naisa sesak dada.

"Alva tungguin!" tapi nyali Naisa memang gak sekecil tubuhnya.

"Alva lo mau kemana!!"

"Gue ikut!! Gue terpaksa bolos karna pengen temenan sama lo nih!"

"Gak usah ikut!" sahut Alva galak dari kejauhan, malas mendengar Naisa.

Naisa berhasil menyamai langkahnya Alva, tapi bentar doang karna langkah Alva terlalu cepat darinya.

Nafas Naisa ngos-ngosan hampir sesak karna berlari begitu cepat.

"Alvar..!! Gue.. Kecapeann!!" serunya kelelahan menetralkan nafas.

"Al.. Va..."

Alva mendengar suara Naisa yang perlahan mengecil, ia menghentikan langkah lalu menoleh ke belakang.

Dilihatnya gadis tadi tengah berlutut di aspal, seperti sesak nafas.

Alva memutar langkah kembali menuju Naisa yang kayaknya mau pingsan itu.

"Kenapa lo?" tanya Alva sedikit cuek.

"Gue..gak.apa-apa..kok," jawab Naisa pelan.

Alva masih diam sambil terus meneliti apakah perkataan gadis itu benar.

"Bantuin dong.." Naisa mengulurkan tangan ke atas di depan Alva.

"Al.." kata Naisa lagi memelas.

"Ck, sini!" Alva dengan terpaksa memberi tangannya ke tangan Naisa, gadis itu berbinar semangat memegang tangan Alva yang kokoh dan kuat.

Naisa pun berdiri dengan sekuat tenaga, Alva segera melepaskan pegangan nya.

"Gue gak apa-apa kok Al,"

"Gue cuma terlalu semangat aja ngejar lo,"

"Gue masih sanggup kok lari berapa kilometer lagi..."

"Asalkan garis finish nya lo."

"Udah?" sahut Alva masih dingin.

"Apanya??"

"Semangatnya,"

"Masih!!!"

"Ayo jalan! Biar gue kejar lagi!!" serunya benar benar semangat membuat Alva memandang cewek aneh ini dengan heran, apakah otak cewek ini dia taroh di dengkul?

"Aneh!" Alva melanjutkan langkahnya.

"Alva!!"

"Apa lagi?"

"Gue susah jalan nih."

"Trus?"

"Gendong dong!!"

"Jangan mimpi lo!"

"Ihh Alva jahat!"

"Tapi gue suka!!!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status