Share

Bab 8

Author: Sunshine
“Kau bicara seakan kau bisa kalahkan aku. Kau kira kau siapa? Sok jago!”

Candra berkata sambil menyeringai, “Aku rasa kau nggak pernah main ini.”

Dia yakin hanya orang kaya yang mampu beli mainan semahal itu dan Alvaro jelas tampak nggak mampu membelinya.

“Setiap hal pasti ada pertama kalinya, ‘kan?” Alvaro mengangkat bahu dengan santai.

Candra tertawa dengan meremehkan.

Tampaknya dia bakal memenangkan pertandingan ini.

Candra memutar gelang pintarnya dan munculah rumah mewah dengan hologram 3 dimensi.

“Rumah di bagian barat Kota Vilego ini milikku. Aku taruhkan rumahnya. Kalau kau kalah, kau harus cerai dengan Siti.”

Candra membeli rumah itu dengan tabungannya sendiri. Tempat yang dianggap sempurna untuk mengajak Siti bermalam dan letaknya pun nggak jauh dari rumah Siti. Candra bahkan sudah membayangkan punya dua anak bersama Siti di sana.

Candra mengeluarkan rumah terbaiknya karena dia merasa nggak mungkin kalah dari pemula.

“Baik,” balas Alvaro dengan tenang.

“Kalau gitu, tunggu apa lagi? Semakin cepat kau cerai dengan Siti semakin baik.”

Alvaro berdiri dan berkata, “Di mana aku mulai permainannya?”

Semua orang memandangnya seperti orang bodoh dan mulai tertawa.

“Dia benar-benar pemula!”

“Dia bahkan nggak tahu gimana mulai permainannya!”

“Bodoh sekali! Aku nggak sabar melihat dia memohon ampun!”

Mereka semua adalah teman dan penggemar Candra. Tentu saja mereka memihaknya.

“Pak Alvaro.” Tiba-tiba terdengar suara manis, “Mohon ikuti aku. Aku Melani, pelatih pribadimu.”

Alvaro menoleh dan melihat seorang wanita berusia awal tiga puluhan. Wanita itu tampak cantik, muda dan berpengalaman.

Kecantikannya yang memesona itu klasik dan abadi. Kulitnya bersinar dan postur tubuhnya anggun dan elegan.

Keberadaannya begitu memikat, menarik kekaguman dan rasa hormat sekaligus dari semua orang.

“Nggak mungkin!”

“Nona Melina jadi pelatih pribadi pemula?”

Semua orang kaget.

Melina adalah manajer umum Klub Nobela di Kota Vilego, pemegang otoritas tertinggi di sana.

Bahkan Candra pun cuma dilatih oleh instruktur saja.

Nggak ada orang yang menyangka Melina, seorang manajer umum akan menyediakan layanan ini.

Alvaro mengikuti Melina ke bagian kanan podium.

Seseorang bertanya dengan kaget, “Gimana dia bisa dapatkan layanan ini?”

Namun, nggak ada orang yang menjawab pertanyaannya.

Siti juga terkejut.

Candra yang nggak pernah mendapatkan layanan ini berkata dengan iri, “Ini bukan soal layanan, tapi tentang apa dia bisa bertarung atau nggak.”

Alvaro yang berada di ruangan besar bersama Melina menuntut, “Jelaskan apa tujuanmu.”

Melina segera membungkuk dan berkata, “Maafkan aku, Pak. Aku berjanji nggak akan mengungkap identitasmu. Anda telah memperoleh status keanggotaan premium tertinggi kami. Setiap kali Anda datang ke Klub Nobela, pelatih terbaik kami akan langsung mendapat notifikasi dan ditugaskan untuk Anda, yaitu aku. Ini bagian dari kebijakan manajemen.”

Alvaro menganggukkan kepalanya dan berkata, “Ajar aku menggunakan mesin ini.”

Melina membuka koper yang dibawanya dan berkata, “Ini adalah kostum khusus untuk anggota premium dengan tingkat sensitivitas 100 persen dan banyak fungsi lainnya.”

“Jangan banyak bicara. Katakan saja apa yang harus kulakukan.”

Melina mengangguk dan berkata, “Mohon lepaskan baju Anda dan pakai kostum ini.”

Alvaro melepaskan kemejanya, memperlihatkan otot-otot sempurna yang dihiasi beberapa bekas luka pedang. Melina membantunya memakai kostum itu, lalu wajahnya memerah saat menatap tubuh Alvaro yang sempurna.

Melina tahu Alvaro kaya dan ganteng, merupakan lelaki idaman, tapi Alvaro lebih muda darinya.

“Kostum ini akan menutupi tubuh Anda dan memberi Anda sensasi nyata dalam permainan virtual.”

Melina menekan beberapa tombol di ruang kontrol, lalu tiba-tiba hologram Candra muncul di arena ruang mereka dan bersiap-siap untuk bertarung.

“Anda bisa memilih senjatamu di dinding dan bertarung dengan hologram di sini. Nanti akan terasa seperti pertarungan yang sesungguhnya.”

“Aku tahu pertarungan yang sesungguhnya,” ucap Alvaro sambil memasuki arena dengan pedang satu tangan.”

Candra sebagai hologram mengirim pesan suara pada Alvaro, “Mari kita letakkan taruhan secara online, jadi nggak ada yang bisa ingkar janji. Kalau aku kalah, kau akan dapatkan rumahku. Kalau kau kalah, kau akan cerai.”

“Oke, nggak masalah.”

Melina sedang mempersiapkan yang terbaik saat Alvaro bertanya, “Apa kostum ini dilengkapi dengan pemberat gravitasi?”

“Iya, pengaturan kostum akan meningkatkan gravitasi untuk latihan.”

“Beri aku gravitasi lima kali lipat. Aku mau bertarung dengannya dalam kondisi itu.”

“Baik.” Melina menyetujuinya. Pada saat yang bersamaan, Candra menerima undangan, “Lawanmu ingin menggunakan gravitasi lima kali lipat untuk dirinya. Apa kau mengizinkannya untuk pertarungan ini?”

Candra membacanya berulang kali dan hampir tertawa.

Pemula ini sama sekali nggak tahu apa-apa, atau dia nggak sengaja pencet tombol yang salah sih? Candra segera menekan tombol iya, meskipun dia tahu itu akan memperlambat gerakan Alvaro lima kali lipat.

Di luar ruangan, orang-orang memperhatikan tengah-tengah arena tempat dua hologram berdiri.

Alvaro sama sekali nggak bergerak.

Dia bahkan nggak punya posisi awal bertarung yang tepat.

“Lihat, pecundang itu berdiri di sana kayak orang bodoh.”

“Aku yakin dia 200 persen pemula. Canggung sekali.”

“Kalau dia menang, aku akan siaran langsung makan sepatuku.”

“Siti, aku yakin Candra bakal habisi dia dalam satu serangan saja,” ucap Lora sambil tersenyum girang. Seolah-olah dia sudah meramalkan kekalahan Alvaro.

“Candra!” Banyak orang meneriakkan namanya.

Candra lalu mulai menyerbu ke arah Alvaro dengan pedangnya.

“Iya, betul! Ayo, Candra! Tendang dia!”

Pada detik berikutnya, tulisan di layar menunjukkan, “Alvaro menang.”

“Apa?”

“Nggak mungkin! Mana mungkin?”

Semua orang kaget.

Sementara Alvaro masih berdiri di sana, bahkan menguap dengan pedang yang masih tak dipakai di satu tangan.

Sementara itu, Candra terbaring di lantai dengan lemas dan lemah.

Gimana tubuh Candra bisa terbelah dua? Apa yang terjadi?

Semuanya nggak masuk akal. Mereka bahkan nggak lihat apa-apa.

“Babak kedua!”

Candra juga nggak tahu apa yang terjadi.

Dia menenangkan dirinya dan bertekad untuk nggak terburu-buru.

Dia mendekati Alvaro yang masih sedang menguap.

Saat Candra menghunuskan pedangnya, pedang Alvaro sudah memotong kepalanya dengan cepat sebelum Candra sempat mengangkat pedangnya.

“Dua kemenangan dari tiga babak. Alvaro memenangkan taruhannya!” Sistem mengumumkan.

'Apa?'

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Lys Viss
wahh mantapp
goodnovel comment avatar
Ismail
bagus sekali
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Alvaro, Sang Penguasa Dunia   Bab 389

    Alvaro bisa saja membunuh para preman itu tanpa bersusah payah, tapi dia datang ke sini bukan untuk mereka.Dia membutuhkan Marwan, dan masih ada hal-hal lain yang tidak dia ketahui. Jadi, alih-alih terpancing, dia duduk di lantai, kakinya terentang, setenang batu.Para preman itu melirik ke arahnya, mengamatinya, lalu mengabaikannya.Perhatian mereka beralih ke rekan-rekan Marwan lainnya, entah itu para pengawal, klien, atau siapa pun mereka.Tujuh dari mereka dipaksa berlutut. Alvaro tetap di sudut, diam memperhatikan.Pria tua itu mengalihkan pandangannya ke Marwan, bibirnya melengkung membentuk seringai kejam."Hei, berandal. Bukankah kau bertingkah sangat arogan tadi? Merampas wanitaku? Mengancam akan mematahkan lenganku?"Dia melemparkan pentungannya ke lantai di depan Marwan. "Nah, ini kesempatanmu. Lakukan. Patahkan lenganku."Marwan memaksakan senyum lemah. "Itu salah paham. Dia melirikku sebentar, jadi aku lupa dia sedang bersama siapa. Aku bodoh.""Bagaimana kalau begini, ak

  • Alvaro, Sang Penguasa Dunia   Bab 388

    "Tembak dia!" Suara-suara berkumandang, senjata diacungkan ke segala arah."Siapa pun yang membunuhnya akan mendapatkan uangnya!"Puluhan senjata berayun ke arah Alvaro. Namun, saat peluru beterbangan, kekacauan melanda kerumunan."Berhenti menembak! Kalian menembaki anak buah kalian sendiri!" teriak seseorang, tepat sebelum peluru nyasar menembus dadanya.Tembakan menderu dari segala arah, peluru-peluru memelesat ke sasaran yang salah.Alvaro bergerak bagai hantu, meliuk-liuk di tengah badai.Setiap tebasan, setiap langkah menghindar, amarah mereka berbalik menyerang diri mereka sendiri.Pedang-pedang meleset darinya dan menebas sekutu. Peluru-peluru mengoyak tubuh-tubuh yang seharusnya menjadi rekan.Semakin mereka bertarung, semakin mereka saling menghancurkan.Orang-orang berjatuhan di tempat mereka berdiri, beberapa mencengkeram luka, yang lain jatuh tak bernyawa dengan tembakan tepat di kepala.Keadaan berubah menjadi kekacauan. Darah, jeritan, dan tembakan kawan sendiri mengubah

  • Alvaro, Sang Penguasa Dunia   Bab 387

    Keesokan paginya, Alvaro duduk menonton berita, matanya menyipit saat pembawa berita melaporkan kerusuhan yang mengguncang Kota Raspadi.Semua orang membicarakan Julian.Mereka bilang dia telah berubah setelah kematian putranya dan cedera yang dialami istrinya.Sekarang dia sedang "bersih-bersih rumah", membasmi para pejabat korup yang berusaha menjatuhkannya.Spekulasi menyebar seperti api.Untuk menjawab panggilan Julian, para loyalis lama, yaitu orang-orang yang pernah berjuang bersamanya dalam pemberontakan untuk menggulingkan gubernur tiran, bangkit kembali.Kota Raspadi sedang menyaksikan badai, Julian mempererat cengkeramannya pada kekuasaan."Alvaro! Alvaro! Ada sesuatu yang terjadi!"Suara Joselin terdengar tajam dan mendesak saat dia bergegas menuruni tangga.Hari sudah siang, tetapi dia baru saja keluar dari kamarnya. Dia belum pernah bangun setelat ini sebelumnya."Ada apa?" tanya Alvaro, perutnya menegang."Ada ... sesuatu di dalam diriku." Dia menunjuk perutnya, wajahnya

  • Alvaro, Sang Penguasa Dunia   Bab 386

    Wajah Kapolres makin memucat."Nggak .... Maksudku, ya! Ya, Anda berani menarik pelatuknya.""Nggak." Julian menghela napas pelan, tampak lelah. "Aku nggak berani. Tahu kenapa?""Saya ... saya nggak tahu, Gubernur. Mohon pencerahannya.""Kali terakhir aku membunuh adalah saat masa pemberontakan 40 tahun lalu. Orang itu adalah pendahuluku, Gubernur kala itu. Aku bersumpah kepada semua orang bahwa darahnya akan menjadi hal terakhir yang kutumpahkan, semuanya demi kedamaian Kota Raspadi."Kapolres mengangguk dengan cepat, berusaha sebaik mungkin agar tidak salah bicara. "Ya, ya, Gubernur. Anda benar. Membunuh itu sia-sia, terutama kalau yang dibunuh adalah saya ....""Tapi aku keliru," tukas Julian, suaranya rendah dan berat."Saat aku menjabat, masyarakat diam-diam menyebutku lemah karena mengabaikan cemooh-cemoohan yang mengarah padaku begitu saja, karena aku nggak menghukum para bajingan yang bertingkah seolah aku buta, seolah aku adalah gubernur payah yang duduk di atas takhta yang ra

  • Alvaro, Sang Penguasa Dunia   Bab 385

    Bastian F. Pranata adalah Wakil Gubernur Kota Raspadi.Di usia 50, dia masih dianggap muda untuk seorang politisi dan ambisi yang sejak dulu dia pegang tidak pernah luntur. Dia mengincar kursi Gubernur.Namun, mimpi itu tidak pernah terwujud.Julian, sang Gubernur yang tak tergoyahkan, masih memenangkan hati rakyatnya.Setiap kali Bastian mencoba meyakinkan rakyat bahwa Kota Raspadi membutuhkan pemimpin yang lebih muda dan kuat untuk membawa kota mereka maju ke era persenjataan dan teknologi modern daripada bertahan pada konsep agraris yang sudah ketinggalan zaman, mereka selalu mengabaikannya.Hanya para generasi muda yang mau mendengarnya."Wisnu, kau pasti bisa jadi gubernur yang hebat," kata Bastian padanya lagi dan lagi. "Ayahmu sudah tua. Sudah saatnya kau memintanya untuk pensiun."Bastian tidak pernah melewatkan kesempatan untuk menyulut ambisi Wisnu, membisikkan racun ke telinganya, mendorongnya menuju takhta.Namun, Bastian tahu kebenarannya. Wisnu sama sekali tidak berguna.

  • Alvaro, Sang Penguasa Dunia   Bab 384

    Alvaro tertegun mendengar ucapan terakhir Lusiana."Dokter!" teriaknya, lalu mendorong Joselin ke depan dokter itu. "Tes darahnya. Sekarang! Mungkin kita masih punya kesempatan!"Sang dokter mengernyit, tampak masih ragu. "Apa Anda yakin?""Nggak," balas Alvaro cepat. "Tapi kalau memang benar mereka keluarga, harapan masih ada. Atau mungkin keajaiban. Kecuali kau punya jalan keluar lain yang lebih baik."Dokter itu melirik ke arah Julian yang sedang mengangis tersedu-sedu, lalu ke arah Lusiana yang sudah tak sadarkan diri.Saat itu juga, dia sadar, mereka sedang berpacu dengan waktu.Ini sama dengan pertaruhan. Berisiko, tetapi layak dicoba."Baiklah," katanya, lalu membawa Joselin ke lab. "Lebih baik mencoba daripada nggak sama sekali."Sementara itu, Alvaro berlutut di samping Lusiana, lalu menggenggam tangannya yang lemas.Kemudian, dia mengalirkan tenaga dalamnya ke tubuh Lusiana, membantu jantungnya untuk tetap bertahan. Saat ini, Julian masih berdiri di sampingnya, air mata tidak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status