Home / Romansa / Amanda / Ketakutan Amanda

Share

Ketakutan Amanda

Author: Sofia Grace
last update Last Updated: 2021-03-29 18:40:10

Amanda mengangguk membenarkan dan berkata, “Sepertinya begitu.”

           

“Lalu kalian besok Sabtu siang ngapain ketemu di K-Mall?”           

           

“Mencarikan gaun ulang tahun untuk Celine. Bulan depan dia akan merayakannya di sekolah.”

           

Sepasang mata Fanny terbelalak lebar. “Buat apa mengajakmu segala? Memangnya mau beli gaun macam apa?”

          

“Gaun kuning Princess Belle itu lho, tokoh utama Beauty and the Beast.”

           

“Tinggal cari di online shop apa susahnya?”

           

“Omanya Celine trauma beli baju online. Katanya beberapa kali beli ternyata nggak sebagus di foto. Akhirnya sia-sia saja karena cucunya nggak mau pakai.”

           

“Yah, risiko beli barang online kan gitu. Kita semua pasti pernah mengalaminya, kan?”

           

Amanda mengangguk setuju. Sementara itu Fanny yang merasa penasaran masih mencecarnya dengan berbagai pertanyaan. Gadis itu terpaksa menjawabnya meski dengan ogah-ogahan daripada nanti ponselnya direbut kembali. Setelah puas mendengar jawaban-jawaban Amanda, sahabatnya yang berambut keriting sebahu itu merenung sejenak. Kemudian dia berkata lirih, “Man….”

           

Yes?”

           

“Dari ceritamu tadi aku kok merasa kamu ini dijebak omanya Celine, ya?”

           

“Dijebak?”

           

“Iya. Dijebak masuk ke dalam perangkap….”

           

“Perangkap apaan?”

          

“Perangkap perjodohan! Hahaha….”

          

"Gila, lu. Dia itu neneknya muridku.”

           

“Terus kenapa? Kan papanya Celine udah lama menduda.”

           

“Yah, memang. Tapi masa mau dijodohin sama wali kelas anaknya, sih?”

           

“Kenapa nggak? Bukankah katamu Celine suka banget sama kamu? Sering meluk dan nyium kamu. Kalau lagi rewel di sekolah, cuma kamu yang bisa meredakan tangisnya. Nenek mana yang nggak luluh hatinya dan mau menjadikanmu sebagai menantunya?!”

           

“Yang kamu katakan tadi kan memang sudah menjadi kewajibanku sebagai seorang guru. Omanya Celine nggak akan berpikir sejauh itu.”

           

“Lha, kamu cerita sendiri tadi kalau dia pamer-pamerin anaknya. Katanya papanya Celine itu sudah mapan secara ekonomi, meneruskan pabrik kosmetik milik keluarga, bla-bla-bla…. Apa itu coba kalau nggak berusaha menjodohkan kalian berdua?”

           

Amanda termenung mendengar pendapat Fanny yang terdengar masuk akal. Terus terang dia merasa tidak keberatan kalau hal itu memang terjadi. Pertemuan pertamanya dengan Joshua menimbulkan kesan yang mendalam di hatinya. Tapi…ah, umur laki-laki itu sudah tiga puluh tujuh tahun. Kalaupun mereka akhirnya menjalin hubungan istimewa, pastilah akan segera mengarah ke ikatan yang lebih serius, yaitu pernikahan. Aduh, padahal itulah hal yang paling kutakuti! batin gadis itu cemas. Aku takut menikah!

           

Fanny yang memperhatikan perubahan ekspresi wajah sahabatnya dari ceria menjadi suram seolah-olah dapat membaca isi hati gadis cantik itu. Dia sudah tujuh tahun menjadi teman baik Amanda. Semenjak berkenalan di rumah kos yang sama sewaktu kuliah dan kemudian pindah ke tempat kos yang baru ini saat sudah bekerja. Hampir semua persoalan hidup yang dihadapi gadis itu diceritakan kepadanya. Demikian pula dengan dirinya yang juga suka curhat dengan Amanda.

           

“Kamu sebenarnya suka sama Pak Joshua itu kan, Man?”

           

Amanda menundukkan wajahnya. Dia tahu tak ada gunanya berbohong kepada teman karibnya ini. Hubungan mereka berdua sudah sangat dekat layaknya saudara kandung.

           

“Kalau memang suka, ya udah…ikutin aja skenario mamanya. Biar besok siang kamu  kuantar ke K-Mall. Pakai baju yang keren, biar papanya Celine itu terpesona. Hahaha….”

           

“Sinting.”

           

“Eh, ngasih saran baik-baik kok malah dimaki-maki.”

           

“Kamu kan tahu aku takut pacaran serius, Fan. Umurnya Pak Joshua sudah tiga puluh tujuh tahun. Nggak mungkin mau pacaran lama-lama.”

           

“Berarti kamu sendiri mau pacaran lama-lama sama dia?”

           

Amanda melotot sebal. Fanny terkekeh geli. Lalu dia  merubah sikap usilnya dan berbicara lebih serius.

           

“Apa kamu masih trauma dengan masa kanak-kanak dan remajamu, Man?” tanya gadis itu berempati.

           

Gadis berambut ikal panjang di hadapannya mengangguk dan tersenyum getir. Sorot matanya tampak sendu. Fanny merengkuh sahabatnya dan menepuk-nepuk punggungnya lembut.

           

“Semuanya telah berlalu, Manda. Sudah beberapa tahun ini kamu hidup mandiri dan bebas menentukan jalan hidupmu. Jangan sampai masa lalu yang kelam menghambatmu untuk meraih kebahagiaan.”

           

“Aku takut menikah, Fan. Takut aku akan menjadi seperti mamaku. Kejam dan tak berperasaan….”

           

“Kamu sudah membuktikan dirimu sebagai seorang guru yang baik dan mencintai anak-anak. Kamu sama sekali tidak mewarisi kekejaman mamamu, Manda. Percayalah….”

           

“Aku adalah darah dagingnya, Fan. Sedikit banyak aku mewarisi sifat-sifatnya!”

           

“Ya, betul. Kurasa kamu mewarisi sifat keras kepalanya. Hehehe….”

           

“Jangan bergurau. Aku serius ini.”

           

“Aku juga serius, Man. Selama tujuh tahun kita bersahabat, hanya dua kali aku melihatmu berpacaran. Dan dua-duanya kandas dalam waktu nggak sampai setahun. Padahal kulihat cowok-cowokmu itu orang baik-baik dan sayang sekali sama kamu. Apa nggak sayang kamu putusin mereka begitu saja? Nggak terasa kita sekarang udah berumur dua puluh lima tahun, lho. Pilihan laki-laki baik-baik di luar sana semakin sedikit karena sudah diambil gadis-gadis lain yang lebih muda.”

           

Amanda berbalik memandang sahabatnya dengan sorot mata berempati. “Kamu sepertinya sudah siap membangun sebuah hubungan yang serius ya, Fan?”

           

Sahabatnya itu mengangguk mantap. “Aku udah lelah melanglang buana dari satu lelaki ke lelaki lainnya, Man. Udah jenuh bermain-main. Sekarang udah waktunya untuk sungguh-sungguh berkomitmen. Sayangnya di saat aku sudah siap seperti sekarang, belum ada satu cowok pun yang nongol.”

           

Amanda tercenung. Gadis berkulit sawo matang, berambut keriting, dan bertubuh sintal di depannya ini dulu memang termasuk primadona di kampus maupun di tempat kos mereka. Tak terhitung jumlah mahasiswa yang mengejarnya. Setiap akhir pekan Fanny selalu bergonta-ganti pasangan untuk sekedar makan, nonton bioskop, ataupun jalan-jalan di mal. Amanda sebaliknya justru agak menjaga jarak dengan kaum adam sehingga tidak banyak laki-laki yang mendekatinya.

           

Hanya ada  dua orang pemuda yang pernah menghiasi hari-harinya dulu, seperti yang tadi disebutkan Fanny. Pemuda yang pertama adalah seniornya di kampus pada jurusan yang berbeda. Amanda menerimanya sebagai kekasih sebenarnya hanya sekedar ingin tahu bagaimana rasanya berpacaran. Laki-laki itu sangat baik kepadanya dan tak pernah bersikap tidak sopan. Melihat kebaikannya, gadis itu jadi merasa bersalah dan akhirnya memutuskan sepihak hubungan mereka selang enam bulan kemudian.

           

Pemuda yang kedua adalah kawan sekelasnya di kampus. Semula mereka berteman baik karena sering mengerjakan tugas bersama. Ketika laki-laki itu menyatakan cintanya, Amanda merasa tidak enak hati untuk menolaknya. Dengan terpaksa diterimanya pemuda itu sebagai kekasihnya dan diputuskannya dengan baik-baik setelah mereka lulus dari kelas tersebut. Gadis itu lalu sengaja mengambil mata kuliah yang jam-jamnya sekiranya tidak akan diambil laki-laki itu di semester berikutnya. Sepertinya Tuhan merestui niatnya itu. Amanda sama sekali tidak sekelas dengan mantan kekasihnya lagi.

Selang beberapa bulan kemudian, ia melihat pemuda  itu bergandengan tangan dengan adik kelas mereka di kampus. Laki-laki itu agak kikuk saat mengetahui keberadaan Amanda, sementara gadis itu justru merasa sangat lega melihat mantan pacarnya itu menemukan perempuan lain sebagai pengganti dirinya.

             

           

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Amanda   Malam Pertama

    Malam harinya Amanda membacakan cerita untuk Celine sebelum tidur. Ditemaninya anak itu sampai terlelap. Lalu dikecupnya pipi mungil yang menggemaskan itu dan keluarlah ia meninggalkan kamar tersebut. Perempuan yang sudah resmi menjadi seorang istri itu lalu melangkah masuk ke dalam kamar yang selama ini ditempati Joshua sendirian. Dengan jantung berdegup kencang dibukanya pintu kamar. “Mas Josh,” sapanya sembari mencari-cari sosok suaminya di dalam ruangan yang terang benderang. Tak ada jawaban. Orang yang dicarinya tak kelihatan batang hidungnya. Diperiksanya kamar mandi, tak tampak secuil pun bayangan Joshua. Di mana ya, suamiku? tanya Amanda dalam hati. Dia lalu keluar dari kamar mandi. Pandangannya mulai berkelana ke sepanjang

  • Amanda   Kemenangan dan Kekalahan

    Selanjutnya Tante Beatrice dan Tante Bianca bersatu-padu menggugat Arnold atas pasal tindakan penganiayaan. Mereka sepakat mengeluarkan sejumlah besar uang agar kasus tersebut tidak diberitakan oleh media. Bukti-bukti banyak yang memberatkan tersangka hingga menyebabkan statusnya berubah menjadi terdakwa. Kesaksian Joshua turut meyakinkan hakim bahwa terdakwa mempunyai kecenderungan melakukan penyiksaan terhadap kaum wanita.Setelah menjalani persidangan selama beberapa bulan, akhirnya hakim menjatuhkan hukuman tiga belas tahun penjara. Arnold yang kondisinya tak lagi terawat seperti dulu akibat lama meringkuk di sel rumah tahanan, tidak terima terhadap keputusan hakim.“Keputusan hakim tidak adil. Saya mau naik banding! Naik banding!” teriaknya histeris. Kuasa hukum yang diperolehnya secara cuma-cuma dari negara hanya memandang tak berdaya ketika kliennya itu diringkus

  • Amanda   Menjenguk Tante Beatrice

    Keesokkan harinya Amanda dijemput mobil travel pukul enam pagi. Setelah mengikuti rute sang sopir menjemput penumpang-penumpang di Malang dan menurunkan mereka di alamat-alamat yang dituju, akhirnya tibalah saatnya gadis itu diantarkan ke rumah Joshua.Kedatangannya langsung disambut hangat oleh sang kekasih. Oma Merry sedang menunggui Celine di sekolah. Joshua segera mengajak gadis itu memasuki kamar kerjanya. Sesampainya di ruangan yang cukup besar itu, laki-laki yang dilanda kerinduan teramat sangat itu segera menutup pintu. Direngkuhnya gadis yang selalu menghiasi mimpi-mimpinya tiap malam itu dalam pelukan hangatnya.“Aku kangen banget, Manda,” ucapnya lembut seraya membelai-belai rambut ikal harum sang pujaan hati. Ditengadahkannya wajah cantik itu dan diciuminya dengan penuh hasrat. Bibir mereka saling be

  • Amanda   Rencana Membujuk Joshua

    “Bagaimana, Nona Amanda? Barangkali ada hal-hal yang kurang dipahami? Saya akan menjelaskannya lagi jika tidak keberatan….”Yang ditanya menggeleng pelan. Sambil tersenyum simpul, gadis cantik itu menyahut, “Saya sudah memahami semuanya, Bapak Petrus. Saya pribadi bersedia membantu Tante Beatrice. Mengenai Mas Joshua bersedia atau tidak memberikan kesaksian, mohon beri saya waktu untuk membujuknya. Karena ini berkaitan dengan aib rumah tangganya yang dulu menimbulkan kepedihan teramat besar bagi dirinya. Saya harus sangat berhati-hati agar luka hatinya yang sudah sembuh tidak menganga lebar kembali.”Petrus mengangguk tanda mengerti. Memang tak mudah bagi seorang suami untuk membuka aib keretakkan rumah tangganya di depan orang lain. Sambil tersenyum bijaksana, kuasa hukum Beatrice itu berkata bijak, “Terima kasih banyak atas kesediaan Nona Amanda membantu kami. Saya percaya orang baik seperti Nona

  • Amanda   Sang Pengacara Menemui Amanda

    Pagi itu Amanda sedang berada di rumah. Ia baru saja selesai sarapan bersama ayahnya dan hendak berangkat ke rumah sakit untuk menggantikan Valerie menjaga ibu mereka. Tiba-tiba ponselnya berbunyi karena telepon dari nomor tak dikenal.“Halo?” sapa gadis itu ramah. Lalu terdengar sebuah suara berat seorang laki-laki dewasa, “Maaf, apakah saya sedang berbicara dengan Nona Amanda?”“Betul, saya sendiri. Ada keperluan apa, ya?” tanya Amanda heran. Caranya bicara bukan seperti orang yang mau menawarkan kartu kredit atau pinjaman tunai, komentarnya dalam hati. Gadis itu sudah terbiasa menerima telepon dari tenaga-tenaga pemasaran produk-produk semacam itu.“Oh, Nona Amanda sendiri? Kenalkan. Saya Petrus, pen

  • Amanda   Dendam Tante Beatrice

    Tante Beatrice melongo. Tak diduganya suaminya bermaksud menjodohkannya dengan sahabat baiknya sendiri. Dan yang paling mengejutkan adalah…ternyata orang itu sudah lama menaruh hati pada dirinya! Pikiran wanita yang sedang yang kacau balau tak sanggup menerima kenyataan ini. Ditatapnya laki-laki berbadan tinggi besar dan berwajah kasar itu dengan garang.“Keluar kau sekarang! Keluar! Kalian para lelaki memang tak bisa dipercaya. Aku kecewa dengan kalian semua! Pergi kau, pergi!” teriaknya mengusir Petrus.Suaranya yang histeris ternyata terdengar sampai ke luar kamar. Seketika seorang dokter dan dua perawat datang menengoknya. “Ada apa, Bu Beatrice. Apakah Ibu merasa kesakitan?” tanya sang dokter cemas. Seharusnya obat yang diberikannya tadi sudah mampu meredakan rasa sakit pada wajah si pasien.“Saya sakit hati melihat orang ini, Dokter!” seru pasiennya seraya menunjuk-nunjuk k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status