Arum masih merasa geram setelah ia tidak sengaja bertemu dengan Renata. Wanita perebut suami orang, dia tidak layak bahagia di atas penderitaan orang lain. Terlebih menikmati harta yang bukan hak dia. Begitu percaya diri berbicara akan menikmati harta Surya.
Sehebat apa pun seorang laki-laki, jika ia belum berkeluarga, pasti ada wanita hebat di belakangnya, yaitu seorang ibu. Jika ia sudah berkeluarga, pastilah akan ada doa istri yang menyertai dia kemana pun berada. Rezeki suami adalah rezeki istri, lewat doa-doanya yang mendatangkan rezeki untuk sang suami.
Surya seakan lupa. Larena doa seorang istri rezekinya kini berlimpah. Sebelumnya, ia hanya karyawan biasa yang memegang jabatan staf akunting. Sedangkan setelah menikah dengan Arum, dua tahun kemudian ia diangkat menjadi Manager Keuangan. Arum mengehala napas panjang, dia kembali bergegas memasuki kantor Dani.
"Permisi, bisa saya bertemu dengan Pak Dani?" tanya Arum pada resepsionis.
"Sudah buat janji?" tanya wanita yang berada di belakang meja.
"Sudah, saya Arum."
Tidak lama wanita di hadapannya menelepon seseorang dan setelah itu meminta Arum masuk ke ruangan Dani.
Suasana ruangan itu masih sama seperti dulu, Dani sangat menyukai warna cokelat, juga bunga mawar yang selalu ada di meja kerjanya, tetapi sekarang ada yang berbeda yaitu foto sang istri yang terpajang di dinding menambah sempurna tempat itu.
"Pagi, Pak," sapa Arum.
Dani pria keturunan cina itu memandang tidak percaya. Arum mantan karyawan yang sangat dipercayainya kini berada di hadapannya. Beberapa tahun kemarin, bahkan belum lama juga dia terus membujuk agar Arum kembali bekerja. Namun, Arum selalu menolak setiap tawaran dengan gaji yang sangat tinggi.
"Pagi, sudah lama kita tidak berjumpa. Kenapa kamu lebih berisi?" tanyanya dengan nada mengejek.
"Bilang saja saya gemuk, Pak," ucap Arum sedikit kesal dengan ejekan Dani.
"Bukan saya yang bilang, loh." Pria berkulit putih dengan kerutan di wajah tertawa tanpa suara. Ia masih sama, suka meledek.
"Sama saja, menjurus, Pak." Wajahnya masam saat Dani bercanda garing.
Suasana sedikit mencair tak kala Dani masih seperti dulu. Humoris, baik dan perhitungan. Arum paling tidak suka dengan sifat bos yang satu iti. Dani pelit dalam soal keuangan, saat dia menawarkan gaji lebih besar, ia sangat sangsi mengingat begitu perhitungannya dia.
Dani memulai membahas pekerjaan, tidak semudah yang Arum pikirkan ketika akan bergabung kembali di dalam kantor akuntan publik milik Dani. Arum harus kembali mengerjakan tes untuk meyakinkan pria itu jika dirinya masih layak untuk bergabung dengan mereka.
Arum mengikuti tes, ia di tugaskan mengoreksi satu data keuangan milik perusahaan kecil. Banyak hal yang wanita itu lupa, tapi ia berusaha mengingat kembali. Perlahan dan akhirnya pikirannya terbuka.
"Saya diterima kembali, Pak?" tanyanya dengan tidak percaya dengan mendekap berkas lamarannya.
"Iya, kamu masih sangat berkualitas. Selamat bergabung, mulai besok kamu kembali menjadi bagian dari kantor ini. Selamat bergabung kembali," kata pria yang sudah resmi menjadi bosnya kini.
"Iya, Pak terima kasih. Sebelumnya saya mau bertanya, apa Pak Dani tahu kantor Pak Bayu?" Malu dengan pertanyaannya Arum kemudian berpura-pura menunduk.
"Bayu pengacara itu?"
"Iya."
**
Setelah Dani memberikan alamat kantor Bayu, Arum tidak menyia-nyiakan waktu. Ia berharap bisa bertemu dan membicarakan masalah perceraiannya dan masalah phak asuh anak. Senyum semringah terhias di bibir saat dia menginjakkan kaki di kantor advokat itu. Tertulis jelas nama kantor itu, Kantor Advokat Bayu Bagaskara & Partners.
Langkahnya terhenti saat dia mulai ragu karena pernah ada sesuatu yang tertunda. Takut jika pria itu tidak mau membantunya. Ia terdiam memikirkan berapa bayaran yang akan dimintanya nanti. Kembali Arum melangkah masuk dengan niat yang insyallah akan membuahkan hasil.
"Bisa saya bertemu dengan Pak Bayu?"
"Sudah ada janji?"
"Belum, Mba."
"Maaf, Mba, jika ingin bertemu dengan Pak Bayu, harus buat janji terlebih dahulu. Pak Bayu sekarang ini sedang sibuk dengan banyak kasus," ujar resepsionis itu menjelaskan
"Oh, begitu, ya begini saja, Mba. Sampaikan, saya Arum teman lamanya mencari dia. Ini saya tinggalkan nomer ponsel saya," ujar Arum sembari menuliskan nomer ponsel di sebuah kertas.
Wanita di hadapannya hanya mengangguk menerima secarik kertas yang diberikan Arum. Langkahnya terasa berat saat meninggalkan kantor itu. Rasanya ia ingin menunggu Bayu. Namun, ia mengurungkan niatnya dan memilih kembali pulang, karena besok adalah hari pertamanya mulai kembali bekerja. Ia juga tidak ingin mengecewakan Dani yang sudah menerimanya kembali.
**
Langkahnya terhenti saat melihat mobil Surya bertengger di halaman rumah kecilnya. Honda Jazz yang dua bulan lalu dibelinya untuk keluarga kecil mereka berliburan, kini sudah mempunyai majikan baru. Bukan Arum yang menikmati, tapi wanita licik itu, Renata.
"Wow, sudah merasa jadi janda, kamu? Pulang semalam ini?" tanya Surya dengan mimik wajah menghina.
"Ini baru jam delapan malam. Lagi pula apa urusan kamu datang ke rumahku dan mengatur hidupku lagi?" tanyanya dengan tatapan tajam.
Surya tak bergeming, apa yang diucapkan istrinya benar. Untuk apa dirinya masih mengurusi urusan Arum. Sedangkan ia sudah menyetujui dan menalak wanita di hadapannya. Ia mengingat ucapan Renata tadi saat ditelepon.
"Dia sepertinya bekerja, Mas di gedung itu. Mungkin dia ingin melamar sebagai office girl."
Surya tidak menanggapi perkataan Renata, ia tahu jika Arum akan kembali bekerja di posisinya yang dulu. Ia juga yakin jika wanita yang akan menjadi mantan istrinya akan dengan mudah kembali bekerja di tempat itu.
"Jangan mentang-mentang kamu kembali berkerja dengan Dani, kamu bisa sombong. Jangan-jangan benar, kamu dan dia ada hubungan spesial hingga dia terus menghubungi kamu. Jawab Arum?!" teriak Surya.
"Aku sudah jelaskan dari dulu, aku dan Pak Dani rekan kerja, dia bos aku. Dan Aku karyawannya. hanya itu tidak ada hal lain yang lebih dari itu. Harusnya kamu berkaca, pantas nggak kamu menuduh aku seperti itu? Sedangkan yang berselingkuh adalah kamu!"
Ia lelah dengan tudingan yang selalu Surya lemparkan padanya. Sedari dulu dirinya selalu cemburu dengan Dani. Arum membuang muka saat netra mereka saling bertemu. Ia tidak menampik masih ada cinta untuknya. Namun, wanita itu berusaha untuk melupakan dan membuang jauh semuanya. Belajar mencintainya, akan tetapi malah ia yang terabaikan.
"Halah, jangan membela diri. Aku tidak suka kamu bekerja di sana, kalau kamu masih tetap bekerja di sana, jangan harap kamu bisa bertemu lagi dengan Nanda dan Kaila. Mengerti!" teriaknya kembali dengan ancaman yang membuat Arum mengelus dada.
Surya melangkah masuk ke mobil, tanpa pamit pria itu sudah melajukan kendaraan dengan kencang. Ingin sekali dirinya menangis, tapi ia bertekat harus kuat menghadapi semua cobaan. Dengan menangis tidak akan membuat semua masalah selesai. Ia bertekat akan merebut kembali kedua anaknya dengan cara apa pun. Arum tersenyum saat ayahnya berdiri di daun pintu menunggunya masuk.
**
Arum terlihat cantik menggunakan kebaya berwarna putih susu. Wajah nampak cantik sempurna. Namun, beberapa kali ia mengusap embun di kelopak mata. Tak menyangka jika ia akhirnya menikah dengan Bayu. Pria yang sedari dulu mencintainya. Semesta membuat keindahn yang tak terluapkan."Mba, pengantin wanitanya sudah siap?" tanya seorang gadis yang tidak lain adalah EO acara tersebut."Sudah." Perias menggandeng penganti wanita ke tempat di mana dilangsungkan acara akad nikah pagi ini.Tatapan takjub beberapa pasang mata melihat sang pengantin wanita. Terlihat Naina, mantan mertuanya duduk bersama Kaila dan Nanda. Dia menyeka bulir yang memgalir di sudut mata. Senyum tipis terpancar di bibir Arum saat tatapan mereka saling bertemu. Hari ini adalah hari bahagia yang sangat ia tunggu. Setelah sekian banyak penderitaan akhirnya ia merasakan kembali suasana sakral untuk kedua kali.Sang pengantin pria sudah tidak sabar menunggu. Netranya tak henti memandang calon istri yang beberapa menit akan
Bayu duduk memerhatikan Arum yang kini terdiam menatap kolam renang. Pria itu mengajaknya duduk di tepi, agar suasananya kembali tenang. "Jadi, kamu kemarin ketemu klien itu dia?" tanyanya dengan luapan emosi. "I--iya." Bayu menjawab ragu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Arum memalingkan wajah. Hatinya kembali teriris jika mengingat wanita itu. Ia tidak ingin terjadi lagi hal serupa dengan pengalaman yang lalu. "Aku, kan nggal tahu. Tadi juga aku udah batalin kerja samanya." "Tetep aja sakit bayangin kamu kemarin berduaan sama dia!" Ingin rasanya merengkuh tubuh wanitanya. Namun, ia mengurungkan niat, tangannya hanya mencuil hidung pesek Arum. "Kak, kemarin Kak Bayu sama Alia kok. Nggak sendirian ketemu sama Renata. Maaf, ya Kak." Alia mengambil posisi duduk di samping Arum. "Maaf juga aku nggak tahu kalau dia begitu. Sekali lagi minta maaf. " "Iya, Alia." Senyum semringah dari bibir Alia. Gadis itu memeluk erat calon kakak iparnya.Rudi menghampiri mereka. “Saya ak
Semenjak pertengkaran kemarin, Bayu merasa tidak enak hati. Kenapa ia begitu cemburu pada Arum. Ia menyalahkan dirinya, kenapa harus cemburu buta? Gegas dirinya turun ke bawah. Kali ini dia pulang ke rumah orang tuanya untuk meminta izin untuk melamar dan menikahi Arum.“Tumben kamu ingat dengan rumah ini?” Cibiran penuh penekanan dari Maria, ibu sambungnya. Lalu, berderet pertanyaan darinya.Ia menghembuskan napas berat. “Aku mau menikah.”“Serius, Kak?” Semua aktivitas yang berada di meja makan mendadak terhenti.Mereka serius menatap wajah Bayu yang malah terlihat santai. Alia, adik tiri Bayu bangkit dan menghampiri sang Kakak.“Ka, serius?”“Apa aku kelihatan bercanda?”“Syukurlah, Kakakku ini normal.”“Aish.” Bayu menoyor kepala Alia sampai ia mengaduh.“Sudah, kalian tidak ada behentinya kalau sudah bertemu.”“Siapa dia?” Pria berambut memutih itu kini mengeluarkan suaranya. Sedari tadi ia hanya diam memerhatikan.“Dia seorang wanita yang sangat aku cintai. Enam tahun aku menant
Ada perih yang menjalar di dada. Ia mencoba meraup oksigen, tapi sepertinya sangat sulit. Embun itu sudah mengalir membasahi pipi, entah mengapa Arum merasakan begitu sakit kali ini. Tidak seperti biasanya, ia tak pernah menyesal menolak ayah dari anak-anaknya.“Aku juga sakit, Mas. Semoga, Mas, kembali menemukan wanita yang bisa membuat Mas nyaman. Maaf untuk kali ini, aku sudah memutuskan menikah dengan Bayu.” Ia menjeda ucapannya. Tak sanggup untuk meneruskannya, isak tangis masih membuatnya sulit untuk berbicara.“Mas sadar, Rum. Kamu berhak bahagia, Mas sudah ikhlas. Hanya saja, Mas mencoba siapa tahu Arum berubah pikiran. Kita bisa membesarkan mereka bersama-sama. Maafkan, Mas, ya,” ujar pria itu sembari mengusap pucuk kepala Arum.Bukan hanya Arum yang merasakan sesak di dada. Pria itu yang lebih merasakan betapa nelangsanya dia. Begitu bodohnya melepas kebahagiaan yang dulu ia punya. Kini ia hanya menatap orang yang ia sayang dan mengikhlaskannya untuk bahagia dengan pria lain
“benar nggak bisa datang acara ulang tahun Kaila nanti, Bay?” Arum bertanya pada Bayu lewat sambungan telepon. Wajah wanita yang kini terlihat masam itu mencoba berbicara setenang mungkin.“Iya, Rum. Maaf, ya, soalnya Pak Arga ngajak ketemuan ngomongin masalah kasusnya hari ini jam empat sore, belum lagi temennya adikku minta bantuan juga?”jawab pria itu kemudian.Arum menghela napas. “Nanti dia ngambek kalau kamu nggak hadir.”“Iya, kalau sudah selesai aku langsung kesana. Tapi nggak bisa jemput kamu dulu.”“Iya, aku tahu. Cikarang ke Jakarta, ‘kan jauh.” Kembali Arum menjawab. Namun, orang yang ditelepon di seberang sana tidak tahu jika wanita yang diteleponnya sudah mengerucutkan bibir dan memasang wajah masam.“Aku mau sarapan dulu, ya. Kamu jangan lupa makan siang.”“Iya.” Langsung saja ia menutup saluran telepon, kemudian kembali menatap layar laptop.Aroma kopi menyeruak di ruangan, Arum menatap Rani, wanita yang membawa kopi ke ruangannya. Rani menaruh di meja Arum dan mempers
"Mba Arum?" tanya salah satu karyawan perusahaan yang ia datangi hari ini. Sebuah perusahaan besar yang baru saja berkembang dan pertama kali bekerja sama dengan kantor akuntan publik milik Dani. Bos-nya menemani Arum sekalain ingin tahu bagaimana perkembangan kerja sama yang baru saja berlangsung ini. "Iya." "Bapak dan Ibu, ikut dengan saya," ajak pria berkacamata tebal dihadapannya. Mereka mengikuti langkah pria itu. Perusahaa yang tergolong baru ini lumayan sangat besar. Ruangan yang tidak sempit memudahkan mereka berlalu lalang. "Pak Dani, Bu Arum. Selamat datang," ucap pria bertubuh tambun dengan uban yang sudah memenuhi rambutnya. "Terima kasih, Pak Rudi. Ini Arum auditor terbaik saya. Dia yang akan menangani masalah audit di kantor ini. Saya hanya hari ini menemani dia, selanjutnya ia akan datang bersama partner." "Baik, sebentar saya perkenalkan dengan manajer keuangan kami." Pria itu menelepon sesorang dan tidak lama orang tersebut sudah berada di ruangan. "Bapak mangg