Share

Bab 2

Author: Jora
Samudra segera membuka bubur dan meletakkannya di meja kecil. Dia menata sendok, lap dan gelas kertas dengan rapi

"Ini air hangat dan ini adalah telur rebus kesukaanmu, sekaligus bubur daging. Kamu makan saja dulu, aku akan mengupaskan telurnya."

Aku menerima perhatiannya tanpa sungkan.

Sejak pertama kali aku bertemu Samudra, seorang anak yang dibawa kakekku saat aku berusia 15 tahun, dia menjadi pelayanku yang paling setia.

Aku merasa nyeri perutku berkurang setelah makan beberapa sendok penuh bubur.

Saat aku mendongak, aku melihat mata Samudra merah dan bengkak.

"Kamu nggak tahu betapa paniknya aku mendengarmu mengalami kecelakaan." Bibirnya bergetar, suaranya tercekat karena emosi.

Hidungku tiba-tiba terasa sakit, mataku mulai terasa panas.

Siapa yang tidak takut mengalami kecelakaan?

Aku hanya beruntung karena aku tidak mengalami luka parah.

Awalnya aku hanya ingin bercanda, berpura-pura amnesia untuk mengerjai Rayan dan Zavier agar mereka sedikit khawatir.

Namun, apa mungkin orang yang tak punya hati akan khawatir terhadapku?

Aku keluar dari rumah sakit setelah beberapa hari.

Aku bersikeras menjelaskan kepada dokter bahwa aku hanya tidak bisa mengingat siapa Rayan dan Zavier. Selain mereka, semua orang dan kejadian lainnya masih kuingat dengan jelas.

Setelah keluar dari rumah sakit, dokter memberitahu Rayan bahwa amnesia yang kualami disebabkan oleh gegar otak ringan dan bersifat sementara. Saat kondisiku membaik, ingatanku mungkin akan perlahan kembali.

Aku pun kembali ke rumah, rumah yang kutinggali bersama Rayan.

Begitu masuk, suara merdu alunan piano terdengar dari ruang tamu.

Yuki dan Zavier sedang memainkan piano berdua. Empat tangan di atas tuts, bermain dengan kompak.

Begitu lagu selesai, Yuki mengacungkan jempol sambil memuji, "Pianis kecil kita sangat hebat!"

Zavier tersipu, pipinya memerah, lalu tertawa dan berkata, "Itu karena kamu mengajariku dengan baik!"

Pemandangan yang sangat 'hangat'. Seperti ibu dan anak yang saling menyayangi.

Aku langsung naik ke lantai atas tanpa menghiraukan mereka.

Begitu Zavier melihatku, senyum di wajahnya langsung menghilang.

Yuki segera berdiri dan berkata, "Nyonya Natania, bagaimana kondisi tubuh Anda sekarang?"

Aku berdiri di tangga, mengangguk padanya sambil berkata tenang, "Aku sudah hampir pulih. Kalian bisa lanjutkan bermain."

Aku tidak membenci Yuki, aku hanya merasa cemburu padanya.

Yuki bukanlah orang ketiga dalam pernikahanku dengan Rayan.

Dia adalah cinta pertama Rayan yang tidak bisa pria itu lupakan.

Meskipun aku dan Rayan sudah menikah, ada satu kalimat yang sangat tepat yaitu yang tidak dicintai, dialah orang ketiga yang sebenarnya.

Saat Rayan berusia delapan belas tahun, di puncak karirnya, aku pertama kali melihat bagaimana dia mencintai seseorang dengan begitu hebat dan penuh semangat untuk pertama kalinya.

Bulan lalu, Keluarga Wisam mengumumkan kebangkrutan dan Yuki pun terpaksa kembali ke dalam negeri.

Seluruh tabungan Yuki habis untuk membayar utang keluarganya. Namun dengan latar belakang pendidikan musik, tidak mudah baginya menemukan pekerjaan dengan gaji tinggi di sini.

Rayan lalu mencarinya dan mempekerjakannya sebagai guru piano untuk Zavier, dengan bayaran 1.2 miliar satu bulan.

"Ibu baru sangat baik! Aku paling sayang dengan Ibu baru!" Suara Zavier terdengar lantang dari ruang tamu.

"Anu… Tuan Muda Zavier, aku bukan … jangan panggil aku begitu lagi." Yuki tampak sedikit canggung menatap Zavier.

Zavier tampak tidak senang dengan panggilan itu, lalu memeluk kaki Yuki dengan manja dan berkata, "Kalau kamu terus manggil aku Tuan Muda Zavier, aku marah, lho. Kamu harus panggil aku Vier!"

"Kamu jauh lebih baik dari Ibu. Aku paling menyukaimu!"

Dia melirik ke arah lantai atas, ke arah kamar untuk memastikan aku belum keluar. Lalu dia lanjut berkata dengan suara keras, "Apa kamu bisa tinggal di rumahku? Aku ingin begitu bangun tidur bisa langsung melihatmu. Ayah juga sudah setuju, lho. Kenapa kamu nggak mau tinggal di sini? Rumahku mewah, kamu bisa dapat apa saja."

Sebenarnya, Rayan memang sudah pernah mengusulkan agar Yuki tinggal di rumah ini. Kamar di rumah ini banyak dan Yuki tidak perlu pergi bolak-balik. Apalagi sekarang wanita itu benar-benar tidak punya uang.

Namun, Yuki bersikeras untuk menyewa tempat tinggal sendiri di luar dan menolak tawaran Rayan.

"Tuan Muda Za… Vier, kamu harus melanjutkan latihan piano lagi."

Zavier menggeleng dengan keras kepala, tampak tak ingin menyerah sampai dia berhasil membujuk Yuki untuk tinggal.

"Apa kamu takut dengan Ibu? Tenang aja, aku dan Ayah akan melindungimu. Ibu sangat menurut dengan Ayah. Dia nggak akan macam-macam."

Zavier memang anakku. Dia sangat cerdas dan dia paling tahu harus berkata apa untuk menusuk ke bagian paling sakit di hatiku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Amnesia Palsu, Tapi Melepaskannya Sungguh-sungguh   Bab 14

    Seketika aku merasa panik, seolah-olah ada sesuatu di dalam hatiku yang diam-diam menghilang.Manusia memang makhluk yang selalu lambat menyadari sesuatu dan baru menghargainya setelah kehilangannya.Aku mulai membuka kembali unggahan-unggahan lamanya di media sosial, melihat kembali keseharian yang dulu pernah dia bagikan padaku.Aku tak bisa menahan senyum melihat isi obrolan kami dulu, bagaimana dia menceritakan segala hal dengan ceria dan penuh semangat.Ternyata, pesan-pesan yang dulu dia kirimkan padaku selalu sehangat dan semenarik itu.Namun, dalam riwayat obrolan itu, sebagian besar dialah yang mengirimkan pesan panjang dan lebar. Sementara aku jarang membalas bahkan membacanya.Lambat laun, dia mulai mengurangi frekuensi mengirim cerita kesehariannya padaku, bahkan berhenti menghubungiku terlebih dahulu.Hasrat seseorang untuk berbagi tidak pernah hilang, hanya berpindah tempat. Maka dia mulai mencurahkan hal-hal kecil dalam hidupnya kepada Samudra.Tanpa disadari, Samudra pe

  • Amnesia Palsu, Tapi Melepaskannya Sungguh-sungguh   Bab 13

    Dia mengundangku ke sebuah kafe untuk minum kopi bersama."Nona Natania, waktu itu di rumah sakit, aku mengira Zavier sedang menguji apakah kamu benar-benar kehilangan ingatan, jadi aku tidak langsung membantah. Untuk hal itu, aku memang harus meminta maaf padamu.""Aku seharusnya nggak ikut campur dalam hubunganmu dengan Rayan. Aku juga seharusnya nggak tergiur uang untuk menjadi guru privat Zavier."Yuki menundukkan kepalanya."Perceraianku dengan Rayan sama sekali nggak ada hubungannya denganmu, jadi kamu nggak perlu menyalahkan dirimu sendiri. Aku tahu kamu bukan orang seperti itu."Aku memang masih berutang satu kebaikan pada Yuki.Saat masih kelas dua SMA, Yuki sempat pindah ke kelasku untuk sementara waktu.Saat itu, di kalangan sosial ibu kota, Yuki bisa dibilang seperti 'putri ' dari kalangan elit, tetapi sikapnya rendah hati dan tidak sombong. Dia selalu tersenyum lembut kepada semua orang. Sikap tenangnya sungguh luar biasa.Semantara aku yang masih berusia tujuh belas tahun

  • Amnesia Palsu, Tapi Melepaskannya Sungguh-sungguh   Bab 12

    "Aku tanya, kenapa dia sampai bisa kecelakaan?""Itu karena kamu meninggalkannya di jalan tol demi Yuki.""Saat dia sakit atau nggak enak badan, kamu ada di mana? Apa kamu pernah berpikir dia adalah istrimu saat kamu terus-terusan meninggalkannya?"Bibir Rayan menyunggingkan senyum kecut. Dia ingin menyangkalnya, tetapi semua yang pria itu katakan adalah kebenaran. Rasanya seperti seseorang sedang mencekiknya, seperti ada duri di tenggorokannya, membuat pikirannya kosong.Saat aku mendengar kalau Rayan menerobos ke kantor untuk mencari Samudra, aku segera memanggil satpam dan pergi ke lantai atas kantor bersama."Rayan! Apa yang kamu lakukan?" Begitu kami sampai keluar lift, aku melihat Rayan terlihat menarik kerah Samudra. Pria itu terlihat marah sekaligus malu.Satpam segera maju untuk menghentikan Rayan dan aku berdiri di depan Samudra.Sudut bibir Samudra yang bengkak terlihat mencolok di wajahnya yang pucat. Matanya berkaca-kaca, terlihat sangat menyedihkan. Aku dengan lembut meng

  • Amnesia Palsu, Tapi Melepaskannya Sungguh-sungguh   Bab 11

    Aku bersikap seolah tidak ada yang terjadi. "Hmm … memang brendi."Aku berjalan maju meninggalkan Samudra berdiri di belakang. Wajahnya memerah sampai telinga.Samudra segera menyusulku dan memelukku dengan erat. Dia sedikit membungkuk untuk melingkupi seluruh tubuhku. Wajahnya terbenam di leherku seperti seorang anak kecil yang bahagia.Dia terus-menerus bergumam, "Tania, Tania, aku sangat menyukaimu ….."Begitu kami sampai di rumah, Samudra terlihat sudah sadar dan menekanku ke pintu."Tania, boleh aku menciummu?"Saat dia melihatku mengangguk, dia seperti anak anjing yang melihat tulang, matanya terbakar hasrat.Kami berciuman sepanjang jalan menuju ranjang.Dia perlahan mencium tulang selangkaku dan saat merasakan badanku gemetar dia berhenti.Dia mendekat ke telingaku dan berbisik, "Tania, jangan mendorongku pergi."Di dalam kegelapan, aku membuka ikat pinggangnya.Rayan hanya duduk diam sambil minum di pertemuan yang diselenggarakan oleh teman-temannya.Dia tanpa sengaja mendenga

  • Amnesia Palsu, Tapi Melepaskannya Sungguh-sungguh   Bab 10

    Dia masuk begitu saja, seolah-olah sudah sangat akrab dan langsung menyelinap lewat celah pintu lalu duduk di sofa.Anak itu sama sekali lupa bahwa terakhir kali dia datang ke sini, bocah itu menyuruhku berlutut minta maaf padanya.Zavier membuka album foto, lalu menarikku mendekat."Ibu, lihat! Ini saat aku masih berada di dalam perut ibu dan ini foto saat aku baru saja lahir. Aku imut, 'kan? Nenek bilang aku bayi paling imut di seluruh rumah sakit."Dia sedang berusaha membangkitkan kembali rasa keibuanku.Tetapi, saat aku menatap foto-foto itu, hal yang kurasakan bukanlah kasih sayang, melainkan rasa kasihan pada diriku sendiri di masa lalu.Di foto itu, aku tampak sangat kurus. Perutku sangat buncit. Saat itu aku menderita muntah yang parah dan memuntahkan apa pun yang kumakan.Wajahku pucat dan lelah, rambut kering dan tak terawat. Zavier sudah sangat aktif sejak berada di dalam kandungan. Dia selalu menendangku saat tengah malam.Aku menatap foto-foto itu dan mendesah pelan, "Ego

  • Amnesia Palsu, Tapi Melepaskannya Sungguh-sungguh   Bab 9

    Dengan kaus katun putih dengan celana abu-abu, dia benar-benar seperti mahasiswa.Eh, dia memang baru saja lulus.Dia terlihat muda dan penuh energi. Aku hanya berbaring di sofa dan menghela napas.Lihat saja bagian belakang dan pinggangya.Ck, ck, ck sangat enak dipandang. Tidak heran banyak orang memelihara gigolo muda.Samudra berjalan menghampiriku sambil membawa secangkir kopi. Aku segera pura-pura membaca majalah dengan serius.Aku menerima kopi darinya dan menyesapnya sedikit. Saat Samudra duduk, Loli langsung melompat ke pangkuannya dan bersandar di perutnya.Tatapanku tertuju pada Loli yang menginjak-injak celana abu-abu Samudra dengan manja.Tunggu … celana abu-abu?Tanpa sadar pandanganku tertuju pada satu titik."Besar juga."Samudra mendekat ke samping telingaku, napas hangatnya menyapu cuping telingaku."Tania, kamu lihat apa?"Telingaku terasa geli. Napasku tercekat dan mataku tidak fokus."A … aku hanya bilang kalau kucingnya sudah besar."Dengan wajah merah padam aku l

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status