Share

Bab 8

Prang!

Sebuah gelas kaca jatuh ke lantai hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras. Membuat penghuni rumah langsung berlari menuju sumber suara. Airin tampak terkejut melihat Damien melemparkan semua barang yang ada di hadapannya sambil berteriak histeris. Ibu Damien itu berusaha mendekati putranya, namun tidak bisa. Kondisi kejiwaan Damien benar-benar sangat buruk. Bahkan pria itu tak mengenali ayah dan ibunya sendiri.

Setelah perceraian itu, Damien memang belum ikhlas menerima semuanya. Kepergian Cacha dari hidupnya, membuatnya kehilangan akal sehat. Perusahaan yang ia bangun juga terbengkalai, sehingga memaksa Bailey untuk mengurusnya. Damien benar-benar sudah dibutakan oleh cinta. Sampai ia tidak ingat akan hal lain selain Cacha.

Hampir setiap hari, Damien terus menyebutkan nama Cacha dan setelah itu berteriak histeris. Menghancurkan semua barang hingga kamarnya berantakan layaknya kapal pecah. Airin dan Bailey begitu kewalahan menghadapi kegilaan Damien. Bahkan orang tua Cacha juga turut membantu mengurus Damien.

Ya, meskipun Damien dan Cacha telah berpisah, Darrel dan Fanette tak pernah absen untuk menjenguk Damien yang kini tinggal bersama Bailey dan Airin. Mereka turut prihatin dan merasa bersalah saat melihat kondisi Damien. Pria itu menjadi depresi karena perbuatan putri mereka.

"CACHA! AKU MENCINTAIMU! APA KAU TAHU ITU, HAH?!" teriak Damien.

Airin menangis, namun tak berani mendekat karena saat ini dirinya sedang sendirian. Ia tak mampu mengatasi kemarahan anaknya sendiri. Airin pun bergegas menghubungi Bailey dan memintanya untuk segera pulang ke rumah.

"Halo, Suamiku," sapa Airin saat panggilannya dijawab oleh Bailey.

"Ada apa? Apa Damien mengamuk lagi?" tanya Bailey di seberang telepon.

Airin mengangguk sendiri. "Iya. Dia mengamuk lagi seperti sebelumnya. Apa kau sudah menemukan dokter yang tepat? Kapan kita bisa membawanya?"

"Aku sudah menemukannya. Besok, aku akan membawanya untuk menemui dokter itu."

Airin sedikit menghela napas lega. "Baiklah. Cepat pulang. Aku tidak bisa mengatasinya sendirian."

"Ya, sebentar lagi aku sampai. Kau tunggu saja dan jaga dia," ujar Bailey lalu segera mematikan sambungan teleponnya.

Airin pun kembali menatap Damien. Seisi kamar benar-benar tidak sedap di pandang mata. Sangat kacau.

"Ya Tuhan. Kenapa putraku menjadi seperti ini? Aku benar-benar tidak tega melihatnya," gumam Airin sambil menangis.

"CACHA! DIMANA KAU?! AKU RINDU!"

Prang!

Kali ini, piala kebanggaan Damien pun turut menjadi korban. Piala itu jatuh ke lantai dan sudah tak berbentuk seperti piala lagi. Damien tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri.

Tak berselang lama, Bailey datang dan langsung mendekati Damien saat hendak menghancurkan cermin di depannya. Bailey terpaksa harus mengikat kedua tangan dan kaki Damien agar putranya itu tak lagi menghancurkan barang-barang. Meskipun sedih, tapi Bailey harus melakukan ini. Setidaknya sampai Damien bertemu dengan Dyandta besok.

"Kau benar-benar sudah dibutakan cinta, Damien!" bentak Bailey.

"DIAM!" balas Damien sambil meronta-ronta di atas kursinya karena ikatan tali di kaki dan tangannya. "LEPASKAN! DIMANA KAU SEMBUNYIKAN ISTRIKU!"

"Sadarlah, Nak. Dia bukan istrimu lagi. Kalian sudah berpisah," ujar Airin lirih.

Damien menatap tajam Airin. "TIDAK! DIA MASIH ISTRIKU! KAU PEMBOHONG!"

Plak!

Bailey menampar pipi kiri Damien hingga menimbulkan bekas merah di sana. "KAU YANG BODOH! DIA SUDAH MENINGGALKANMU! SADARLAH!" teriaknya kemudian.

Mendengar hal itu, tiba-tiba saja Damien tertawa. Tertawa layaknya orang gila yang benar-benar tidak bisa disadarkan. Dia tertawa lalu menangis.

"Dia meninggalkanku? Benarkah?" gumam Damien sambil tertawa. "Ah, dia meninggalkanku ya? Apa salahku? Aku tampan, kan? Lalu, kenapa?"

Bailey mengusak wajahnya kasar. Dia tak mampu menahan segala kekesalan dan kesedihannya lagi. Kondisi Damien sangat buruk sekali. Bailey ingin sekali membalaskan dendam Damien kepada Cacha. Tapi Airin selalu menghalanginya.

Ayah Damien itu menghela napas, lalu berjalan keluar meninggalkan Damien yang masih menggumam sendirian sambil tertawa. Bailey mengajak Airin untuk ikut bersamanya. Tapi sebelum itu, Bailey mengunci pintu kamar Damien agar putranya itu tidak kabur.

Kini, sepasang suami-istri itu duduk berdua di sofa ruang tamu. Airin masih saja menangis karena memikirkan nasib Damien.

"Aku harus menemui Cacha," ujar Bailey.

Sontak Airin menghentikan tangisnya lalu menatap Bailey. "Apa yang ingin kau lakukan?" tanyanya.

"Aku ingin memberi pelajaran pada wanita itu. Dia sudah membuat putraku menjadi seperti ini," jawab Bailey.

"Apa dengan kau melakukan itu, Damien bisa kembali normal lagi? Apa dia akan bersikap baik lagi?" tanya Airin seakan tidak setuju dengan rencana Bailey. "Tentu tidak, Suamiku. Hal itu tidak akan mengembalikan Damien seperti semula. Yang kita butuhkan saat ini hanyalah pengobatan untuk Damien. Bukan menemui wanita tak tahu diri itu."

Bailey menatap Airin. Kedua matanya tampak sudah berkaca-kaca. Sejujurnya, ia sudah tak sanggup melihat Damien seperti itu. Ia berpikir, jika dirinya bisa membalaskan dendam Damien pada Cacha, Damien akan kembali normal dan senang. Tapi ia tersadar setelah Airin mengatakan fakta yang sebenarnya. Tidak semudah itu membuat Damien sembuh dari kegilaannya.

"Aku tahu, kau sangat ingin Damien sembuh. Tapi kita tidak perlu berurusan dengan wanita itu lagi. Masih banyak cara lain yang lebih baik," ujar Airin sambil mengelus pundak suaminya.

"Ya, kau benar."

"Sekarang istirahatlah di kamar. Aku akan menyusul," kata Airin.

Bailey mengangguk lalu pergi untuk masuk ke kamar. Sementara Airin menuju ke dapur untuk membuat segelas susu.

***

Pagi ini, Bailey membawa Damien pergi menemui Dyandta untuk melakukan terapi. Airin pun turut ikut Bailey dan menjaga Damien di kursi belakang mobil. Tangan dan kaki Damien masih diikat agar tidak melakukan hal-hal yang buruk nantinya.

Selang beberapa menit, Bailey sudah tiba di rumah sakit tempat Dyandta bekerja. Bailey dan Airin membawa Damien dibantu beberapa perawat, karena Damien sedikit memberontak. Dan mereka pun sudah masuk kedalam ruangan Dyandta.

"Kalian berdua bisa menunggu di luar," ujar Dyandta.

"Baik, Dok. Tolong lakukan yang terbaik untuk putra kami," pinta Airin penuh harap.

Dyandta mengangguk sambil tersenyum. "Aku akan melakukan yang terbaik, Nyonya."

Bailey dan Airin mengangguk bersamaan sambil keluar dari ruangan Dyandta. Setelah kepergian orang tua Damien, Dyandta pun duduk di samping Damien. Ia dengan tenang membuka ikatan tali di tangan dan kaki Damien. Sementara Damien tampak diam dan tak memberontak.

Setelah membuka ikatan tersebut, Dyandta menatap Damien dengan tatapan lembut sambil tersenyum. Ia mulai memegang buku catatan serta penanya untuk mencatat hal-hal tentang perkembangan pasiennya.

"Hai," sapa Dyandta.

Damien hanya diam namun tetap menatap Dyandta. Tatapannya sungguh tidak bisa diartikan oleh Dyandta.

"Baiklah. Perkenalkan, aku Dyandta. Aku bekerja di sini dan akan merawatmu sampai sembuh. Apa kau bersedia menjadi teman sekaligus pasienku?" tanya Dyandta.

Damien masih diam. Tak memberi respon apa-apa, hingga membuat Dyandta sedikit kebingungan. Sepertinya, Damien masih harus beradaptasi lagi dengannya. Pikir Dyandta.

Dyandta menyentuh tangan Damien dan sedikit menggenggamnya. Tatapan Damien pun beralih pada tangan Dyandta yang berada di atas tangannya.

"Aku sudah punya istri."

Ucapan Damien sedikit membuat Dyandta tersentak kaget. Ia pun bergegas menjauhkan tangannya dari tangan Damien.

"Maaf. Aku tidak tahu jika kau sudah menikah," ucap Dyandta.

"Tidak apa-apa."

Dyandta berpura-pura menatap ke arah pintu ruangannya. "Tapi, dimana istrimu? Kenapa tidak ikut bersamamu?"

"Dia sedang sibuk mengurus bisnis berliannya. Jadi tidak ikut denganku," jawab Damien.

Dyandta mengangguk sambil mencatat respon Damien yang begitu mengejutkan ini. Menurut penilaiannya, respon Damien tidak menunjukkan bahwa ia sedang mengalami depresi berat. Tapi mungkin dia masih berhalusinasi bahwa dirinya masih bersama istrinya. Sementara menurut laporan Bailey, Damien sudah diceraikan oleh istrinya hingga mengalami depresi.

"Apa yang kau rasakan saat istrimu tidak ada bersamamu?" tanya Dyandta.

"Aku merasa kehilangan," jawab Damien yang mendadak tatapannya menjadi sendu lalu menunduk. "Aku benar-benar merasa kesepian tanpanya."

Ah, gejala itu sudah mulai muncul. Damien menunjukkan reaksinya saat Dyandta menanyakan tentang hal sensitif itu. Dyandta mengerti bagaimana perasaan Damien. Ia melihat pria itu sangat mencintai mantan istrinya dan sangat sulit untuk mengikhlaskannya pergi.

Dyandta mengelus pundak Damien. "Jangan bersedih. Aku ada di sini untukmu. Masih ada orang tuamu juga di luar sana. Kau tidak sendiri."

"Aku butuh dia. Aku butuh dia," ucap Damien sambil menangis sesenggukan.

Dyandta turut menangis melihat Damien seperti itu. Tidak mudah melupakan seseorang yang pernah menjadi bagian dari hidupnya. Bahkan hiburan sirkus sekalipun tidak akan bisa menghilangkan kesedihannya.

"Baiklah. Mungkin kau butuh waktu untuk sendiri saat ini. Kau boleh pulang dan datanglah kembali besok bersama orang tuamu," ujar Dyandta sambil menuntun Damien keluar dari ruangannya untuk menemui Bailey dan Airin.

Dyandta meminta Bailey untuk berbicara sejenak dengannya. Sementara Airin membawa Damien dan menunggu Bailey di mobil.

"Bagaimana, Dok?" tanya Bailey sedikit cemas.

"Begini, Tuan. Untuk melupakan seseorang yang dicintai itu butuh waktu. Tidak mudah. Saat ini, Damien masih terobsesi dengan mantan istrinya. Jadi saran saya, tolong buang semua barang-barang yang berhubungan dengan mantan istrinya," jelas Dyandta.

"Apa itu akan berhasil?"

Dyandta tersenyum. "Lambat-laun akan berhasil, Tuan. Tapi tidak instan. Semuanya butuh proses. Yang terpenting anda sabar untuk menghadapi sikapnya nanti."

"Baiklah. Terima kasih karena sudah bersedia membantuku," ucap Bailey. "Aku permisi."

Dyandta hanya mengangguk sambil melihat kepergian Bailey dan menghilang di balik pintu ruangannya. Ia pun sedikit menghela napas lalu melihat catatan tentang Damien. Dyandta berharap, semoga Damien segera sembuh dari depresinya dan melanjutkan hidup yang baru.

TBC~

Wii

Hai semua. Silahkan dibaca kelanjutan cerita ini ya. Jangan lupa tinggalkan komentar dan vote kalian ya. Terima kasih 😊

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status