Share

Anak Jenderal & Ajudan
Anak Jenderal & Ajudan
Author: Dsdjourney17

Bab 1

Author: Dsdjourney17
last update Huling Na-update: 2025-02-06 02:16:04

"Kamu pulang jam berapa semalam Bang?" tanya Mama, saat kami sedang sarapan.

"Jam lima Ma, ini belum ada tidur lagi. Soalnya semalam ada buronan kawanan begal, yang sudah kami ketahui posisinya. Jadi Abang sama anak buah, harus cepat menangkap mereka. Takutnya keburu kabur lagi, kan jadi susah mau cari tempat persembunyian barunya," jawabku santai.

"Kasihan banget anak Mama, pasti capek ya? Lihat tuh, gara-gara Papa ingin anak laki-laki satu-satunya ikut jadi Polisi. Jadinya anak Mama yang paling ganteng ini, punya mata panda.  Nanti ikut Mama perawatan ya nak, biar dihilangkan itu kantong matanya," rengek Mama manja.

Aku hanya geleng-geleng kepala saja, karena malulah! Masak Polisi keren seperti aku, ikut perawatan sama Mama. Bikin image jantan aku jatuh saja!

"Hmmm, asrama putrinya Abang Pasya ribut banget deh!" omel Friska. Adik bungsuku, yang baru berusia enam belas tahun.

"Berisik ya Dek. Ehh, ngomong-ngomong Bang Jono kamu kemana?" godaku.

"Jono! Jono! Johnson namanya, enak banget main ganti-ganti nama anak orang! Memang Abang, sudah bikin bubur merah putih apa!" ketusnya.

Aku hanya senyum-senyum sendiri saja, karena hatiku merasa puas setelah menggoda Adikku yang cantik tapi genit ini.

Johnson kekasih Adik bungsuku, adalah temanku dari SMP. Sekarang Johnson bekerja di perusahaan milik keluarganya, yang bergerak di bidang Arsitektur. Entah bagaimana ceritanya, sudah satu tahun ini Johnson menjadi kekasih pertama Adikku yang menggemaskan dan selalu menjadi target usilku ini.

Perkenalkan, aku Pasya Haitham Isyraf. Usiaku masih muda, baru dua puluh enam tahun. Sekarang aku berpangkat IPTU, bertugas sebagai anggota Satuan Reserse Mobile atau RESMOB Polres.

Wajahku tampan, punya jabatan, dan jenjang karir yang bagus. Latar belakang keluarga juga baik, karena Papa adalah seorang Jenderal bintang dua. Sementara Mamaku adalah mantan model, yang sangat cantik rupawan.

Jadi biasa sajakan, kalau ada banyak gadis muda yang ingin menjadi kekasihku?

Salah satunya, Emily Larasati. Model berusia dua puluh tahun, yang sekarang sedang kuliah Kedokteran di sebuah universitas swasta ternama.

Kami baru menjalin hubungan selama tiga bulan. Sejauh ini aku suka dia tidak rewel, ataupun matre, seperti mantan-mantanku yang lainnya.

Saat aku membuka handphone, memang benar kata Friska. Sudah ada ratusan notifikasi masuk, dari beberapa akun sosial media milikku. Rata-rata DM, masuk dari para gadis muda.

Mereka suka sekali mengirimkan pesan untuk mengingatkan sarapan, makan siang. Atau kalau bekerja, jangan sampai terlalu lelah. Ya pokoknya semua niat baik, mereka kirimkan padaku.

Baru saja aku membuka handphone, telpon dari Emily masuk.

"Assalamualaikum, Baby," sapanya manja.

Friska yang memiliki pendengaran tajam, langsung menunjukkan ekspresi ingin muntah. Aku langsung menoyor kepalanya, karena terlalu gemas.

"Waalaikum salam, kamu kuliah hari ini?"

"Iya, kuliah, tapi pulangnya langsung kerja lagi. Ada pemotretan di Bandung, kayaknya malam Minggu besok kita batal nonton deh, yang. Maaf ya," ucapnya manja.

"It's oke babe, aku juga kayaknya harus patroli. Karena ada banyak laporan masuk, dari masyarakat. Kamu hati-hati di jalan ya, aku mau pergi kerja dulu."

"Iya, kamu juga hati-hati darling. Love you."

"Love you too, cantik."

Setelah aku mematikan sambungan telepon, Papa berdehem membuat semua mata tertuju padanya.

"Jangan sering-sering mainin perasaan perempuan. Ingat Pasya, Kakak dan Adikmu juga perempuan!" ujar Papa tegas.

"I-iya Pa."

Friska tersenyum penuh kemenangan, lalu dia berangkat sekolah diantar oleh Bang Galih salah satu ajudan Papa.

"Pa, nanti Senja datang jam berapa?" tanya Mama.

"Sebentar lagi, tadi pesawatnya sudah sampai. Dan Senja langsung laporan, kalau sekarang sudah berada di dalam Taksi. Mama tunggu saja ya, anaknya baik kok. Semua atasan Senja di Tanjung Pandan Belitung, berani jamin kalau Senja akan menjadi Ajudan yang baik, setia dan royal sama keluarga kita."

Aku yang belum tahu apa-apa, jadi kepo dan mulai bertanya.

"Siapa Ma?"

"Itu, Mbak Bella ajudan Mama yang dulukan sudah menikah. Dia ikut suaminya yang TNI-AU, pindah tugas ke Papua Barat. Jadi Mama dikasih ajudan baru, namanya Mentari Senja. Cantik lho, Bang, kalah semua wanita yang ada di asrama putri kamu itu," ejek Mama.

"Halah, mau secantik apapun kalau rambutnya Bondol ala polwan aku nggak suka," ucapku jujur.

"Dilihat dulu Abang Pasya, yang ini cuantik poll. Mama saja sampai kaget, waktu lihat foto dan video dia saat sedang latihan menembak. Kok bisa, secantik itu menjadi polwan? Kenapa nggak jadi model saja, pasti cepat terkenalnya," puji Mama habis-habisan.

Aku yang penasaran, akhirnya menunda pergi bekerja. Solusi agar tidak terlambat, ya tinggal bawa motor saja supaya gampang menyalip dan masuk ke jalan tikus.

Tidak lama, masuk sebuah mobil minibus warna hitam. Lalu para penjaga dengan sigap bertanya, dan memeriksa siapa yang datang.

Aku dan Mama saling pandang, saat melihat para penjaga yang merupakan Polisi berusia muda melongo kaget, dan kompak terlihat salah tingkah.

"Kenapa?" tanyaku, yang sudah penasaran.

"Oohh, itu Bang apa namanya? Aduh, cantik kali Bang," jawab Andi salah tingkah.

"Kenapa kalian ini, suruh masuk saja. Itu ajudan baru Mamaku, kenapa pula kalian tahan disana!" ketusku.

"Iya Bang, maaf," jawab ketiganya panik.

Mama tersenyum menggoda, dan mencolek pinggangku.

"Kenapa Ma?" tanyaku bingung.

"Lihat saja Bang, cantik banget pokoknya," jawab Mama bangga.

Aku hanya mendengus kesal, dan mataku sontak melotot saat melihat seorang wanita luar biasa cantik turun dari mobil. Tubuhnya tinggi semampai, dibalut jeans ketat dan baju kaus putih v-neck. Luar biasa Boss, bidadari yang sempurna.

Dia tersenyum, lalu mendatangi kami dengan langkah sigap.

"Siap lapor, saya Mentari Senja sudah datang menghadap," ucapnya lantang.

Aku sampai meneguk air liur, melihat betapa putih dan indahnya wajah wanita ini.

Mulai sekarang, aku akan menyukai wanita berambut pendek bondol. Karena memperlihatkan tengkuk yang seksi, membuat kepalaku pusing seketika.

"Bang, heehh, Abang sadar!" ternyata Mama menepuk pundakku keras, karena mataku terpaku menatap wajah cantik yang berada di depanku.

Aku langsung tersentak kaget, dan baru menyadari kalau Senja sudah berada di dekatku. Untuk menyodorkan tangannya, mengajak bersalaman.

"Oohh iya, saya IPTU Pasya Haitam Isyraf."

Aku langsung menerima uluran tangan itu, dan hatiku agak sedikit kecewa. Karena menemukan kapalan, tanda sering memegang senjata di tangan gadis cantik ini.

Karena menurutku, secantik apapun wajah seorang wanita. Kalau tangannya ada kapalan, karena biasa mengokang senjata. Maka dia bukanlah typeku.

"Ma, Abang berangkat kerja dulu ya. Dan kamu, jangan suka sok tebar pesona! Disini tempat kerja, bukan tempat kamu cari pacar!" ketusku.

"Siap, Ndan," jawabnya.

Aku jadi tambah kesal, karena wanita ini seolah tidak terganggu dengan sikap ketusku padanya. Awas saja, akan aku kerjai dia setiap hari!

Aku menaiki motor dinas, dan sebelum benar-benar keluar dari rumah aku berbalik, untuk melihat Senja. Dian sedang menurunkan barang-barang miliknya, yang ternyata hanya ada sebuah koper berukuran sedang. Serta sebuah tas jinjing, berwarna hitam.

Untuk ukuran wanita, Senja adalah gadis yang tidak terlihat ribet serta merepotkan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Anak Jenderal & Ajudan   Bab 59 End

    Akhirnya setelah penantian sekian lama, acara pernikahanku dan Rora dilaksanakan juga. Dari semalam aku sudah berdebar-debar, dan berusaha menghafal ucapan ijab qobul yang lengkap. Sebab nama Rora, sekarang terasa begitu susah untuk aku lafazkan.Keesokan harinya tepat pukul sembilan pagi di sebuah masjid, aku menggenggam tangan seorang wali hakim. "Saya terima, nikah dan kawinnya Putri Aurora Walter Laurens binti Aldiansyah dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang sejumlah seribu dinar dibayar tunai," ucapku lantang. "Sah, bagaimana saksi?" tanya Pak penghulu. "Sah," jawab semua saksi. Aku langsung bisa bernafas lega, dan kami berdoa bersama setelahnya. Tidak lama datang Rora, dengan kebaya pengantin berwarna putih gading. Aku benar-benar terpesona melihatnya, karena ternyata Rora memakai hijab. Rora duduk di sebelahku, lalu kami sama-sama menandatangani buku nikah dan memakai cincin pernikahan. Setelah itu kami diminta berfoto, sambil memperlihatkan buku nikah dan c

  • Anak Jenderal & Ajudan   Bab 58

    Aku benar-benar ketar-ketir sekarang, karena Andi, Firdaus dan Doni, naik ke pelaminan untuk bersalaman dengan Ayah Aldi dan Bunda Syahnaz. Lalu ketiganya berbisik pada Ayah Aldi, sontak calon mertuaku itu menatap ke arahku sambil melotot tajam. Aku langsung ketakutan, karena sorot tajam itu seolah mengatakan "Mati kau Pasya!"Benar saja, dua hari setelahnya aku dipanggil oleh Ayah Aldi ke sebuah gym tempat beliau dan anggota TNI AD yang lain biasa berlatih. Tentu saja aku ketakutan, bagaimana kalau aku benar-benar digantung dan dipukuli oleh calon Ayah mertuaku yang besar tinggi dan kekar itu? Sesampainya di tempat gym, aku langsung keluar dari mobil setelah memarkirkan mobil di halamannya yang sepi. Tapi aku melihat beberapa mobil yang aku kenali, terparkir juga di dekat mobilku. Begitu memasuki ruang gym, aku kembali dikagetkan dengan penampakan semua keluarga intiku dan kedua orang tua Rora berkumpul. Mata mereka menyorotku tajam, sementara Rora terlihat duduk di sebelah Bunda

  • Anak Jenderal & Ajudan   Bab 57

    Akhirnya hari pernikahan Ayah Aldi dan Bunda Syahnaz, datang juga. Kami sekeluarga besar, diberikan kamar hotel mewah. Agar bisa melakukan persiapan disana, sebab letak gedung pernikahan memang agak jauh dari rumah kami. Jadi Ayah Aldi berinisiatif, untuk membooking beberapa kamar hotel agar kami tidak terlambat datang. Jam sembilan pagi, adalah acara ijab qobul. Ravi datang, dan dia terlihat paling bahagia. "Bro, happy sekali," godaku."Pastilah Bang, akhirnya aku dan Kak Rora jadi punya keluarga yang utuh. Lagipula Ayah Aldi, adalah sosok Ayah yang kami berdua impikan.""Maksudnya?" tanyaku bingung. "Iya, kami dulu di panti asuhan sering berdoa agar bisa menjadi anak Jenderal. Karena setiap melewati Polres ataupun markas TNI, rasanya bangga saja melihat para Bapak-bapak disana terlihat keren dengan mengenakan seragamnya masing-masing," jawab Ravi bangga. Aku tersenyum mendengarnya, karena Allah selalu punya cara tersendiri untuk mengabulkan doa para umatnya. Hanya saja sayang,

  • Anak Jenderal & Ajudan   Bab 56

    Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya Bunda menerima lamaran Ayah Aldi. Setelah itu, kami semua dibuat sibuk dengan persiapan pernikahan Ayah Aldi dan Bunda Syahnaz. Sebab pernikahan seorang Perwira TNI AD berpangkat Mayor Jenderal, harus memenuhi banyak persyaratan. Ditambah lagi dari pihak Bunda Syahnaz, ini adalah pernikahan pertama beliau. Jadi pasti Bunda ingin menikah, dengan perayaan yang mewah. Karena kolega bisnis beliau sangat banyak, dan harus mengetahui tentang pernikahan antara dirinya dan Ayah kandung sang putri satu-satunya. Jadilah Mamaku, Kak Cepi, dan Friska ikut turun tangan membantu semua persiapan pernikahan Ayah Aldi dan Bunda Syahnaz. Kalau Rora, dia lebih detail lagi. Rora sendiri yang mempersiapkan gaun pernikahan untuk Bundanya, berkonsultasi dengan designer yang ditunjuk oleh Bunda untuk membuat gaun. Pokoknya semua yang berhubungan dengan penampilan Bunda, adalah bagian dari calon istriku. Sampai kami tidak memiliki waktu, untuk bertemu atau sekedar v

  • Anak Jenderal & Ajudan   Bab 55

    Akhirnya setelah seminggu, Bunda Syahnaz mau juga bertemu dengan keluargaku dan Pak Aldi. Beliau mengundang kami semua, untuk makan malam di rumah mewahnya. Papa, Mama, Kak Cepi, Bang Fikri, si kecil Jericho, Friska dan Johnson juga ikut. Ada perasaan berdebar, tapi lebih dominan perasaan bahagia. Aku tidak menyangka bisa kembali bertemu Rora, hanya dalam waktu satu minggu. Karena aku pikir bisa memakan waktu berbulan-bulan. Sesampainya di rumah mewah tersebut, kami bersamaan datang dengan Pak Aldi. Beliau tersenyum bahagia, dan mengajak kami masuk ke rumah yang berisi calon istriku. Rora menyambut kami dengan senyum sumringah. Dia langsung mencium tangan kedua orang tuaku, dan lanjut ke Kak Cepi baru terakhir aku. "Jangan aneh-aneh dulu kata Bunda," ucapnya dengan wajah mengejek. Semua orang menyorakiku, tapi aku tetap tertawa lepas karena akhirnya bisa bertemu lagi dengan gadis yang sangat aku cintai ini. Kami dibawa oleh Rora, ke sebuah ruang keluarga yang sangat luas dan ter

  • Anak Jenderal & Ajudan   Bab 54

    Aku ingin menertawakan diriku sendiri, saat melihat kepergian Rora dan Bunda Syahnaz. Padahal maksudku baik, ingin menyambung kembali silaturrahmi antara Rora dan Ayah kandungnya. Tapi aku terlalu bod**, karena tidak mencari tahu dulu apa penyebab utama kebencian membara yang ditunjukkan oleh Bunda Syahnaz pada Pak Aldi. "Pasya tolong maafkan saya, karena sudah tidak jujur pada kamu dan keluargamu. Saya juga tidak memiliki hak, untuk menjadi wali nikah untuk Rora. Tapi saya janji, akan membantu kamu agar bisa mendapatkan restu dari Syahnaz," janji Pak Aldi. Aku hanya bisa mengangguk, dan Pak Aldi langsung pamit pulang setelahnya. Sementara aku naik ke kamar, dan mencoba untuk menghubungi Rora. Tapi kedua handphonenya tidak aktif, dan hal itu membuatku semakin frustasi. Tiba-tiba masuk telpon dari Friska, Adik bungsuku yang super ceriwis. "Assalamualaikum, Abang Pasya yang ganteng tapi tidak laku!" ejeknya."Heeii, nggak boleh ngomong begitu, ingat kamu lagi hamil Yang!" omel Joh

  • Anak Jenderal & Ajudan   Bab 53

    Pov. RoraAku seharusnya tahu, kalau Bunda memiliki mata-mata yang akan mengawasiku selama dua puluh empat jam. Begitu melihat kami berlima muncul, Bunda langsung mendekati Ayah dan ... Plaaakkkk ... Tamparan super keras, Bunda layangkan ke pipi Ayah kandungku. "Aldiansyah, masih belum puas kamu menyakiti kami berdua! Kamu ingat, dulu waktu aku bilang hamil apa yang kamu katakan! Cepat bilang sekarang, mumpung ada Rora, Pasya dan kedua orang tuanya!" teriak Bunda. Ayah hanya bisa diam, dan aku tahu jawaban beliau pasti akan menyakiti hatiku dengan sangat. "Rora, laki-laki yang kamu panggil Ayah ini dulunya meminta agar Bunda menggugurkan kamu! Karena setelah dia wisuda Kedokteran, beliau juga lulus tes Akademi Militer TNI AD! Dia tidak mau menyakiti kedua orang tuanya, dengan bertanggung jawab atas hadirnya kamu di rahim Bunda!"Tubuhku gemetar dan air mataku mengalir mendengarnya, karena selama ini aku kira Ayah hanya lari dari tanggung jawab. Tapi ternyata Ayah malah mau memb

  • Anak Jenderal & Ajudan   Bab 52

    Setelah puas menggodaku, Pak Aldi baru mengajakku ke ruangannya. "Saya mandi dan berganti baju sebentar ya Pasya.""Iya Pak."Tidak lama Pak Aldi sudah kembali lagi, dengan kondisi tubuh lebih segar. "Jadi, ada apa calon menantu?" tanya Pak Aldi. "Rora mau bertemu dengan Bapak, tapi katanya tolong tentukan tempatnya. Karena Rora takut, akan ketahuan Bunda Syahnaz dan menyakiti hati beliau."Pak Aldi terdiam, dan dia terlihat berpikir lumayan lama. "Oke, ajak Rora ke rumahmu saja. Karena kata Pak Tommy, Bunda Syahnaz belum mau mendatangi rumah kamu. Bolehkan?" tanya Pak Aldi, penuh harap. "Tentu boleh Pak, tapi kita harus cocokkan waktunya dengan jadwal kuliah Rora. Sebab katanya Rora sedang UTS, selesainya minggu depan. Jadi Bapak masih bisa bersabarkan?""Tentu, saya akan terus bersabar untuk bisa bertemu dan memeluk Putriku satu-satunya," ucap Pak Aldi, dengan tatapan nanar. Aku hanya bisa mengangguk, dan segera pamit untuk kembali ke kantor. Satu minggu kemudian, aku baru bi

  • Anak Jenderal & Ajudan   Bab 51

    Setelah Pak Aldi pulang, tiba-tiba saja Bang Ucok masuk ke ruanganku tanpa mengetuk pintu. Padahal aku sedang menatap hampa, ke layar laptop. "Pasya, sekarang Abang ingat siapa Bapak tadi. Beliau itu Mayor Jenderal TNI AD Aldiansyah. Abang pernah bertemu sekali, saat baru mulai bertugas. Tapi setelah itu, beliau ditugaskan ke Timika Papua selama beberapa tahun. Makanya Abang lupa-lupa ingat dengan wajah beliau. Kenapa Bapak Aldi cari kau?" cecar Bang Ucok. "Bapak Mayjen itu Ayah kandungnya Rora," jawabku pelan, seperti kehilangan semangat. "Alamak, mulut rombeng kau sudah buat masalahnya?""Sudah Bang, habislah aku," ucapku, sambil memejamkan mata dan membenturkan kening ke meja kerja. "Aaahhhh, sudah kita. Wooiiii, komandan Lion King batal nikah lagi!" teriak Bang Ucok tidak sopan. Walaupun hatiku dongkol, tapi aku sudah kehilangan tenaga untuk memarahi Bang Ucok. Tiba-tiba ada yang menepuk pundakku, dan saat aku menengadahkan kepala ternyata itu Abeng. "Kenapa kau jadi selalu

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status