Share

Percakapan tentang Desa

Setelah bangun dan merasa lapar, Bara memutuskan untuk mencari makan siang di desa tersebut. Dia melihat banyak warung makan kecil di sekitar desa, dan berharap bisa menemukan tempat yang cocok untuk makan.

Namun, saat dia mendekati salah satu warung, dia melihat wajah pemilik warung yang tiba-tiba berubah menjadi ketakutan. Mereka dengan cepat menutup gorden dan pintu warung mereka.

'Apa yang terjadi' Bara merasa bingung dan heran dengan reaksi pemilik warung tersebut. Dia mencoba menghampiri warung lain, tetapi situasinya sama.

Para pemilik warung terlihat takut dan menutup pintu mereka ketika melihat Bara mendekat. Bara merasa semakin lapar dan kebingungan. Dia terus berjalan berkeliling desa, mencari warung yang menerima pembeli dari luar.

Namun, setelah sepuluh menit berkeliling, Bara menyadari bahwa semua warung di desa tersebut memperlakukannya dengan sikap yang sama. Dia merasa frustasi dan kecewa. Perutnya semakin keroncongan, tetapi tidak ada tempat untuk membeli makanan.

Akhirnya, Bara memutuskan untuk kembali ke Penginapan. Saat dia berjalan kembali menuju kesana, dia melihat Sekar, wanita itu sedang menyirami mawar di taman depan Penginapan.

Dengan sopan, Bara menghampiri Sekar dan bertanya, "Maaf, apakah ada warung di dekat sini yang bisa saya belikan makanan? Saya sangat lapar, tetapi semua warung sepertinya tidak menerima pembeli dari luar."

Sekar menghentikan aktifitasnya , dia tersenyum ramah dan menghampiri Bara. "Tidak perlu khawatir, Mas Bara. Saya bisa membantu kamu dengan itu. Mari ikut saya ke dapur."

Bara merasa lega mendengar tawaran bantuan dari Sekar. Dia mengikuti Sekar ke dapur dengan harapan bisa mendapatkan makanan untuk mengisi perutnya yang lapar. Begitu masuk ke dapur, Bara terkejut melihat meja yang penuh dengan hidangan lezat.

"Saya menyiapkan makanan untuk para penghuni Penginapan ini, juga untukmu," kata Sekar dengan senyum hangat, sambil menuang air di gelas untuk Bara

Bara duduk dan mulai menikmati hidangan yang disajikan. Meskipun sederhana, makanan itu lezat dan memuaskan.

"Enak sekali, apa kamu sendiri yang memasak ini semua?" tanya Bara saat menyantap makanan di hadapannya.

"Saya dibantu Mbok Marni, tapi beliau hanya datang saat tertentu untuk jam jam mempersiapkan makanan, lalu sisanya saya sendiri" jawab Sekar. "Saya pamit ke ruang tamu dulu, jika ada keperluan. Silahkan cari saya di sana" Sekar berpamitan, meninggalkan Bara yang memuaskan rasa laparnya

Setelah selesai makan, Bara melihat Sekar yang duduk di ruang tamu Pondok . Rasa penasaran masih menghantui pikirannya, jadi dia memutuskan untuk bertanya pada Sekar tentang perilaku aneh para pemilik warung.

"Boleh saya duduk?" Bara menunjuk kursi kosong di samping Sekar

"Silahkan, Mas."

Bara melihat ke arah Sekar dengan pandangan penuh keingintahuan. "Sekar, aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di desa ini. Tadi aku mencoba mampir ke beberapa warung, tapi para pemiliknya terlihat takut dan menutup pintu mereka saat aku mendekat. Apa yang terjadi?"

Sekar menghela nafas panjang, matanya terlihat penuh dengan beban. Dia menatap ke kejauhan sejenak sebelum menjawab, mencoba mengumpulkan pikirannya. "Sebenarnya, di masa lalu, desa ini sering dikunjungi oleh orang-orang dari kota yang datang untuk berlibur. Namun, sayangnya, tidak semua dari mereka bertindak dengan baik. Beberapa dari mereka melakukan hal-hal yang tidak senonoh terhadap gadis-gadis di desa ini."

Bara merasa terkejut dan sedih mendengar penjelasan Sekar. Rasanya tidak adil bahwa beberapa orang dari kota telah melakukan tindakan yang tidak pantas di desa ini. Dia merasa marah dan bersalah karena menjadi bagian dari stereotip negatif yang ada di masyarakat.

"Kenapa tidak melaporkan ke polisi?" tanya Bara, teringat akan ayahnya yang dulu merupakan seorang polisi.

Sekar menggelengkan kepala dengan sedih. "Kami sudah melaporkan kejadian ini ke polisi beberapa kali, tetapi kami merasa bahwa upaya kami tidak direspons dengan serius. Desa ini jauh dari kota Mas, dan seringkali polisi hanya memberikan janji-janji kosong bahwa mereka akan datang dan menindaklanjuti, tetapi kenyataannya mereka tidak pernah benar-benar sampai ke desa ini. Mungkin kata-kata itu hanya sebagai penenang untuk kami." Mata Sekar berkaca kaca

Bara terdiam sejenak, 'Jangan jangan para polisi itu memang ingin kesini, tapi terjebak di jalur yang sama seperti aku tadi malam'. Bara tenggelam dalam pikirannya sendiri

Bara merasa semakin mengerti situasi yang ada di desa tersebut. Namun, dia juga merasa sedih bahwa dia dianggap bersalah hanya karena penampilannya sebagai orang baru.

"Dalam situasi seperti ini, apa yang seharusnya saya lakukan?" tanya Bara dengan nada penuh keinginan untuk berubah.

Sekar menatap Bara dengan penuh pengertian. "Hal terbaik yang bisa kamu lakukan adalah membuktikan kepada mereka bahwa kamu bukanlah orang yang sama seperti yang mereka takuti. Jalinlah hubungan yang baik dengan penduduk desa, tunjukkan bahwa kamu adalah orang yang sopan, menghormati, dan peduli terhadap mereka. Dengan waktu, mereka akan melihat siapa kamu sebenarnya."

Bara mengangguk, matanya kosong menatap ke arah dinding ruang tamu itu. 'Mana mungkin polisi tidak datang apalagi kejadian ini pasti tidak terjadi sekali saja, karena sampai membuat warga se- trauma itu dengan orang baru' batinnya bergejolak.

"Seandainya Ayahku masih menjabat, pasti dia adalah Polisi pertama yang datan kesini" ujar Bara

"Ayahmu Polisi?" Sekar seperti tak percaya

"Iya. Hanya saja sekarang sudah pensiun. Namun dia masih sangat mengikuti berita berita tentang kejahatan yang terjadi, kadang juga suka kesal sendiri" jelas Bara sambil tersenyum, membayangkan kejadian saat dia dan ayahnya bertengkar waktu itu.

"Sebaiknya kamu pun mengikuti jejak ayahmu, mungkin kamu bisa menjadi seorang polisi yang lebih baik lagi dari ayahmu"

"Itulah alasan kenapa aku berada disini, berjalan tanpa arah, dan hampir pingsan kelaparan karena tak ada yang mau menjual makanan untukku" Bara terkekeh

"Maksudmu?" Sekar tak paham

"Aku bertengkar dengan ayahku, beliau menawarkan ku untuk masuk ke kepolisian mengikuti jejaknya. Namun aku tak tertarik. Kemudian beliau menelpon rekan rekannya untuk menyiapkan jabatan untukku di beberapa institusi, hanya tinggal menunggu jawaban dariku mau pilih yang mana. Hidup sudah di atur dan di porsikan sesuai keinginannya" Bara terdiam

"Lalu? Kau menolaknya" tanya Sekar penasaran

"Iya." Bara menjawab singkat, di kepalanya masih terngiang kata kata sang Ayah

"Kenapa?"

"Aku ingin hidupku ada di tanganku, menjadi apa yang aku mau, menjelajahi apa yang belum pernah aku lihat. Dan menjadi diriku sendiri tanpa ada embel embel Anak Jendral di belakang"

Sekar menghela nafas berat, "Beruntungnya kamu, jalanmu masih panjang. Sedangkan aku, harus tinggal disini menjaga Penginapan ini selamanya" mata Sekar tak bisa berbohong dengan kesedihannya

"Jika kau mau, ikutlah denganku?" ajak Bara dengan antusias

"Tidak bisa Mas, aku harus disini menjaga penginapan. Ini adalah satu satunya peninggalan kedua orang tuaku"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status