"Mommy sudah pulang!"
"Yeay! Mommy benar-benar pulang sangat cepat! Apakah kita jadi pergi ke mall? Mommy mengatakan kita akan membeli pakaian untuk tahun baru, apakah jadi perginya, Mommy?"Raysan dan Raysen menyerbunya dan mengikutinya masuk ke dalam rumah setelah dia pulang bekerja. Kedua Putra kembarnya yang tampan dan mewarisi gen ayahnya itu terlihat begitu antusias berceloteh. Membuat Rachel melepaskan tas yang disandangnya lalu berjongkok dan mendapatkan ciuman di masing-masing pipinya dari dua putranya itu."Tentu saja jadi! Mommy sudah berjanji jadi tidak mungkin Mommy akan mengingkarinya. Kita akan pergi ke mall untuk membeli pakaian dan ini adalah pertama kalinya untuk Raysan dan Raysen, bukan?" ujarnya lembut membuat kedua pria kecil berwajah kembar itu mengangguk-angguk."Ini pertama kalinya, Mom! Raysen benar-benar tidak sabar dan ingin segera datang ke sana. Selama ini kami hanya di rumah dan kalaupun bermain hanya di halaman rumah bersama dengan Nenek. Karena Nenek mengatakan kalau di luar rumah banyak kuman dan juga orang-orang jahat jadi kami hanya boleh bermain di halaman. Ini pertama kalinya Mommy akan membawa kami membeli pakaian. Ayo Mommy, kita harus segera bersiap karena Raysen sangat tidak sabar!" ujar putra bungsunya itu antusias."Nanti, Raysen! Apakah kau tidak melihat Mommy merasa lelah setelah pulang bekerja? Setidaknya Mommy istirahat dan mandi lebih dulu, kau langsung mengajak Mommy pergi apakah benar-benar tidak menyayangi Mommy makanya melakukan itu?"Raysen menatap wajah kakaknya itu lalu mengerutkan dahinya. "Kenapa kau sangat sok tahu? Mommy saja tidak ada mengatakan kalau dia lelah. Aku tidak pernah datang ke mall dan aku penasaran dengan keadaan di sana, jadi aku tidak sabar, apakah salah?""Tidak salah," ucap Raysan dengan wajah seriusnya. "Tetapi kau jangan mengajak Mommy langsung pergi keluar saat ini juga. Bukannya bertanya apakah Mommy sudah makan atau belum, kau malah langsung mengajak Mommy. Bagaimana kalau Mommy sakit?"Raysen terdiam dan menatap wajah ibunya dengan tatapan mata yang mulai berubah. "Maaf, Mommy. Raysen tidak termasuk untuk membuat Mommy semakin lelah. Raysen hanya tidak sabar," ucapnya membuat Rachel terkekeh.Dia mengusap kepala Raysan dan Raysen dengan lembut, sebelum akhirnya berkata. "Kita akan pergi dan Mommy tidak lelah kok, karena Mommy hanya bekerja dari pagi sampai siang. Tetapi, ini masih sangat siang dan terlalu panas kalau kita keluar sekarang. Jadi ayo tunggu agak redup sedikit cahaya mataharinya. Mall ada di pusat kota, terlalu jauh walaupun kita menggunakan taksi. Jadi sebaiknya kita tunggu dulu sampai agak sore baru nanti kita pergi ke sana, oke?" ujarnya dengan lembut membuat kedua anaknya mengangguk."Okey, Mommy! Kalau begitu, Mommy mandi saja. Kami juga akan mencari Nenek untuk mandi!"Rachel tersenyum dan mengangguk. "Pergilah."Raysan menatap wajah ibunya sementara Raysen sudah berlarian ke belakang. Rachel tersenyum padanya, membuatnya tahu kalau ibunya memang tidak lelah karena dia tidak melihat raut wajah kusut di sana. Hal yang membuat Raysan tersenyum dan berlari juga ke belakang mengikuti saudara kembarnya."Bagaimana bisa Raysan yang masih berusia hampir lima tahunan bersikap sedewasa itu? Siapa yang sudah mengajarinya? Ini sudah beberapa kali aku melihatnya, sejak dia mulai pandai bicara," gumamnya seraya menghela napas dan tersenyum.Dia tahu kalau watak setiap anak itu berbeda walaupun mereka kembar identik. Tak mau memikirkannya, Rachel tidak ingin membatasi ruang pikir dan ruang gerak anaknya, makanya dia tidak terlalu banyak mengomentari atau memarahi mereka setiap kali melakukan sesuatu. Itu wajar mereka lakukan, terlebih lagi ini di masa-masa pertumbuhan jadi dia harus lebih membiarkan mereka bereksplorasi sesuka hati.Masuk ke kamarnya, Rachel bergegas mandi. Setelah makan siang dan istirahat sebentar, dia akan mengajak anak-anaknya pergi ke mall dan semoga saja nanti tidak ada orang yang kenal dengannya.***"Mommy! Ini luas sekali! Tempatnya sangat bagus," ucap Raysen dengan wajahnya terlihat sangat antusias meskipun menggunakan masker spider-man."Benar, ini sangat bagus! Nenek selama ini hanya pernah melihatnya di televisi." Bibi Vee terkekeh mengatakannya membuat Rachel tersenyum."Ayo kita ke toko pakaian untuk anak-anak, Mommy mau memberikan kalian pakaian kembar supaya bertambah tampan.""Ayo! Kita pergi kesana!"Raysen langsung menyambar tangan ibunya, membawanya berjalan dengan penuh semangat. Keluarga bahagia tanpa Ayah itu terlihat mengelilingi beberapa kali mall untuk mencari pakaian yang mereka mau. Rachel beberapa kali menyerukan nama anak-anaknya yang berlarian dengan sangat antusias, khawatir anak-anaknya itu malah akan menabrak orang-orang yang berlalu lalang."Mommy ..."Rachel yang sedang membayar terlihat menunduk menatap wajah putranya. "Kenapa, Raysan?""Temani aku ke kamar mandi, rasanya aku tidak nyaman dan ingin buang air kecil."Rachel tersenyum dan mengangguk, dia memberikan belanjaan mereka pada Bibi Vee, memintanya untuk menggantikan mengantri sementara Rachel sendiri membawa kedua anaknya keluar dari toko itu dan mencari toilet umum.Karena anaknya laki-laki, Rachel terpaksa harus masuk ke toilet khusus laki-laki. Sementara dia menunggu kedua anaknya selesai, dia melepaskan masker dan membasuh wajahnya di wastafel. Rasanya cukup melelahkan membawa kedua anaknya yang sangat aktif ke tempat umum seperti ini, dia berkeringat walaupun dia merasa senang karena anak-anaknya senang.Setelah sekian lama dia selalu berusaha untuk menyembunyikan pergerakan yang ada di dalam rumah dan meminta agar Bibi Vee tidak begitu menonjolkan keadaan rumah karena khawatir ada orang-orang dari keluarga Stepson yang memperhatikan, baru sekaranglah Rachel bisa lebih leluasa setelah mengantisipasi banyak hal dan menggunakan masker agar tidak dikenali."Mommy, Raysan sudah selesai.""Raysen juga, Mommy!"Rachel menoleh lalu tersenyum. "Mommy datang!"Dia bergerak, melupakan maskernya yang dia letakkan di sisi wastafel. Dia sedang membantu anak-anaknya membasuh bekas buang air kecil mereka itu, ketika mendengar suara pintu terbuka dan dua orang pria masuk ke sana."Menjijikkan! Seharusnya dia sudah datang lebih dulu dibandingkan aku. Dia seharusnya tahu kalau aku tidak membutuhkannya disini, dia yang membutuhkanku."Salah seorang dari pria itu dengan suaranya yang berat dan terdengar marah hingga membuat Raysan dan Raysen memanggil Rachel dengan suara pelan dan memeluk ibu mereka itu karena takut sebab ini untuk pertama kalinya bagi mereka mendengar suara marah seorang pria."Maaf, Tuan, saya akan urus-""Tidak perlu, putuskan saja hubungan kontrak dengannya! Katakan padanya, jangan mencari aku lagi!""Baik."Setelahnya, pria itu menyipitkan matanya melihat seorang wanita menggendong dua anak laki-laki kecil yang menyembunyikan wajah mereka ke leher ibunya itu."Tidak apa-apa, kita pergi sekarang, okay?" ucap Rachel dengan lembut sambil berbalik.Dia sudah akan melanjutkan langkahnya tapi terhenti ketika matanya menangkap wajah seorang pria yang menatapnya datar. Namun sesaat, pria itu membulatkan matanya dengan tatapan kaget saat melihatnya, hingga membuat Rachel dengan reflek menunduk dan jantungnya perlahan berdebar kaget melihat pria itu ada di hadapannya dengan Vicky, asistennya, yang juga sama terkejutnya dengan wajah pria itu."Nona Rachel?! Anda-" Vicky menggantung kalimatnya, wajahnya begitu kaget, terlebih lagi ketika kedua anak yang digendong oleh Rachel itu sama-sama menoleh ke belakang dan melihat mereka. "I-ini ... Tuan ..."Vicky menatap wajah Hillen yang tampak semakin mematung di tempatnya. Anak-anak itu ... kenapa sangat mirip dengannya?Suasana terasa membeku begitu Hillen dan Rachel bersitatap di dalam ruangan itu. Keduanya menatap wajah satu sama lain dengan tatapan kaget, bahkan tatapan Hillen yang terlihat menegang dan tangan mengepal erat. Dia masih tercengang karena melihat wajah kedua anak kembar yang sudah kembali merunduk ke dalam leher ibunya."Nona ... Anda ... Tuan ..." Vicky bahkan kehilangan kata-katanya melihat itu, tapi Hillen seperti tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Ketiganya sempat membeku saat itu, tapi berbeda dengan Rachel, dia terlihat menunduk setelah tersadar, dipeluknya tubuh anaknya dengan erat lalu membungkuk."Maaf, Tuan. Silakan, anak saya sudah selesai menggunakan kamar mandi ini." Dengan sopan Rachel berkata, walaupun dia akhirnya mengutuk kebodohannya.Bagaimana bisa dia mengatakan kata-kata itu? Sebagai seorang pria yang cerdas, Hillen pasti bisa menemukan sebuah kejanggalan dan kebenaran dari ucapannya. Tetapi dia tidak bisa lama-lama di sini, dia harus segera pergi atau nanti
"Pergilah, bawa masuk pakaian yang sudah Mommy belikan pada kalian. Sekarang pergi ke kamar, jangan keluar kecuali Mommy panggil, oke?"Raysan dan Raysen mengangguk sebelum akhirnya membawa paper bag berisi pakaian mereka, masuk ke dalam kamar dengan bahagia dan antusias. Rachel merasa senang karena anak-anaknya tidak ada bertanya sama sekali kenapa dia harus melakukan itu. Sementara setelahnya, Rachel langsung duduk di sofa dan diam dengan wajahnya yang kaku. Bibi Vee tahu pasti ada sesuatu yang sudah terjadi makanya tadi Rachel sengaja mengajak mereka pulang lebih cepat dan bahkan berlari-lari menggunakan jalan tikus sampai hampir tersesat.Dia pergi ke dapur lalu membuat teh sebelum membawanya ke depan dan duduk di hadapan Rachel yang sedang berusaha menghilangkan kekhawatiran di wajahnya. "Nona ... apakah ada sesuatu yang baru terjadi? Kenapa Anda seperti mengalami sesuatu yang berat dan mengkhawatirkan?" tanyanya sopan membuat Rachel menggeleng.Selama beberapa tahun ini Rachel
Rachel belum berani menuju ke arah pintu mendengar suara ketukan itu. Dia takut itu adalah Hillen, bagaimana dia akan menyembunyikan diri? Bagaimana dia akan menyembunyikan anak-anaknya? Hillen Stepson adalah pria yang kejam, dia sudah pasti akan tiba di sini dan melakukan semuanya, mungkin untuk membalaskan rasa kesal atau tidak sukanya karena Rachel diam-diam sudah berani melahirkan anaknya. Pertemuan mereka saat di mall tadi pasti membuat Hillen curiga dengan anak-anak yang di bawanya, bukan? Hillen adalah seorang pria cerdas dan segala macam pemikirannya pasti sudah sampai di tahap, anak-anak kembar itu pastilah anaknya."Mommy ..."Pintu kamarnya terbuka dan menampilkan putra sulungnya, Raysan, yang berjalan ke arahnya dengan wajah heran karena melihat ibunya yang sedang duduk melamun di atas ranjang."Ada apa, Raysan? Dimana adikmu?" tanya Rachel, berusaha untuk tetap baik-baik saja karena ada anaknya di sini.Raysan naik ke atas tempat tidur ibunya, lalu menatap wajah ibunya i
"Nona, saya sudah mengetuk pintunya dari tadi. Kenapa Nona tidak juga membukanya? Saya panik sekali kalau Nona ternyata tidak menerima saya lagi." Rachel membuang napasnya panjang ketika melihat kalau yang ada di balik pintu adalah Bibi Vee. Suara pintu yang terus diketuk membuatnya memberanikan diri untuk membukanya, dia sudah bersiap dengan apa yang akan dia lihat dan siapa yang akan dia hadapi, tapi ternyata yang datang adalah Bibi Vee dan itu cukup membuatnya lega."Maaf, masuklah, Bi. Sebaiknya mulai sekarang kita jangan terlalu sering keluar, mereka bisa melihat pergerakan kita dan itu bisa membuat mereka curiga." Rachel berkata seraya menarik tangan Bibi Vee masuk dan kembali menutup pintu rumahnya.Bibi Vee tahu kalau Rachel sedang dalam keadaan takut saat ini, bahkan bisa dikatakan ini adalah ketakutan terbesar yang dialami Rachel yang pernah dia lihat selama mereka tinggal bersama. Bibi Vee tak tahu apa sebabnya, tapi dia juga tak mau mencari tahu sebab itu adalah hal yang
Rachel membeku melihat siapa yang ada dihadapannya, dia kaget karena tak menduga kalau yang ada di hadapannya adalah pria yang sudah membuatnya kehilangan kesuciannya lima tahun lalu.Rachel sungguh tidak menduga kalau tamu VIP yang dikatakan oleh majikannya adalah dia. Rachel mengira kalau mungkin orang lain, karena memang biasanya toko roti mereka membuka layanan seperti ini. Beberapa tahun terakhir, ada banyak sekali kejadian bunuh diri di negara ini makanya pemilik toko berinisiatif untuk menyediakan jasa curhat jika seandainya ada yang ingin menyampaikan isi hatinya. Rachel juga beberapa kali mendapatkan job yang sama, hanya saja karena ada karyawan khusus yang akan mengurus itu, dia jarang berada di depan sini untuk melayani pelanggan sebab tugasnya ada di bagian dapur."Rachel Gracilia," ucap Hillen seraya menatapnya dalam. "Kemari."Rachel tak mau menggerakkan kakinya dan hanya diam saja di sana seperti tak mendengar apa-apa. Dia tidak menduga kalau pria ini yang ada di dalam
Rachel merasa lega karena Hillen tak mengganggunya lagi setelah dia meninggalkan pria itu di ruangannya tadi. Hingga sampai semua pekerjaannya selesai dan dia pulang ke flat yang kini sudah menjadi rumahnya, semuanya berjalan lancar seperti tak ada yang terjadi.Rachel merasa lega, tapi kemudian kelegaannya hilang ketika dia melihat seorang pria yang lumayan dikenalinnya sedang turun dari mobil yang berhenti di halaman flatnya tinggal."Nona Rachel, saya diperintahkan untuk mengantarkan bahan-bahan makanan dan kebutuhan ini oleh Tuan Besar. Beliau mengatakan sangat merindukan Nona, hanya saja kesehatannya menurun makanya beliau tidak bisa datang."Rachel kehilangan kata-kata karena pria itu menggunakan nama Tuan Besar Stepson dihadapannya, yang dimana itu adalah kakek angkatnya dan pria yang paling menyayanginya setelah kedua orangtuanya meninggal. Namun, bukankah pria ini adalah asistennya Hillen? Sejak kapan kakeknya kekurangan asisten hingga meminta asisten pria itu untuk mengantar
Rachel terdiam menatapi bahan-bahan makanan yang ada di hadapannya saat ini. Bahan-bahan makanan dan keperluan yang dikatakan Vicky dikirimkan oleh kakeknya dan Rachel merasa itu seperti tidak masuk akal. Kakeknya sendiri saja sudah membiarkannya hidup mandiri, dia juga hanya cucu angkat, lantas kenapa harus mengirimkan bahan-bahan makanan dan keperluan ini lagi? "Percuma saja aku pergi dan tinggal disini, dia tetap tahu dimana aku berada." Rachel tak tahu kenapa Hillen harus melakukan ini. Dia tak mengerti bagaimana dan apa yang bisa dia lakukan, Hillen jauh dari jangkauannya dan sikapnya juga tak sama seperti yang Rachel harapkan."Apakah aku harus serahkan anak-anak baru kemudian dia akan berhenti? Namun, apakah dia akan menjaga anak-anak dengan baik?"Rachel menggeleng tak yakin. Hillen saja biasa di urus pelayan, biasa diperlakukan layaknya Pangeran. Bagaimana bisa pria seperti itu menjadi ayah dua anak yang sedang aktif-aktifnya?"Tiga Minggu lagi aku akan lulus dan wisuda, se
Hillen terdiam menatap wajah kedua anak kembar yang masing-masing memegang botol susu ditangan mereka itu. Wajah-wajah mereka sangat mirip dengannya, membuatnya menarik napas perlahan dan menatap wajah Bibi Vee."Rachel pernah menikah? Sudah berapa lama Anda bersamanya?"Bibi Vee diam sesaat sebelum akhirnya dia menunduk. "Selama saya melihatnya dia belum pernah dekat dengan pria manapun dan kalau ada yang ingin mendekatinya juga Nona Rachel selalu menolak. Kenapa Tuan bertanya seperti itu?" tanyanya membuat Hillen menatap anak-anak itu lagi.Mereka sudah agak menjauh, bicara satu sama lain dan bahkan tak mempedulikan kehadirannya. Jika tadi mereka mendekati Bibi Vee karena sengaja, mereka terlihat khawatir dengan kedatangan orang baru. Sementara itu, sekarang mereka sudah tidak begitu peduli karena Bibi Vee juga ada di sana dan bicara dengannya."Bagaimana hadirnya anak-anak ini kalau dia tidak pernah menikah? Apakah ada kesalahan dalam hal ini?" tanya Hillen, membuat Bibi Vee mengge