Share

Belum Mendapatkan Bukti

“Tidak ada gelagat mencurigakan. Dia benar-benar melakukan pekerjaan dan kegiatan seperti biasanya, Pak.”

Sudah beberapa hari semenjak kejadian yang menimpa Evan. Dia pun tidak mendapatkan bukti kejahatan orang yang dicurigainya, serta tidak menemukan wanita panggilan yang menjebaknya. Semua ini membuat Evan benar-benar cemas.

Evan terlihat berpikir mendengar laporan dari asistennya. Dia menyangga dagu dengan kepalan tangan, sedangkan siku bertumpu di meja.

“Apa kamu sudah memastikannya? Bagaimana dengan asistennya atau orang yang dekat dengannya? Apakah kamu sudah memantaunya semua?” tanya Evan merasa tidak puas dengan laporan Albert, jangan sampai dia lengah dan memberikan celah untuk musuhnya menyerang.

“Saya sudah memastikan semua, Pak. Saya bahkan meminta orang untuk terus mengawasi, tapi apa yang dilakukan tidak ada yang mencurigakan,” ujar Albert meyakinkan jika laporannya tidak salah.

Evan kembali berpikir. Dia benar-benar buntu dan tidak mendapatkan titik terang sama sekali, apalagi sampai saat ini pun tidak ada tanda-tanda jika ada konspirasi atau skandal tentang dirinya yang tersebar.

“Baiklah, tapi untuk berjaga-jaga, tetaplah awasi dia dan seluruh orang kepercayaannya,” perintah Evan.

“Saya mengerti.”

Jika kejadian malam itu memang untuk menjebaknya dan dia tidur dengan wanita yang sudah disiapkan untuk menjebaknya, tapi kenapa sampai sekarang tidak ada skandal yang terjadi. Namun, di luar semua pemikiran akan sebuah konspirasi, Evan malah berpikir jika wanita yang ditidurinya adalah korban, sebab tidak mungkin ada wanita panggilan yang masih perawan.

“Sial!” Evan mengumpat saat mengingat bercak darah di sprei.

Jika benar wanita itu adalah korban, maka Evan akan sangat merasa bersalah sebab sudah merenggut kesucian wanita itu.

**

Sebulan semenjak kejadian di hotel itu. Evan sudah melakukan pekerjaan seperti biasa dan menjalani harinya seperti biasa. Bahkan dia sudah kembali ke kota asalnya untuk mengurus perusahaan.

Pagi yang indah karena hari begitu cerah. Evan bangun tidur seperti biasa, tapi ada yang berbeda dengan pagi ini. Dia merasa pusing dan mual, bahkan tidak biasanya Evan bangun kesiangan.

Terdengar suara Evan yang berusaha muntah. Dia berjongkok di depan kloset dan berusaha mengeluarkan apa pun yang tersisa di lambungnya.

“Ada apa denganku? Apa aku keracunan makanan?”

Evan mengelap permukaan bibir dari sisa air yang membekas di sana. Dia benar-benar tidak mengerti kenapa bisa sakit padahal semalam baik-baik saja. Evan keluar dari kamar mandi, lantas menghubungi dokter pribadinya untuk datang.

Beberapa saat berlalu, dokter pribadi Evan pun datang, kemudian mengecek kondisi pria itu.

“Apa yang kamu rasakan?” tanya dokter muda itu. Dia mengecek denyut nadi, juga pupil mata Evan.

“Mual, pusing, muntah, tidak nyaman, semuanya. Apa mungkin aku keracunan?” tanya Evan balik setelah menjawab pertanyaan dokter.

“Jika kamu yakin kalau keracunan, untuk apa kamu menghubungiku,” balas sang dokter yang ternyata adalah sahabat Evan.

“Sialan! Itu sudah tugasmu memeriksa, aku hanya menebak,” umpat Evan kesal karena kondisi tubuhnya yang tidak nyaman.

Max—teman Evan, lantas memeriksa keseluruhan tubuh sahabatnya itu, tapi tidak ada tanda-tanda mencurigakan, bahkan suhu tubuh Evan pun normal dan tidak menunjukkan jika sedang demam atau semacamnya.

“Secara keseluruhan kondisimu baik-baik saja, mungkin semalam kamu salah makan, sehingga pagi ini merasa mual dan tidak nyaman,” ucap Max, kemudian terlihat mengirim pesan ke asistennya untuk mengirimkan obat ke apartemen yang ditinggali Evan.

“Entahlah, padahal semalam hanya makan salmon. Biasanya juga baik-baik saja,” ujar Evan menjelaskan sambil memegangi kepala yang terasa pusing.

Max memperhatikan Evan, menatap curiga ke sahabatnya itu sebab menebak dari kondisi Evan sekarang ini.

“Apa kamu tahu?” Max bicara sambil terus memperhatikan Evan.

Evan memicing ke Max, jika sahabatnya itu sudah berkata demikian, artinya Max sedang ingin menebak sesuatu darinya.

“Kondisimu sekarang ini, entah kenapa aku merasa seperti wanita sedang hamil. Kamu tahu, morning sickness. Mual, muntah, pusing, dan mungkin tidak nafsu makan di pagi hari, tapi akan membaik saat siang hari,” ujar Max menjelaskan.

“Jangan mengada-ada, Max!” sanggah Evan yang sebenarnya sedang menutupi keterkejutannya.

“Aku hanya menebak, Van. Karena tanda-tanda sakitmu seperti itu. Tapi jelas aku yakin itu tidak mungkin, karena kamu masih mengejar gadis yang berkeliling dunia dan harus bersaing dengan sepupumu sendiri untuk mendapatkannya. Atau mungkin benar, jika kamu sebenarnya sudah tidur dengan wanita lain, dan sekarang wanita itu hamil. Meski belum ada penjelasan medis tentang morning sickness pada pria, tapi hal itu sudah terbukti. Katakan kepadaku, apa kamu menghamili anak orang?” Max bicara dengan serius, terus menatap dan memperhatikan ekspresi wajah Evan.

Evan terdiam mendengarkan ucapan Max, apa mungkin tebakan temannya itu benar. Jika memang demikian, apakah berarti wanita yang ditidurinya malam itu kini sedang hamil dan kini dia yang mengalami morning sickness. Tidak, Evan menolak logika itu dan tentunya tidak akan mengaku jika sudah membuat sebuah kesalahan.

“Jangan mengada-ada! Umurku masih terlalu muda untuk menghamili anak orang! Aku masih waras!”

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Puput Gendis
hadeeeehhh mn si evan punya cwek yg dia suka,gmn nasib rena nanti
goodnovel comment avatar
vieta_novie
wow...tebakan max kyk nya bener nih...Renata hamil kah?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status