Share

7. Buka atau Aku yang Membukanya

Jeremy diam-diam mengulum senyum. Ia sudah sering mengamati gelagat Frank Harper saat menghadapi wanita. Pria itu selalu menjaga jarak, sekalipun dengan Isabela.

Namun, dengan Kara Martin tadi, jarak mereka terlalu dekat. Jeremy bahkan sempat mengira bahwa Frank akan mencium Kara. 

"Nona Martin, Tuan Harper memanggil Anda," ujar Jeremy dengan senyum lebar. Ia agak kesulitan menahan tawa karena imajinasi singkatnya itu.

Melihat keramahan Jeremy, mata Kara melebar. Pria itu terlihat lebih sangar dari si Setan Cabul. Ia sempat mengira bahwa Jeremy adalah kepala pengawal. Namun ternyata, pria itu jauh lebih hangat. 

Dengan permintaan sesopan itu, Kara tidak perlu banyak waktu untuk mewujudkannya. Ia melangkah ringan menuju ruangan CEO.

Namun, begitu melihat tampang dingin Frank, hatinya kembali berat. Sulit dipercaya bahwa dirinya akan sering bertemu mata abu-abu itu.

"Kau pikir aku membayarmu hanya untuk bersantai?" Nada bicara pria itu sama mengganggu dengan tatapan sinisnya.

"Saya membaca buku panduan, bukan bersantai. Nyonya Bell memberi saya waktu sehari untuk mempelajari kebiasaan Anda."

"Bosmu itu aku, bukan dia. Perkataankulah yang harus kau dengar. Sekarang mulailah bekerja!"

Kara ternganga tanpa kata. Mata bulatnya berkedip-kedip seperti boneka. Ia belum membaca panduan. Bagaimana mungkin ia bisa bekerja?

"Apa yang harus saya kerjakan?" tanyanya tanpa berpikir panjang.

Frank menghela napas tak percaya. "Kau orang pilihan Nyonya Bell, tapi tidak mengerti tugas sekretaris?"

Bibir Kara langsung manyun. Ia masih belum terbiasa dengan sindiran tanpa jeda dari bosnya itu. 

"Anda seorang pemimpin, tapi enggan memberikan instruksi yang jelas kepada karyawan? Penghargaan CEO terbaik itu Anda beli atau bagaimana?"

Senyum miring di wajah Frank sontak berubah kaku. Tangannya gatal, ingin menarik kerah baju. Kara Martin ternyata bukan hanya pandai, tetapi mahir membuatnya gerah. 

"Kau menginginkan instruksi?" Nada suaranya mencurigakan.

Dengan mata menyipit, Frank beranjak dari kursi. Kemudian, sambil menyempal tangan ke dalam saku, ia memperhatikan Kara dari jarak tiga kaki.

“Baiklah, tapi sebelum itu, kau harus mencatat aturan dasar 3J baik-baik.” Sambil mengacungkan telunjuk, Frank mulai mengitari Kara. 

"Pertama, jaga profesionalitas. Kau harus bisa memisahkan kehidupan pribadi dengan pekerjaan. Aku tidak peduli jika kau memelihara puluhan kucing atau ratusan ayam. Saat di kantor, seluruh pikiranmu harus fokus pada pekerjaan."

Belum sempat Kara menimpali, sang CEO sudah bicara lagi. 

"Kedua, jaga jarak. Kau tidak boleh terlalu dekat denganku. Dua kaki adalah batasmu. Jangan sampai tunanganku cemburu pada gadis yang tak selevel dengannya. Itu sebuah penghinaan."

Kara memutar mata. Ia muak dengan sikap Frank yang selalu merendahkan dirinya. 

"Ketiga, jaga penampilan. Kau termasuk salah satu representasi dari Savior Group, jadi kau harus tampil rapi dan smart. Jangan sampai klien memandang kita remeh karena ulahmu."

"Apa yang salah dengan penampilanku?" Kara tidak bisa menahan unek-uneknya lebih lama.

Frank sontak menghentikan langkah tepat di depan Kara. Mata abu-abunya mulai mengamati gadis itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. Setelah menggeleng jijik, ia menunjuk sepatu hitam sang sekretaris.

“Kau bukan anak magang, jadi singkirkan sepatu kuno itu. Dan celana itu ... tukarlah dengan rok. Dengan begitu, kau mungkin bisa terlihat sedikit lebih menarik. Lalu, blouse yang membosankan itu ... carilah yang lebih bermode. Terakhir, kepalamu.”

“Ada apa dengan kepalaku?” tanya Kara dengan nada horor. Ia masih bisa terima jika sang CEO memprotes outfit-nya, tetapi kepala? Apakah Setan Cabul itu juga ingin menggantinya?

“Kau tidak sedap dipandang. Buka ikat rambutmu!”

Kara terbelalak. Ia sedang dalam bahaya. Jika rambutnya tergerai, bukankah Frank Harper bisa lebih mudah mengenalinya?

“Saya lebih nyaman seperti ini, Tuan. Jika rambut saya tergerai, itu akan lebih merepotkan.”

“Kau yang repot, bukan aku. Buka sekarang atau aku yang membukanya!”

Kara menelan ludah. Ia ingin mencari alasan, tetapi tidak ada. Sambil menundukkan kepala, ia terpaksa menggerai rambutnya.

“Singkirkan kacamata itu juga!”

“K-kacamata? Bagaimana saya bisa melihat?” Kara terbata-bata. Ia baru sadar bahwa Frank Harper telah mencurigainya.

“Kau masih punya mata. Jadi, lepaskan!”

Frank tiba-tiba merebut kacamata Kara. Merasa topengnya lepas, gadis itu spontan menutup mata dengan sebelah tangan.

“Tolong kembalikan! Saya bisa pusing kalau tanpa kacamata!” Tangannya yang lain menggapai-gapai tanpa arah.

“Ini bukan kacamata plus ataupun minus. Apa yang kau pusingkan?”

Kara sontak mengintip lewat sela jari. Frank ternyata sedang menguji kacamata itu. Panik, Kara nekat merebutnya. Namun, sang CEO dengan sigap menangkap kedua tangannya.

Dari jarak sedekat itu, mustahil Frank Harper tidak mengingatnya. Namun, Kara telah terkunci. Ia tidak bisa lari. Satu-satunya hal yang bisa dilakukan hanyalah menutup mata dan mengernyitkan wajah.

Sayangnya, Kara tidak tahu bahwa taktiknya justru menyegarkan ingatan Frank. Pada malam panas mereka, ia secara tidak sadar membuat ekspresi itu setiap kali si Setan Cabul mendesak terlalu dalam.

“Kara Martin, kau yakin kita belum pernah bertemu sebelumnya?”

Jantung Kara seakan meledak. Darah segar seperti berhamburan memenuhi rongga dadanya. Ia tidak bisa lagi bernapas.

Dengan mata terbelalak, ia hanya menatap lurus manik abu-abu di hadapannya. Wajah pucatnya terpantul di sana.

Jika tidak segera bertindak, ia yakin paru-parunya akan berhenti untuk selama-lamanya. Ia belum siap meninggalkan si Kembar bersama ancaman dari ayah kandung mereka yang tak berperasaan. 

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Ririn Khalimi
makin seru deh
goodnovel comment avatar
Musniwati Elikibasmahulette
rahasia terbongkar sudah ...
goodnovel comment avatar
Tantina Wyvaldia
please God, just for the children and her mom
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status