Share

8. Misi Bunuh Diri

"Tuan!" hardik Kara tanpa terduga. Gadis itu sendiri terkejut dengan suaranya. "Tidakkah kelakuan Anda ini keterlaluan? Anda meminta saya untuk menjaga jarak, tapi Anda sendiri yang melanggarnya."

Frank tertegun mendengar protes tersebut. Dengan alis berkerut, ia melirik ke arah genggamannya. Tangan Kara sedang menggeliat di sana. 

"Kau hendak menyerangku. Bukankah wajar jika aku membela diri?" 

"Anda yang memulai perkara. Kalau Anda tidak mengambil kacamata saya, mana mungkin saya menyerang? Apakah Anda diam-diam tertarik pada saya?" 

Bola mata Frank hampir melompat keluar. Seumur hidup, baru kali ini ada perempuan yang menuduhnya menyimpan rasa.

"Kau gila? Impianmu itu ketinggian." Frank melepas Kara lalu membersihkan jari-jarinya dengan sapu tangan.

"Lalu kenapa Anda tidak membiarkan saya mengundurkan diri? Anda juga bersikap seperti anak kecil yang meminta perhatian. Apakah tunangan Anda yang sempurna itu membosankan? Karena itukah Anda mencari sesuatu yang berbeda? Gadis jelek dan kaku seperti saya ini, misalnya?"

Frank menghela napas tak percaya. Kara Martin memang berbeda dari perempuan lainnya. Ia sangat menyebalkan!

"Kau ini tidak tahu terima kasih, hmm? Aku memberimu kesempatan untuk memperbaiki diri, tapi kau malah menjadi-jadi. Sudahlah! Sekarang cepat buatkan kopi untukku!"

Mendapat kesempatan yang ditunggu-tunggu, Kara pun berlari keluar ruangan. Ia sudah lupa dengan kacamatanya. Ia bahkan tidak sempat memperhatikan bahwa pria yang membukakan pintu sedang menahan tawa. Ia hanya ingin kabur dari Frank Harper. 

"Kenapa kau tertawa?" hardik sang CEO begitu Jeremy berbalik menghadapnya.

"Tolong jangan terlalu keras pada gadis itu, Tuan. Anggapannya tidak salah. Anda memang terlihat suka padanya."

"Jeremy!" 

Sang asisten sontak mengangkat kedua tangan. Ia tidak berani lagi bicara. Selang satu anggukan, ia keluar dari ruangan. Frank selalu butuh waktu untuk meredakan emosi.

Sementara itu, di pantry, Kara baru saja berjalan masuk dengan napas terengah-engah. Sesekali, ia menepuk pipi. Ia masih tak percaya bahwa dirinya berhasil lolos dari kecurigaan si Setan Cabul. 

"Ini seperti misi bunuh diri. Aku harus secepatnya keluar dari perusahaan ini."

Sambil berpikir keras, Kara menyiapkan air panas dan cangkir. Namun, begitu membuka lemari, fokusnya teralihkan.

Deretan stoples di hadapannya telah diberi label nama-nama hari. Kopi Black Ivory untuk hari Senin, Finca El Injerto untuk Selasa, Saint Helena untuk Rabu, Hacienda La Esmeralda untuk Kamis, dan kopi luwak untuk Jumat. Isi lemari itu lebih mahal dari gaji bulanannya! 

"Apakah perlu teknik khusus untuk menyeduhnya?" desah Kara khawatir. Ia bisa membayangkan kemarahan Frank jika ia menyia-nyiakan bubuk kopi itu. 

"Tapi, bukankah itu bagus? Jika Setan Cabul itu marah, dia pasti akan memecatku."

Senyum Kara pun mengembang. Setelah mengangguk mantap, ia mematikan teko pemanas. Tanpa menimbang-nimbang, ia memasukkan kopi ke dalam cangkir, lalu menyiramnya dengan air yang belum mendidih. Ia bahkan menambahkan garam dan merica ke dalamnya. Begitu kopi siap disajikan, ia setengah mati menahan tawa.

"Apakah itu pesanan Tuan?" tanya Jeremy saat dirinya tiba di depan pintu.

"Ya." Kara cepat-cepat mengatupkan bibir agar tidak membocorkan kegelian. Ia sudah siap menerima kemarahan si Setan Cabul.

"Anda menyeduhnya sesuai petunjuk yang tertempel pada bagian belakang stoples, bukan?"

Mendengar nada serius itu, senyum Kara mendadak beku. Setelah berkedip, ia mengangguk kaku. "Ya."

"Baguslah. Kondisi hati Tuan Harper sedang tidak bagus dan Anda sudah menyebabkan masalah dua kali. Saya harap, Anda tidak menambah kesalahan lagi, Nona."

Mendapat peringatan seserius itu, nyali Kara sedikit menciut. "Apa yang terjadi jika saya membuat kesalahan yang ketiga? Apakah saya akan langsung dipecat?"

Jeremy meringis. "Hukuman dari Tuan Harper bukan hanya pemecatan, Nona. Saya harap, Anda tidak pernah tahu. Sekarang, cepat masuk! Jangan biarkan dia menunggu!"

Jantung Kara melompat tinggi ketika Jeremy mendorong punggungnya melewati pintu. Ia ingin mundur, tetapi mata abu-abu yang mengerikan itu sudah telanjur menyorotinya. 

"Apa yang terjadi kalau Setan Cabul itu meminum ini? Apakah ini sungguh misi bunuh diri?" 

Wajah Kara memucat. Tangannya mulai gemetar. Namun, pria yang sedang menyimak obrolan via telepon itu memanggilnya lewat gerak telunjuk. Mau tidak mau, ia menghampiri. 

"Jadi, prototipe CB-23 gagal?" 

Suara Frank menggetarkan lutut Kara. Namun, gadis itu masih bisa mengendalikan kegugupan.

Malangnya, ketika ia hendak meletakkan cangkir, Frank tiba-tiba menggebrak meja. Kopi di tangan Kara nyaris tumpah. 

"Apa kalian lupa? Semua hal yang mengancam reputasi Savior Group harus dilenyapkan. Aku tidak peduli berapa milyar yang kalian habiskan untuk prototipe itu. Barang rusak dan tidak berguna itu tetap harus dihancurkan." 

Kara terbelalak dan tidak berani bergerak. Tangannya seperti melekat pada cangkir yang telah mendarat dengan selamat.

Wajah Louis dan Emily kini terbayang di benaknya. Si Kembar juga mengancam reputasi perusahaan. Jika prototipe yang bernilai milyaran saja tidak ragu untuk dimusnahkan, apalagi anak-anak yang tidak diinginkan?

"Apa kalian ingin bernasib sama seperti awak kapal Savior? Meskipun sebagai individu mereka profesional, tapi sebagai tim mereka sangat buruk. Karyawan yang menghambat perusahaan pantas ditenggelamkan."

Kara menelan ludah. Keringat dingin mulai membutir di tengkuknya. 

"Inikah yang dimaksud dengan hukuman selain pemecatan? Ditenggelamkan?"

Sambil menahan napas, Kara memperhatikan kopi yang diseduhnya. Kemarahan sang CEO sudah pasti akan berlipat ganda jika meminumnya. Kara bukan hanya akan dikeluarkan dari perusahaan, tetapi juga kehidupan. Misi harus segera dibatalkan.

Namun, belum sempat Kara memindahkan cangkir, Frank telah merebutnya. Pria itu ternyata sudah menutup telepon. Tenggorokannya kering dan butuh penyegaran. 

"Jangan!" Kara spontan merebut cangkir. 

"Aaargh!"

Frank langsung berdiri dan tersengal-sengal menatap sang sekretaris. Cairan hitam hangat telah mengotori celananya, tepat di bagian “itu”.

"... Kara Martin!"

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Evi Elfiatun Nurhadi
Hahahaha.... Luar biasa kenyataan itu
goodnovel comment avatar
Novitasari Sari
hahaha kapok ga
goodnovel comment avatar
Tantina Wyvaldia
arghhhhh, innalillahi
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status