Share

Bab 6

Author: Ratu As
last update Last Updated: 2025-04-25 08:04:34

"Ini untuk kalian!" Diaz memberikan es krim itu pada si kembar. Kebetulan jam makan siang, niatnya dia ingin cari makan di resto tapi begitu melewati perempatan lampu merah dia teringat dengan dua bocah kembar. Diaz berjanji untuk menemui mereka lagi, baru sekarang bisa terlaksana karena sejak kemarin dia mulai sibuk kerja. 

"Makasih, Kak Diaz!" Adelio menerimanya dengan senyum lebar.

Adelia mengusap wajahnya yang masih basah karena air mata. 

"Kamu kenapa, Cantik?" Diaz membungkuk dan mengusap kepala Adelia. 

Adelia menggeleng. "Tidak apa-apa, Kak Diaz. Tadi Lio berantem sama Arkan, tapi ayahnya Arkan menjewer Lio. Lia jadi sedih ...." 

"Arkan mulai dulu, dia sengaja membuatku tersandung. Tentu saja aku tidak terima!" sahut Adelio yang masih menunjukkan sikap marahnya. "Aku ingin mengejar dan membela diri, Lia malah menahanku dan menangis!" 

"Aku menahanmu karena tidak ingin kita terlibat masalah!"

Kedua bocah itu kembali ribut, Diaz tersenyum kecil melihat pertengkaran mereka. 

"Oh begitu? Sudah-sudah, sekarang malah kalian yang berantem, sih?" Diaz mengajak mereka kembali duduk di bangku panjang di bawah pohon trembesi yang berada di dekat taman kota. 

"Abis, Lio ngeselin!" tuduh Adelia. 

"Lia, juga! Cemen! Mamah bilang kita harus berani biar tidak ditindas!"

"Tapi Nenek Fifin bilang kita tidak boleh kena masalah, karena kita nggak punya ayah! Memangnya tadi kalo kamu berantem lagi sama Arkan bakal menang? Enggak! Ayahnya Arkan itu galak!" Adelia berdiri lagi dengan bersungut-sungut.

Sementara Adelio mendengarkan dengan santai dan menjilati es krim.

"Paling enggak, Lio udah berusaha bela diri!" kekeh Adelio tak ingin kalah. 

Mereka sama-sama ngeyel, Diaz jadi gemas lalu memegang kepala keduanya agar kembali duduk anteng. 

"Ish, kalian ini ya? Disuruh diem, ribut lagi!" 

Adelia cemberut, dia memalingkan wajah ke arah lain, tidak ingin melihat Lio.

"Jadi, ayah kalian sudah meninggal? Mamah kerja di mana?" Diaz bertanya dengan suara pelan. 

Adelio mengangguk. "Ayah meninggal waktu Mamah hamil kita. Sekarang Mamah kerja jadi pembantu. Masih di kota ini, kok, Kak. Biasanya setiap satu bulan sekali Mamah bakal nengokin kita," terang Adelio.

Diaz manggut-manggut. Dia tahu, menjadi anak yatim di usia mereka pasti tidaklah mudah. Bahkan mereka harus ikut bekerja untuk mendapat uang. Diaz pikir ibu mereka sedikit keterlaluan, sekurang-kurangnya masalah ekonomi haruskah mengorbankan anak untuk jadi pengamen? 

"Lia, Lio, kalau Kak Diaz mau bantu kalian ... membiayai sekolah misalnya, kalian mau enggak berhenti ngamen? Kalian fokus sekolah saja?" 

Bagi Diaz yang sudah mapan dan memiliki tabungan yang cukup banyak, sekedar membantu menyekolahkan anak kembar itu pasti bukan sesuatu yang sulit. Memang terdengar aneh, tapi entah kenapa Diaz terus saja kepikiran dan berniat ingin membantu menunjang dua anak kembar berbakat. 

Adelia dan Adelio saling pandang, Adelia tersenyum semringah dia ingin langsung mengiyakan. Pikirnya itu tawaran yang baik, mamahnya pasti akan sangat terbantu tapi berbeda dengan Adelio yang menggeleng, menginsyaratkan Adelia tidak boleh menerima tawaraannya. 

"Tidak, Kak Diaz. Mamah pasti tidak mengizinkan. Lagian kami ngamen karena memang hobi, kok. Kita juga ngamen cuma kalo pulang sekolah sama libur saja," tolak Adelio dengan meringis. 

Sebagai anak lelaki, pemikiran Adelio jauh lebih dewasa ketimbang Adelia. Dia tidak ingin gegabah mengambil keputusan besar. Kalau Amna sampai tahu biaya sekolah ada yang nanggung, maka tidak menutup kemungkinan Amna akan mencari tahu siapa dan apa alasannya membantu. Nantinya si kembar akan ketahuan kalau selama ini mengamen.

"Bukan disuruh Mamah," lanjut Adelio. 

Mereka menutupi semuanya, tidak mungkin juga jujur jika Fifin yang menyuruh mereka. Adelia dan Adelio hanya anak kecil yang jika diancam akan diusir dari rumah pasti takut dan bingung, terlebih Fifin juga menambahi dengan menakut-nakuti kalau mereka pergi dari kontrakan itu maka Amna dan mereka akan makin terluntah-luntah. 

Adelio dan Adelia tidak tahu berapa uang yang selama ini Amna beri untuk Fifin. Fifin salau membohongi kalau uang itu sangat sedikit karena gaji Amna juga tidak banyak, makanya si kembar harus membantu mencari uang.

"Baiklah, saya jadi penasaran dengan Mamah kalian ...." Diaz menyangga dagunya. 

"Mamah kami cantik," jawab Adelia dengan polosnya. Padahal yang dimaksud penasaran oleh Diaz karena ya ... dia penasaran kenapa ada wanita yang tega membiarkan anak-anaknya jadi pengamen jalanan.

"Mamah kami juga baik, Kak," tambah Adelio yang sengaja ingin mempromosikan mamahnya. 

Diaz tersenyum kecil, dia mulai curiga dengan pujian dari dua bocah itu. Tapi sikap mereka sangat lucu bagi Diaz.

"Cantik dan baik? Oke, karena Mamah kalian cantik dan baik jadi Kak Diaz tidak jadi marah padanya sudah membiarkan anak sekecil kalian cari uang. Tapi, Kak Diaz jadi penasaran ingin bertemu," ucap Diaz dengan kekehan, dia ingin mencairkan suasana dan menjadi teman mengobrol yang asyik untuk Adelia dan Adelio. 

"Beneran, Kak? Asyik, Kak Diaz ingin bertemu Mamah. Pokoknya minggu kedua bulan ini  Kak Diaz dateng, ya? Mamah pasti pulang!" Adelia meloncat kegirangan. 

Diaz mengangguk-angguk, dia berniatan bertemu dengan mamah si kembar karena ingin meminta izin langsung menjadi donatur atau apalah untuk membantu Adelia dan Adelio. 

"Oke, Kak Diaz pasti datang!" yakin Diaz sembari mengacak pelan rambut Adelia.

***

Elvis pulang telat malam ini, dia sampai rumah ketika Yasmin sudah tidur. Biasanya mereka akan makan malam bersama. 

Selepas berganti baju dan duduk sejenak, Elvis berjalan menuju dapur niatnya ingin makan malam. Namun, dilihatnya Amna yang juga ada di sana. Dia sedang membuat jus buah. 

Ehem!

Elvis berdeham, sontak saja Amna yang tadinya membungkuk melihat tombol di blender untuk menyalakannya jadi terlonjak kaget. 

"Allahuuu Akbar!" sentak Amna lumayan keras, dia kadang-kadang suka latah.

Amna menoleh ke belakang, makin kaget ketika melihat wajah datar Elvis yang sudah berdiri di pojokkan seperti hantu penunggu kulkas. "Astaghfirullah," reflek Amna menambahi sambil mengurut dada.

"Amna, kamu berteriak seakan-akan lihat hantu! Kaget? Atau sedang meledek saya?"  kata Elvis dengan ekspresi yang sulit Amna jelaskan, masih datar tapi dengan kening mengenyit dan sorot mata tajam. 

"E--nggak, Den Elvis. Aku cuma kaget, pake banget!" jawab Amna sambil nyengir. Dia membalik badan menghadap pada Elvis lagi.

"Maaf." Amna menunduk dengan bibir masih menahan tawa. Bukannya takut, kadang melihat ekspresi datar atau bersungut-sungutnya Elvis membuat Amna gemas sendiri. Tapi kalau ngambek atau marahnya beneran, tentu akan menakutkan.

Elvis mendengkus, ingin marah dengan respon Amna tapi dia juga sadar salahnya karena datang tiba-tiba dan mengagetkan. 

Lelaki itu beralih duduk di meja makan, lalu hanya diam. Amna jadi sungkan ingin melanjutkan membuat jus buah, apalagi kalau menyalakan mesin blender pasti akan menimbulkan suara bising. Sementara Elvis tidak juga beranjak.

"Amna!" panggil Elvis dengan suara sedikit serak. 

"Ya, Den El?" Amna mendekat. 

"Saya mau makan malam!" Elvis ingin mendapat perhatian dari Amna atau paling tidak bisa menyuruh wanita itu agar melayaninya, tapi sedikit canggung dan ragu.

"Silahkan, Den!" jawab Amna tanpa melakukan apa pun, Amna ingat kalau Elvis paling tidak suka dia menyentuh barang-barang punya Elvis atau yang akan dipakai Elvis. 

Elvis jadi geregetan karena Amna tak tanggap dengan kode yang dia berikan. Dia memincingkan mata ke arah Amna.

"Kamu tidak ingin melayani saya?" 

"A--apa melayani? Maksudnya?" Mata Amna membulat. Dia suka berpikaran aneh mendengar kata melayani yang dilontarkan oleh bujangan seperti Elvis. Apalagi malam-malam begini.

"Aku bukan istri Den El, kenapa harus melayani?" 

Elvis jadi ternganga dengan jawaban Amna, andai boleh dia ingin menjitak kening wanita itu agar mikirlah dikit! Elvis kan majikan!

"Amna, saya yang membayarmu! Apa salah jika saya minta dilayani?" 

Waaah? Amna tidak percaya dengan apa yang baru saja keluar dari mulut lelaki muda di sampingnya. 

"Ma--maksudnya melayani apa, Den El?" 

"Makan!" jawab Elvis singkat. Dia kadung dongkol.

"Makan? Oh ...." Amna memalingkan wajahnya, tersenyum oon karena sudah berpikir yang iya-iya, eh yang tidak-tidak. Dikiranya harus melayani anuh ... yang seperti suami-istri. Amna menepuk jidatnya sendiri dan menggeleng-gelengkan kepalanya. 

"Amna!" 

"Iya, Den. Sekarang? Apa aku harus memakai sarung tangan? Atau bagaimana caranya aku harus menyiapkan untuk Den El?" 

Elvis mengernyit dengan sorot mata makin tajam, membuat Amna jadi gugup saja. 

"Den El kan tidak suka aku menyentuh--"

"Sekarang suka!" reflek Elvis menjawab dengan cepat. "Ah, maksud saya ... sekarang boleh. Sekarang kamu boleh menyentuh piring atau sendok yang akan saya gunakan." 

Hampir saja Elvis keceplosan. 

"Mmm, baiklah ...." Amna tidak segan lagi, dia menyiapkan piring dan sendok untuk Elvis. Dia juga menaruh nasi dan lauk di piring pria itu. 

"Silahkan, Den El. Begini kan maksudnya? Apa perlu aku suapi seperti Ibuk? Hehe, Nak Bujang kesayangan Ibuk!" Keisengan Amna mulai muncul lagi, dia hanya bercanda untuk meledek Elvis. 

"Ehem!" 

Elvis berdeham-deham, dengan tangan membenarkan kerah bajunya yang jadi terasa mencekik karena gugup dan salah tingkah. Suara Amna yang lembut dan ceria saat menyebut 'nak bujang kesayangan ibuk' membuat Elvis jadi gerogi, tapi suka. Dia ingat suara lembut ibunya yang kadang memanjakannya begitu.

"Suapi? Boleh juga, ayo cepat lakukan!" titah Elvis sungguh-sungguh. 

"A--pa?" Amna tidak menyangka candaanya akan ditanggapi serius. 

"Iya, saya mau disuapi. Ayo, cepat lakukan!" 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Anak Kembar yang Kau Tinggalkan    Bab 77 Extra Part

    *** Beberapa bulan kemudian .... "Sayang, kamu baik, kan?" Tangan kiri Diaz mengusap perut Amna yang membuncit, baru lima bulan tapi sudah sebesar itu karena ada dua janin di dalamnya. "Iya, Ayah ... udah berapa kali tanya, hm?" jawab Adelia mendahului mamahnya dari belakang lalu cekikikan dengan Adelio. "Ayahmu sangat khawatir sama Mamah!" Amna ikut tertawa. "Enggak papa, kok, Mas. Kamu nyetirnya pelan banget dari tadi. Aku enggak ngerasain ada goncangan. Si utun juga anteng-anteng ajah," jawab Amna lalu menyuruh suaminya untuk kembali fokus menyetir. Setelah beberapa bulan tinggal di kampung, mereka memutuskan pindah ke kota setelah Adelia dan Adelio menyelesaikan tes kenaikkan kelas. Jalanan kampung ada beberapa yang belum teraspal, Diaz sangat hati-hati dalam menyetir karena takut ibu hamil di sampingnya akan sakit. *** Sampai di rumah, Amna merebahkan diri di sofa. Meski ditinggalkan cukup lama tapi rumah ini bersih dan terawat karena Bi Karti pembantunya Elvis, sesek

  • Anak Kembar yang Kau Tinggalkan    Bab 76 Extra Part

    Suasana kamar pengantin baru hawanya emang beda! Amna sudah menempatkan diri di ranjang, bahkan dia sudah berbaring dan menutup mata ketika Diaz baru saja masuk. Karena gerogi, Amna memilih pura-pura tidur dan memakai selimut sampai sebatas leher. Tidak jauh beda dengan Diaz, dia mau masuk ke kamar saja berkali-kali cek baju juga ketek takutnya kurang wangi. Diaz menyugar rambutnya lalu mengetuk pintu dengan lirih membukanya pelan. Saat masuk suasana kamar sudah temaram hanya lampu tidur yang menyala. "Amna Zakia, sudah tidur?" Diaz berdiri di samping ranjang lalu membungkukkan badan untuk melihat Amna. Saking seriusnya melihat, Diaz sampai mendekatkan wajahnya begitu dekat. Amna bisa merasakan embusan napas Diaz, sontak saja dia terkaget dan buru-buru membuka mata lalu memundurkan kepalanya."Kak Diaz, mau ngapain?" Wajah Amna terlihat gugup dan salah tingkah, dia bahkan merasa konyol karena menanyakan hal konyol. Diaz jadi tertawa geli. "Kok, mau ngapain? Mau nemenin kamu tidur!

  • Anak Kembar yang Kau Tinggalkan    Bab 75

    "Bi An ...." Amna yang berdiri di samping Andini langsung merangkul pundak bibinya yang merosot hampir saja jatuh karena syok dan lemas. "Bibi duduk dulu!" Amna memepahnya ke tempat duduk. Sementara Laila masih diam terpaku, kabar ini mungkin membuatnya juga sangat syok dan kecewa. Bagaimana mungkin mempelai lelakinya pergi di saat akad akan dimulai?"Apa Mas Jaya memang berniat mempermainkanku?" gumam Laila terduduk lesu di tepi ranjang. Air matanya langsung berjatuhan menimpa pipi yang awalnya sudah dilapisi make up. "Mereka pasti akan datang, mungkin Jaya cuma pergi sebentar. Nanti pasti ke sini!" ucap Amna untuk menenangkan mereka. Dari awal keluarga Jaya lah yang meminta Laila untuk menjadi menantu mereka, tentu saja karena miskomunikasi. Wanita yang Jaya inginkan itu Amna, tapi orang tuanya justru melamar Laila sebagai gadis yang mengembalikan kambing Moly. Jaya tidak tahu jika saat itu Laila yang mengantar, bukannya Amna. Namun karena terlanjur melamar dan kedua orang tuany

  • Anak Kembar yang Kau Tinggalkan    Bab 74

    "Maaf ya, tapi memaksaku memang terniat. Tolong jangan lepaskan, nanti kalo kita nikah baru deh pasang ulang. Aku pengen saat kamu melihat sesuatu yang tertempel di ragamu ... kamu akan ingat aku!" Tidak heran, Diaz dan Elvis begitu mirip! Mereka sebelas dua belas dalam hal lamar melamar, Amna jadi geleng-geleng."Ayo bangun!" Diaz mengulurkan tangannya, Amna masih menunduk dengan mengusap sisa air mata di pipi lalu menerima uluran tangan dengan menarik ujung lengan baju Diaz. Kini mereka berdua berdiri bersama lalu saling tatap kemudian berjalan menyusuri jalanan di sinari cahaya bulan yang belum utuh purnama. Mereka berdua terus berjalan menuju ke rumah, hanya berdua karena si kembar sudah lebih dulu pulang bersama Laila. "Kak, aku mau jujur ... mungkin setelah kamu dengar ini, kamu akan menganggapku wanita tidak baik. Tapi setidaknya aku akan lega karena tidak membohongimu," ucap Amna dengan berjalan pelan, bersisian dengan Diaz. Sudut bibir Diaz tertarik membentuk seulas seny

  • Anak Kembar yang Kau Tinggalkan    Bab 73

    "Amna, aku tahu ... tidak bisa menghapus semua luka di masa lalu, tapi aku janji akan berusaha memperbaiki di masa depan." Diaz berganti berjongkok di depan Amna lalu merogoh saku jaket dan mengeluarkan kotak kecil. "Kak Diaz, apa yang kamu lakukan? Jangan begini, aku jadi malu!" Amna menoleh ke sekitar, ada beberapa orang yang mulai memerhatikan. Momen melamar seperti ini sering Amna lihat di TV tapi saat mengalaminya langsung ternyata sangat deg-degan, malu, sekaligus salah tingkah. "Kak Diaz, ayo duduk saja, Please!" Amna panik sendiri dengan pipi memerah. "Tidak, Amna. Aku tidak akan bangkit atau bergeser sedikit pun sebelum kamu menerimanya." Amna menggeleng, baginya lamaran Diaz terlalu terburu dan tidak masuk akal. Dia tidak ingin kedua anaknya melihat ini, Amna belum siap. "Enggak, Kak. Tidak sekarang, cepatlah bergeser. Aku tidak mau anak-anak liat!" Amna memohon sambil menarik-narik lengan Diaz. "Baiklah!" Situasi seakan tidak mendukung, ekspresi Amna sangat jauh dari

  • Anak Kembar yang Kau Tinggalkan    Bab 72

    "Haduh, Moly iki, kok, makin ayu ya? Wangi, seneng kamu, Mol?" Marni menggendong anak kambing kesayangan keluarga masuk. Juragan Mulyo mengikuti langkah istrinya dengan senyum semringah. Dari pintu kamar, Jaya berdiri sambil mengamati kedua orang tuanya."Moly sudah pulang, Buk?" tanyanya basa-basi. "Sudah. Nih!" Marni menunjukkan kambing berwarna putih itu. "Sama siapa, Buk?" "Loh, kan sama calon mantu? Tadi Ibuk sudah lihat pacar kamu itu," balas Marni mesem-mesem"Wah, Ibuk sudah ketemu? Cantik, Buk?" "Iyo, ayu! Kamu pinter milihnya. Piye, kamu maunya kapan Ibuk sama Bapak lamarkan?" Jaya mesem sambil mengusap tengkuknya yang tiba-tiba terasa panas dingin. Respon kedua orang tuanya yang terlihat pro membuat Jaya makin kepedean dan deg-degan."Secepatnya, Buk!" jawab Jaya lalu membalik badan dan kembali masuk ke kamar. Dia menutup pintu dan duduk di tepi ranjang, kedua tangannya menutupi wajah yang kini sedang tersenyum tanpa henti. "Yeeeeeesss!" ucap Jaya kemudian sambil men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status