Share

Bab 5

Auteur: Ratu As
last update Dernière mise à jour: 2025-04-24 10:33:29

Buru-buru Amna berjongkok dan memunguti serpihan vas keramik yang pecah. Dia makin menunduk ketika mendengar suara langkah kaki mendekat. 

'Apeees! Apes! Nanti dikira aku lagi nguping lagi? Padahal demi Allah, aku enggak denger apa pun!' Amna gusar sendiri.

"Amna, a--pa yang kamu lakukan?" tanya Elvis kaget. Dia tidak menyangka jika Amna belum tidur dan sekarang berada di dekat ruang tamu. Dia jadi berpikir, apa tadi Amna mendengar semuanya? 

"Maaf, Den. Aku tidak sengaja menyenggol vas bunga. Soalnya di sini gelap, niatnya tadi mau ke dapur ambil minum. Minumnya Ibuk habis." Amna masih berjongkok, dia beralasan. Sebenarnya dia ingin makan malam karena tadi belum sempat makan.

"Ck, lain kali hati-hati. Kenapa tidak nyalakan lampunya dulu?" Elvis berdecak. Di rumah ini memang biasa keadaan malam hari begitu temaram. Selain warna cat yang gelap, juga penerangan yang sengaja Elvis redupkan. 

"Ada apa, Paman?" Diaz menyusul, dilihatnya Amna yang sedang memunguti pecahan vas bunga. Tanpa dijawab pun Diaz tahu jika suara tadi berasal dari suara vas yang jatuh. 

Reflek Diaz ingin berjongkok membantu, dia memang selalu mengutamakan empati. Diaz tidak akan tega melihat orang lain kesusahan tanpa bisa membantu. 

"Diaz mau ngapain? Jangan, kamu tunggulah di ruang tamu!" ujar Elvis mencegah. Jujur saja, dia tidak ingin Amna di dekati oleh siapa pun. 

"Cepat!" Elvis menepuk pundak Diaz setengah menariknya agar tidak kembali membungkuk. 

"Tapi ...." Diaz melirik pada Amna yang masih menunduk dalam agar wajahnya tidak dilihat oleh Diaz. 

"Tidak apa-apa, sana!" usir Elvis. Diaz pun kembali berbalik, dia tidak ke ruang tamu melainkan ke kamar mandi yang ada di dekat dapur. 

Elvis kembali menoleh pada Amna dan berniat membantunya untuk menarik simpatik. Sayangnya telat! Amna sudah selesai dan sekarang membuang pecahan itu ke tong sampah. Setelahnya beringsut ke kamar mandi. 

"Aku permisi dulu, Den." Amna melenggang, menajuh dari lelaki yang masih terbengong.

'Loh, kok? Ck! Sial!' batin Elvis jadi kesal karena kurang cekatan. Dia merutuki  kedatangan Diaz tadi, membuatnya jadi telat dan kecolongan untuk caper pada Amna.

Amna berjalan ke arah dapur dengan hati-hati, tidak ingin menarik perhatian seseorang yang harusnya dia hindari. Amna tidak tahu jika tadi Diaz belum pulang. 

Di dapur, dibukanya tudung saji, semuanya sudah tertata rapi kembali oleh Karti. Amna mengambil lauk yang masih tersisa juga nasinya. Dia merasa sangat lapar, suap demi suap masuk ke mulutnya dengan suasana hening. Tidak terasa air matanya  tiba-tiba menetes, wajah Diaz kembali terbayang di benaknya. Mengingatkan Amna pada kedua buah hatinya, mereka yang memiliki wajah mirip sekali dengan ayahnya. 

"Lio, Lia, maafin Mamah. Mamah masih belum bisa memberikan kehidupan yang layak untuk kalian. Mamah janji akan bekerja lebih keras," gumam Amna, dia yang kini merasakan bagaimana sulitnya menelan karena makan diiringi dengan tangis, rasa sesaknya berkali-kali lipat. 

Diaz baru saja keluar dari kamar mandi dan berjalan melewati dapur, dia melihat Amna duduk di meja makan. Niatnya Diaz ingin menegur dan melihat wajah Amna dengan lebih jelas karena Diaz sempat merasakan kemiripan di antara Amna dan gadis di masa lalunya. Namun, langkah Diaz tertahan ketika melihat pundak Amna bergetar dan terdengar suara isakkan tertahan yang sangat lirih. 

'Apa dia sedang menangis?' batin Diaz curiga. Dia urung mendekat dan memilih berbelok ke ruang tamu. 

Sekali pun Diaz sangat ingin menemui wanita yang duduk di meja dapur, tapi dia sadar kalau mereka tidak saling kenal. Rasanya akan sangat canggung jika tiba-tiba Diaz datang lalu berkenalan, sementara kondisi wanita itu pun sedang menangis. 

Diaz bertanya-tanya apa yang membuat seorang wanita menangis sendirian malam-malam, apalagi sambil makan. Ingatannya tertuju pada Zila. Diaz kembali mengingat ucapan Zila pada pengasuh neneknya. 

'Apa mungkin dia bersedih karena ucapan Mamah?' Diaz menerka-nerka sambil jalan. 

"Hey, dari mana?" tegur Elvis yang dari tadi menunggu Diaz. 

"Habis buang air." Diaz kembali duduk di sofa. "Oiya, wanita tadi ... dia sudah lama kerja di sini?" 

Sebelah alis Elvis terangkat, dia heran kenapa tiba-tiba Diaz menanyakannya. 

"Ya, sekitar dua tahun lalu kalau tidak salah." 

Diaz mengangguk-angguk. 

"Hey, sudahlah jangan bahas dia. Ayo, ceritakan apa saja yang sudah kau jalani selama tinggal di luar negri?" Elvis mengalihkan pembicaraan, dia tidak ingin membahas Amna dengan lelaki lain. Lebih tepatnya dia akan cemburu dan takut kalah saing. 

***

"Ibuk, aku bertemu dengannya. Dia kembali, Buk," lirih Amna dengan terduduk di tepi ranjang Yasmin dan tangannya menggenggam jemari Yasmin. Seperti biasa, Amna akan mengobrol apa saja untuk diceritakan pada Yasmin. Tidak tahu jika wanita strok itu menyimak ceritanya atau tidak, tapi dengan mengeluarkan unek-unek membuat Amna bisa lebih lega. 

"Sepuluh tahun berlalu, dan dia kembali dengan bahagia. Ini tidak adil ...." 

"Bagaimana dengan air mataku yang selama ini mengalir? Tidakkah semua butuh balasan? Kenapa hanya aku yang menderitaaa," rintih Amna dengan dada terasa sangat sesak. Dia bicara dengan terisak-isak. 

Sakit, perih sekali. Bukan karena tentang Diaz tapi Amna mengingat kedua anaknya. Anak yang  selalu bertanya bagaimana sosok ayahnya dan Amna hanya bisa berbohong, ayahnya anak-anak adalah lelaki yang baik semasa hidupnya, namun meninggal sebelum Lia dan Lio lahir.

Kedua anak kembar itu tahunya jika ayah kandung mereka sudah meninggal. Jangankan rupa, namanya saja tidak tahu. Amna selalu mengalihkan perhatian jika anak-anaknya bertanya tentang ayahnya, tak jarang Amna pura-pura bersedih agar mereka tidak kembali mendesak. 

Amna dan Diaz tidak pernah menikah. Usai kejadian perampasan kesucian itu, Diaz menghilang bak ditelan bumi. Dan Amna yang meminta pertanggungjawaban ke rumahnya pun tidak disambut baik. Yang ada Zila marah dan menghina Amna juga bapaknya. 

Di akta kelahiran pun Amna tercatat sebagai ibu tunggal. Jadi ya sudah, kedua anak itu makin buntu untuk mengetahui siapa nama ayah mereka. Mereka sempat bertanya-tanya kenapa tidak ada nama ayahnya di sana, Amna beralasan karena mereka hanya menikah siri dan ada banyak masalah yang harus diurus jika ingin mencantumkan nama ayah mereka, sementara ayah sudah meninggal.

"Dia ayahnya anak-anak. Haruskah aku  memberitahunya, Buk?" 

Hening, Yasmin sudah memejam. Namun, dia tidak benar-benar tidur. Yasmin selalu setia mendengar cerita-cerita dari Amna. 

Amna menghirup napasnya dalam-dalam, dia lalu menegapkan tubuh dan menatap wajah Yasmin yang memejam.

'Lelaki itu Diaz, Buk. Dia cucu pertamamu! Jika sekarang aku memberitahu kalau anak-anakku adalah cicit Ibuk, apakah Ibuk akan percaya?' Amna hanya bisa bertanya dalam hati. 

Dia belum ada niatan untuk memberi tahu siapa pun siapa ayah dari dua anak kembarnya. 

***

Beberapa hari berlalu semenjak pertemuan si kembar dengan Diaz, namun mereka belum kembali bertemu lagi. Adelia yang sudah sembuh lehernya karena terkilir kini kembali mengamen bersama Adelio.

Mereka selalu mengamati kendaraan yang berhenti di lampu merah berharap kalau Diaz ada di salah satu mobil yang berhenti. Sayangnya, itu hanya angan-angan. 

Panas terik tidak membuat keduanya menyerah. Mereka tetap bersemangat untuk mengamen dan mengumpulkan receh. 

Tengah hari, suasana jalanan begitu panas. Adelia dan Adelio memutuskan untuk beristirahat sejenak  di bawah pohon trembesi yang  lumayan jauh dari perempatan lampu merah. Mereka duduk sambil menikmati semilir angin dan suara daun-daun yang bergesekkan ditambah bisingnya suara kendaraan. 

"Lia, sebentar aku ingin beli minum!" ujar Adelio berpamitan. Dia berdiri lalu beringsut pergi. 

Adelia mendongak dengan memicingkan mata. "Aku beliin jugaaa!" titip Adelia. 

Dengan berlari kecil Adelio mendekat ke pedagang kaki lima yang berhenti tidak jauh dari sana. Langkah kecilnya memakai sandal jepit yang sudah usang di bagian sela jarinya bahkan sudah putus dan disambung lagi dengan tali rafia.

Adelio meleng, dia tidak memerhatikan langkahnya karena menoleh ke arah jalan yang ramai, di tidak tahu jika di depan ada anak lelaki seusianya yang menghadangkan kakinya. Sengaja agar Adelio tersandung dan jatuh.

Buuugh!

Adelio terpelanting ke depan dia jatuh dan lututnya menghantam trotoar lebih dulu. 

"Awh," pekik Adelio dengan suara tertahan. Dia lalu duduk dan mendongak pada anak yang sekarang cekikikan melihat Adelio kesakitan karena lututnya lecet.

"Arkan? Kamu sengaja, ya?" tuduh Adelio yang mengenal jelas anak lelaki itu. Dia teman sekolahnya. 

"Enggak, kok. Kamu ajah jalannya enggak pake mata! Makanya pake kecamata biar jelas! Haha!" ejek Arkan. Anak bandel itu sangat senang menjaili Adelio.

Tidak terima, Adelio bangkit dan mendorong pundak Arkan sampai anak itu jatuh. Tidak, lebih tepatnya pura-pura jatuh lalu playing victim. 

"Ayaaah!" panggil Arkan yang ternyata tidak sendiri. Dia bersama ayahnya yang tadi sedang membeli buah. Mendengar panggilan anaknya buru-buru Ayah Arkan mendekat. 

Dia sempat melihat Adelio mendorong Arkan.

"Bocah nakal! Apa yang kamu lakukan pada anak saya?" Ayah Arkan menarik tangan anaknya agar berdiri lalu menyentak Adelio sampai tubuhnya terhuyung mundur.

"Arkan mulai dulu, Om!" protes Adelio tidak terima disalahkan. 

"Halah, kamu ini kecil-kecil tukang bohong. Sudah jelas saya liat kamu dorong-dorong Arkan sampe jatuh! Kalau berani nakalin Arkan, awas kamu, ya!" Ayah Arkan menjewer telinga Adelio.

"Aduh, sakit Om!" Adelio memberontak. 

Adelia kaget ketika tahu jika Adelio dijewer, dia berlarian mendekat, lalu memohon agar Ayah Arkan melepas tangannya.

 "Maafin Lio, Om. Kami janji tidak akan buat masalah sama Arkan lagi!" bela Adelia tidak ingin Adelio makin kesakitan.

"Tidak, Lia! Lio tidak salah! Arkan yang salah!"

"Masih berani menuduh kamu, ya?" Jeweran makin keras sampai membuat telinga Adelio memerah. "Ini pelajaran buat kamu biar enggak bandel lagi!" sentak Ayah Arkan lalu di beringsut pergi menggendeng Arkan. 

Arkan berjalan menjauh sambil menoleh ke belakang, menjulurkan lidah dan memelototkan matanya mengejek Adelio. Adelio ingin berlari untuk mengejar dan masih tidak terima dengan penindasan tadi.

"Lio, jangan! Sudah, jangan dibalas lagi!" Tahan Adelia memegang tangan Adelio agar tidak berlari.

"Tidak bisa, Lio tidak salah!" 

"Tidak peduli siapa yang mulai dulu, kita tetap tidak boleh melawan!" Mata dan hidung Adelia mulai memerah. 

"Kenapa?" Adelio masih tidak terima.

"Karena kita tidak punyah ayah!" sentak Adelia dengan air mata mulai menetes. 

"Nenek Fifin bilang kita tidak boleh terlibat masalah karena kita tidak punya ayah! Tidak ada yang membela kita saat kita terkena masalah, yang ada akan merepotkan Mamah!" ujar Adelia dengan menggebu. 

Sesekali Adelia menyeka air matanya. Dia sedih, sangat sedih karena sebenar apa pun, di mata dunia mereka tetap salah.

Adelio mengepalkan tangannya, melihat ke arah Arkan yang sudah pergi jauh. 

"Tapi Mamah tidak pernah bilang kita harus diam saja saat ditindas! Mamah selalu mengajari kita untuk berani! Lio tidak salah,  Arkan mulai duluan! Lio harus membela diri!" kata Adelio sambil mengusap-usap telinganya yang memerah.

Sementara Adelia sesenggukan, dia takut Adelio terkena masalah apalagi jika sampai masalah itu diseret-seret ke sekolah pasti mamahnya akan kena imbasnya. 

"Lio, Lia kenapa menangis?" Suara seorang lelaki dewasa menarik perhatian kedua bocah itu. Mata mereka langsung berbinar ketika melihat siapa yang berdiri di dekat mereka sembari membawa dua contong es krim di tangannya. 

"Kak Diaz!"

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Related chapter

  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 6

    "Ini untuk kalian!" Diaz memberikan es krim itu pada si kembar. Kebetulan jam makan siang, niatnya dia ingin cari makan di resto tapi begitu melewati perempatan lampu merah dia teringat dengan dua bocah kembar. Diaz berjanji untuk menemui mereka lagi, baru sekarang bisa terlaksana karena sejak kemarin dia mulai sibuk kerja. "Makasih, Kak Diaz!" Adelio menerimanya dengan senyum lebar.Adelia mengusap wajahnya yang masih basah karena air mata. "Kamu kenapa, Cantik?" Diaz membungkuk dan mengusap kepala Adelia. Adelia menggeleng. "Tidak apa-apa, Kak Diaz. Tadi Lio berantem sama Arkan, tapi ayahnya Arkan menjewer Lio. Lia jadi sedih ...." "Arkan mulai dulu, dia sengaja membuatku tersandung. Tentu saja aku tidak terima!" sahut Adelio yang masih menunjukkan sikap marahnya. "Aku ingin mengejar dan membela diri, Lia malah menahanku dan menangis!" "Aku menahanmu karena tidak ingin kita terlibat masalah!"Kedua bocah itu kembali ribut, Diaz tersenyum kecil melihat pertengkaran mereka. "Oh

    Dernière mise à jour : 2025-04-25
  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 7

    "Be--benar, Den? Maaf, tadi hanya bercanda saja. Tangan Den El kan baik-baik saja, kenapa harus disuapi?" Amna jadi salah tingkah sendiri. Niatnya meledek malah jadi senjata makan tuan. "Kenapa? Memang harus kena strok dulu baru boleh disuapi? Tadi kamu sendiri yang menawarkan, Amna! Jangan permainkan saya! Kamu kira saya--""Baik-baik, Den. Aku suapi, ya ...." Buru-buru Amna mengambil sendok dan menyendokkan nasi dengan lauk. Elvis pendiam, kalau sudah ngomong panjang kebiasaan suka ngancem pake potong gaji. Amna sudah paham betul dan dia tidak mau. Tidak mau gajinya dipotong bulan ini karena ada banyak keperluan."Ayo, Den El, aaa ...." Amna membungkukan badannya, begitu dekat dengan El, wajahnya mendongak pada lelaki itu dengan seulas senyum seperti memperlakukan batita saja. Elvis terpaku sejenak, bukannya buka mulut dia malah buka mata lebar-lebar. Jantungnya berdetak tak karuan, lama-lama malah pengen loncat dan pindah ke piring saking antusiasnya berdetak. "Den!" tegur Amna

    Dernière mise à jour : 2025-04-26
  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 8

    "Lain kali jika ada yang memerintahmu selain saya, jangan mau!" kata Elvis ketika mereka sudah ada dalam rumah dan berjalan ke dapur. "Memangnya kenapa, Den?" "Karena saya yang bayar kamu!" jawab Elvis singkat. Amna mengangguk-angguk, dia tidak banyak tanya lagi dan bergegas mengambilkan piring juga sendok untuk Yasmin, dia bersiap menyuapinya. Elvis duduk di tempat biasa, di kursi paling ujung. Dia diam saja, menunggu Amna berinisiastif melayaninya juga. Kalau biasanya memang tidak pernah. Elvis yang dulu menolak dilayani Amna. Tapi semenjak malam tadi kan Elvis sudah memperbolehkan Amna menyentuh barang-barang yang akan dipakai Elvis. Masa iya enggak peka juga?Amna masih sibuk dengan Yasmin, dan Elvis juga tidak ada niatan untuk sarapan sebelum Amna mengambilkannya. Merasa diperhatikan dan tuannya hanya diam saja, Amna menoleh. Dia gugup ditatap tajam begitu oleh Elvis. "Den El, tidak sarapan?" tanya Amna merasa kikuk. "Saya nunggu kamu ambilkan!" Kedua tangan Elvis bertumpu

    Dernière mise à jour : 2025-04-27
  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 9

    "Den? Kamu kenapa?" Amna mengulang ucapannya, dia mulai khawatir dengan wajah Elvis yang terlihat sangat syok. "Ah? Ti--tidak. Saya tidak apa-apa!" Elvis berusaha mengendalikan dirinya lagi. "Kamu tadi minta izin libur?" "Ya, Den. Boleh, ya? Please?" pinta Amna dengan mata berbinar penuh harap. Elvis ingin menolaknya mentah-mentah, apa-apaan Elvis di sini merasakan hatinya remuk dan patah lalu harus mengizinkan Amna merayakan ultah dengan anak dan suaminya? Bukankah itu sangat kejam? Tapi melihat binar di mata Amna membuat Elvis tidak tega. "Baik, tapi jam empat harus sudah sampai rumah kalau tidak ...." "Siap, Den! Aku tidak akan telat!" kata Amna bersemangat sebelum Elvis melanjutkan ucapannya dengan ancaman potong gaji.Rasanya masih syok, tapi mau bagaimana lagi? Elvis tidak mungkin juga meraung-raung. Elvis beringsut pergi, namun langkahnya terhenti ketika mengingat ucapan konyolnya pada Amna. Elvis menoleh ke belakang, menatap Amna yang masih berdiri di tempat."Oiya, yang

    Dernière mise à jour : 2025-04-28
  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 10

    Amna mengusap pipi anak-anaknya bergantian, berminyak dan berdebu, jauh dari kata bersih."Kalian jadi item begini, dekil sekali, abis main di mana, hm?" Amna coba tersenyum dengan mata berkaca-kaca, perih melihat kedua anaknya seakan tidak terawat. Fifin maju, dia berdiri di dekat Adelia."Ah, mereka pasti abis main di jalanan sama temen-temen. Kalian ngejer-ngejer bus besar lagi?" Fifin memberi kode agar dua anak itu tidak membocorkan rahasia. "Mereka senang sekali mendengar bunyi klakson mobil-mobil besar itu, Am," kilah Fifin. Amna menatap lekat pada kedua anaknya. Ada pikiran aneh yang mulai terbesit di otak Amna, dia menolak untuk memaklumi ini. Hanya saja Amna pun tidak mungkin menuduh yang tidak-tidak tanpa bukti."Iya, Mah. Kita abis main, kok!""Kalian main di jalan sama siapa? Kenapa bawa ukulele begini?" tanya Amna curiga. "Sebelum main kan mereka kerja kelompok. Kalian disuruh bermain alat musik di sekolah, ya? Adelia dan Adelio pasti habis latihan bersama teman-teman,

    Dernière mise à jour : 2025-04-29
  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 11

    "Kia, aku Ardiaz! Apa kamu masih ingat?" tanya Diaz dengan mata berbinar dan dia mencondongkan tubuh ingin memeluk Amna. Namun, responnya justru di luar dugaan. Amna mendorong kasar tubuh DiazPlaaak!Satu tamparan keras mendarat di pipi Diaz yang juga basah kuyup. Diaz kaget mendapat penyerangan tiba-tiba. Reflek dia mengusap pipi yang terasa pedas perih. "Kenapa kamu menamparku, Kia?" Napas Amna kembali naik turun, terlihat jelas dia menahan emosi dana amarahnya. "Kamu sudah lancang! Apa yang tadi kamu lakukan!" sentak Amna dengan mata nyalang, tangannya lalu mengusap bibir dengan jijik. Saat kesadaraannya terkumpul, dan Amna tahu kalau Diaz memberinya napas buatan. Diaz jadi bingung dan serba salah. "Aku hanya ingin menolongmu, Kia!" Diaz masih saja memanggilnya Kia dan Amna tidak menyukai itu. Nama yang mengingatkannya dengan masa lalu yang kelam dan menyakitkan."Kia? Aku bukan Kia! Kamu salah orang!" Amna berdiri, dia hendak menyingkir dan menjauh dari Diaz tapi langkahnya

    Dernière mise à jour : 2025-05-05
  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 12

    "Apa yang dilakukan Diaz tidak salah, Kak. Diaz membela seseorang yang harusnya memang dibela kan? Lagian kemarahan Kak Zila pada Amna terkesan lucu. Amna hanya tidak sengaja jatuh dan kebetulan Diaz yang menolongnya. Kenapa jadi Kak Zila yang marah-marah? Lagian acara makan malamnya juga hampir selesai kan?" Elvis angkat bicara, dia tidak suka ada yang menyudutkan Amna."Asal Kak Zila tahu ... Amna ke sini bersama saya, saya yang mengajaknya karena dia pengasuh Ibuk. Jadi jika ada sesuatu yang terjadi ... tidak ada yang boleh memarahinya apalagi sampai menghina begini sebelum minta izin dulu pada saya! Hanya saya yang berhak mengatur dan memarahinya karena dia bekerja untuk saya!" tambah Elvis penuh penekanan. Raut wajah Elvis terlihat sangat marah, rahangnya mengeras dengan sorot mata tajam pada Zila. "Termasuk Kak Zila! Jangan sampai saya dengar lagi Kak Zila menghina Amna. Kak Zila sama sekali tak punya hak untuk memarahinya!" Elvis mengeratkan pegangan tangannya pada Amna memb

    Dernière mise à jour : 2025-05-05
  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 1

    "Anak saya baru berusia enam belas tahun, dan dia hamil! Saya minta pertanggungjawaban nak Diaz!" Seorang lelaki berumur kisaran empat puluh tahun terduduk dengan wajah kusut dan tatapan penuh luka juga kecewa. Karena anak gadisnya yang selama ini dia jaga telah terenggut kesuciannya oleh kakak kelas di sekolahnya."Anak saya menghamili putri, Anda?" Ibu dari Diaz tersenyum smrik dengan tatapan meremehkan. Dia tidak akan menyangkal, sebelumnya Diaz memang sudah mengakui kesalahannya yang menodai seorang gadis demi taruhan bersama teman-temannya.Ibu Diaz menatap gadis muda yang terduduk dengan kedua tangan gemetar, saling mengait dan bertumpu di paha. wajahnya kusut dengan mata sembab. Penampilannya begitu sederhana, memakai kaus pendek dengan bawahan rok selutut. Rambutnya sebahu yang tergerai semrawut, namun tidak mengurangi aura cantik dan manisnya. "Baik, kami akan bertanggung jawab!" Ibu Diaz mengambil sebuah amplop dari dalam tas yang sudah dia siapkan. "Amplop ini berisi uan

    Dernière mise à jour : 2025-03-07

Latest chapter

  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 12

    "Apa yang dilakukan Diaz tidak salah, Kak. Diaz membela seseorang yang harusnya memang dibela kan? Lagian kemarahan Kak Zila pada Amna terkesan lucu. Amna hanya tidak sengaja jatuh dan kebetulan Diaz yang menolongnya. Kenapa jadi Kak Zila yang marah-marah? Lagian acara makan malamnya juga hampir selesai kan?" Elvis angkat bicara, dia tidak suka ada yang menyudutkan Amna."Asal Kak Zila tahu ... Amna ke sini bersama saya, saya yang mengajaknya karena dia pengasuh Ibuk. Jadi jika ada sesuatu yang terjadi ... tidak ada yang boleh memarahinya apalagi sampai menghina begini sebelum minta izin dulu pada saya! Hanya saya yang berhak mengatur dan memarahinya karena dia bekerja untuk saya!" tambah Elvis penuh penekanan. Raut wajah Elvis terlihat sangat marah, rahangnya mengeras dengan sorot mata tajam pada Zila. "Termasuk Kak Zila! Jangan sampai saya dengar lagi Kak Zila menghina Amna. Kak Zila sama sekali tak punya hak untuk memarahinya!" Elvis mengeratkan pegangan tangannya pada Amna memb

  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 11

    "Kia, aku Ardiaz! Apa kamu masih ingat?" tanya Diaz dengan mata berbinar dan dia mencondongkan tubuh ingin memeluk Amna. Namun, responnya justru di luar dugaan. Amna mendorong kasar tubuh DiazPlaaak!Satu tamparan keras mendarat di pipi Diaz yang juga basah kuyup. Diaz kaget mendapat penyerangan tiba-tiba. Reflek dia mengusap pipi yang terasa pedas perih. "Kenapa kamu menamparku, Kia?" Napas Amna kembali naik turun, terlihat jelas dia menahan emosi dana amarahnya. "Kamu sudah lancang! Apa yang tadi kamu lakukan!" sentak Amna dengan mata nyalang, tangannya lalu mengusap bibir dengan jijik. Saat kesadaraannya terkumpul, dan Amna tahu kalau Diaz memberinya napas buatan. Diaz jadi bingung dan serba salah. "Aku hanya ingin menolongmu, Kia!" Diaz masih saja memanggilnya Kia dan Amna tidak menyukai itu. Nama yang mengingatkannya dengan masa lalu yang kelam dan menyakitkan."Kia? Aku bukan Kia! Kamu salah orang!" Amna berdiri, dia hendak menyingkir dan menjauh dari Diaz tapi langkahnya

  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 10

    Amna mengusap pipi anak-anaknya bergantian, berminyak dan berdebu, jauh dari kata bersih."Kalian jadi item begini, dekil sekali, abis main di mana, hm?" Amna coba tersenyum dengan mata berkaca-kaca, perih melihat kedua anaknya seakan tidak terawat. Fifin maju, dia berdiri di dekat Adelia."Ah, mereka pasti abis main di jalanan sama temen-temen. Kalian ngejer-ngejer bus besar lagi?" Fifin memberi kode agar dua anak itu tidak membocorkan rahasia. "Mereka senang sekali mendengar bunyi klakson mobil-mobil besar itu, Am," kilah Fifin. Amna menatap lekat pada kedua anaknya. Ada pikiran aneh yang mulai terbesit di otak Amna, dia menolak untuk memaklumi ini. Hanya saja Amna pun tidak mungkin menuduh yang tidak-tidak tanpa bukti."Iya, Mah. Kita abis main, kok!""Kalian main di jalan sama siapa? Kenapa bawa ukulele begini?" tanya Amna curiga. "Sebelum main kan mereka kerja kelompok. Kalian disuruh bermain alat musik di sekolah, ya? Adelia dan Adelio pasti habis latihan bersama teman-teman,

  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 9

    "Den? Kamu kenapa?" Amna mengulang ucapannya, dia mulai khawatir dengan wajah Elvis yang terlihat sangat syok. "Ah? Ti--tidak. Saya tidak apa-apa!" Elvis berusaha mengendalikan dirinya lagi. "Kamu tadi minta izin libur?" "Ya, Den. Boleh, ya? Please?" pinta Amna dengan mata berbinar penuh harap. Elvis ingin menolaknya mentah-mentah, apa-apaan Elvis di sini merasakan hatinya remuk dan patah lalu harus mengizinkan Amna merayakan ultah dengan anak dan suaminya? Bukankah itu sangat kejam? Tapi melihat binar di mata Amna membuat Elvis tidak tega. "Baik, tapi jam empat harus sudah sampai rumah kalau tidak ...." "Siap, Den! Aku tidak akan telat!" kata Amna bersemangat sebelum Elvis melanjutkan ucapannya dengan ancaman potong gaji.Rasanya masih syok, tapi mau bagaimana lagi? Elvis tidak mungkin juga meraung-raung. Elvis beringsut pergi, namun langkahnya terhenti ketika mengingat ucapan konyolnya pada Amna. Elvis menoleh ke belakang, menatap Amna yang masih berdiri di tempat."Oiya, yang

  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 8

    "Lain kali jika ada yang memerintahmu selain saya, jangan mau!" kata Elvis ketika mereka sudah ada dalam rumah dan berjalan ke dapur. "Memangnya kenapa, Den?" "Karena saya yang bayar kamu!" jawab Elvis singkat. Amna mengangguk-angguk, dia tidak banyak tanya lagi dan bergegas mengambilkan piring juga sendok untuk Yasmin, dia bersiap menyuapinya. Elvis duduk di tempat biasa, di kursi paling ujung. Dia diam saja, menunggu Amna berinisiastif melayaninya juga. Kalau biasanya memang tidak pernah. Elvis yang dulu menolak dilayani Amna. Tapi semenjak malam tadi kan Elvis sudah memperbolehkan Amna menyentuh barang-barang yang akan dipakai Elvis. Masa iya enggak peka juga?Amna masih sibuk dengan Yasmin, dan Elvis juga tidak ada niatan untuk sarapan sebelum Amna mengambilkannya. Merasa diperhatikan dan tuannya hanya diam saja, Amna menoleh. Dia gugup ditatap tajam begitu oleh Elvis. "Den El, tidak sarapan?" tanya Amna merasa kikuk. "Saya nunggu kamu ambilkan!" Kedua tangan Elvis bertumpu

  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 7

    "Be--benar, Den? Maaf, tadi hanya bercanda saja. Tangan Den El kan baik-baik saja, kenapa harus disuapi?" Amna jadi salah tingkah sendiri. Niatnya meledek malah jadi senjata makan tuan. "Kenapa? Memang harus kena strok dulu baru boleh disuapi? Tadi kamu sendiri yang menawarkan, Amna! Jangan permainkan saya! Kamu kira saya--""Baik-baik, Den. Aku suapi, ya ...." Buru-buru Amna mengambil sendok dan menyendokkan nasi dengan lauk. Elvis pendiam, kalau sudah ngomong panjang kebiasaan suka ngancem pake potong gaji. Amna sudah paham betul dan dia tidak mau. Tidak mau gajinya dipotong bulan ini karena ada banyak keperluan."Ayo, Den El, aaa ...." Amna membungkukan badannya, begitu dekat dengan El, wajahnya mendongak pada lelaki itu dengan seulas senyum seperti memperlakukan batita saja. Elvis terpaku sejenak, bukannya buka mulut dia malah buka mata lebar-lebar. Jantungnya berdetak tak karuan, lama-lama malah pengen loncat dan pindah ke piring saking antusiasnya berdetak. "Den!" tegur Amna

  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 6

    "Ini untuk kalian!" Diaz memberikan es krim itu pada si kembar. Kebetulan jam makan siang, niatnya dia ingin cari makan di resto tapi begitu melewati perempatan lampu merah dia teringat dengan dua bocah kembar. Diaz berjanji untuk menemui mereka lagi, baru sekarang bisa terlaksana karena sejak kemarin dia mulai sibuk kerja. "Makasih, Kak Diaz!" Adelio menerimanya dengan senyum lebar.Adelia mengusap wajahnya yang masih basah karena air mata. "Kamu kenapa, Cantik?" Diaz membungkuk dan mengusap kepala Adelia. Adelia menggeleng. "Tidak apa-apa, Kak Diaz. Tadi Lio berantem sama Arkan, tapi ayahnya Arkan menjewer Lio. Lia jadi sedih ...." "Arkan mulai dulu, dia sengaja membuatku tersandung. Tentu saja aku tidak terima!" sahut Adelio yang masih menunjukkan sikap marahnya. "Aku ingin mengejar dan membela diri, Lia malah menahanku dan menangis!" "Aku menahanmu karena tidak ingin kita terlibat masalah!"Kedua bocah itu kembali ribut, Diaz tersenyum kecil melihat pertengkaran mereka. "Oh

  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 5

    Buru-buru Amna berjongkok dan memunguti serpihan vas keramik yang pecah. Dia makin menunduk ketika mendengar suara langkah kaki mendekat. 'Apeees! Apes! Nanti dikira aku lagi nguping lagi? Padahal demi Allah, aku enggak denger apa pun!' Amna gusar sendiri."Amna, a--pa yang kamu lakukan?" tanya Elvis kaget. Dia tidak menyangka jika Amna belum tidur dan sekarang berada di dekat ruang tamu. Dia jadi berpikir, apa tadi Amna mendengar semuanya? "Maaf, Den. Aku tidak sengaja menyenggol vas bunga. Soalnya di sini gelap, niatnya tadi mau ke dapur ambil minum. Minumnya Ibuk habis." Amna masih berjongkok, dia beralasan. Sebenarnya dia ingin makan malam karena tadi belum sempat makan."Ck, lain kali hati-hati. Kenapa tidak nyalakan lampunya dulu?" Elvis berdecak. Di rumah ini memang biasa keadaan malam hari begitu temaram. Selain warna cat yang gelap, juga penerangan yang sengaja Elvis redupkan. "Ada apa, Paman?" Diaz menyusul, dilihatnya Amna yang sedang memunguti pecahan vas bunga. Tanpa d

  • Anak Kembar yang Ibumu Tolak!    Bab 4

    'Pernah dengar di mana nama itu? Sepertinya saya tidak asing,' pikir Diaz mulai mengingat-ingat. Sampai akhirnya ingatannya pada kejadian siang tadi kembali muncul. 'Ah iya, mamahnya Lia, bocah kembar itu. Bukankah bilang kalau mamahnya bernama Amna? Tapi nama Amna di dunia ini pasti tidak cuma satu. Jadi, kemungkinan wanita itu mamahnya si kembar hanya satu banding sembilan,' batin Diaz lagi."Bisa kerja enggak, sih? Punya mata itu dipake, jangan cuma jadi tempelan doang!" tegur Zila dengan nada ketus."Maaf, saya tidak sengaja!" Buru-buru Amna mengambil lap dan mengelap meja yang sedikit basah karena air. "Orang kek gini kok kamu pekerjaan sih, El? Gimana dengan Ibu? Pantas Ibu enggak sembuh-sembuh, pengasuhnya saja seceroboh ini!" Ucapan Zila masih sama pedasnya seperti dulu. Dia tidak berubah, masih bermulut arogan dan judes. "Kak! Amna hanya sedang tidak fit. Dia hari ini sakit, makanya kurang fokus!" bela Elvis tidak ingin Amna terus disudutkan. "Amna, kamu boleh istirahat

Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status