Share

Bab 8

Suara deru mobil Fras terdengar khas di telinga Laura, wanita berusia 27 tahun itu gegas berlari menuju pintu rumah.

Dengan wajah berseri ia menyambut kedatangan suami tercintanya, dibukanya pintu rumah lebar-lebar. Dan betapa kagetnya ia saat ia melihat suaminya itu datang bersama seorang anak kecil.

"Siapa ini, Mas?" tanya Laura cepat.

"Kenalin, ini Zehra." Fras tersenyum lebar pada istrinya.

Laura membalas sekenanya, ia masih bingung.

"Zehra? Ya tapi ini anak siapa, Mas?" tanyanya lagi.

"Anakku lah, anak siapa lagi?"

Wajah Laura mendadak tegang, "an-nakmu?"

Fras tertawa lebar, "aku cuma bercanda, Sayaang," kekehnya seraya mengelus pipi Laura.

Cepat Luara tepis tangan Fras, "isshh kamu ini, bercandanya gak lucu," dengusnya seraya masuk ke dalam rumah.

"Iya iya deh maaf. Oh ya, kenalin, ini Zehra, anaknya Art baru di rumah, Mami."

"Art? Emang ada Art baru di rumah, Mami?"

"Ada Sayang, baru datang kemarin katanya."

"Ouuh, tapi kok bisa kamu bawa anaknya ke sini? Emang emaknya gak marah?" tanya Laura lagi.

"Enggaklah, 'kan tadi Mami yang minta tolong aku supaya aku bawa Cela beli baju, kasihan katanya bajunya udah pada lusuh dan kotor."

"Oooh gitu." Laura meneliti gadis kecil yang tengah duduk di tengah-tengah mereka itu dari atas hingga bawah.

"Ya ampuun kasihaan banget kamu, Nak," gumam Laura seraya mengelus dagu Zehra lembut.

"Lebih kasihan tadi, pas dia lagi enak-enak makan masa tadi dia sengaja bungkusin makanannya cuma biar bisa ngasih emaknya, aku sampe sedih, apa sebegitu kekurangannya mereka?"

"Heh ya ampun, masa sih?"

"Iya beneran."

Laura mengembuskan napas berat.

"Aku pikir kamu bawa anak dari wanita lain, Mas," celetuk Laura seraya tak henti memandangi wajah Zehra.

Sementara Fras tertawa lagi, "wanita lain yang mana? Nagco ah."

Lanjut mereka mengobrol, Fras menceritakan semua yang diceritakan mertuanya saat tadi di rumah.

"Kasihan Cela ini, kata Mami si Dewi mamahnya kelihatannya galak banget, baru sehari mereka di rumah Mami, tapi Mami udah denger Cela dimarahin terus, Cela juga katanya kayak gak diurus dengan baik, pas Cela baru sampe rumah Mami, Mami sampe harus potongin kukunya karena gak tega ngelihat kuku anak ini kotor banget kayak gak diperhatikan," ujar Fras panjang lebar.

"Oh ya ampuun, kasihan banget." Laura mengelus rambut lengket Zehra.

"Mas, kamu habis bawa dia belanja 'kan? Kenapa gak sekalian ke salon aja sih? Kasihan banget rambutnya aja udah lengket gini, ini sih kayak gak disampo seminggu lebih," kata Laura lagi.

"Mana mau aku, malu lah, masa bapak-bapak bawa anak ke salon tanpa emaknya," balas Fras seraya menyenderkan bobotnya ke sofa.

Laura hanya menggeleng-geleng kepala lalu mengajak Zehra bicara.

"Sayang, kamu udah mandi belum?"

Zehra menggeleng.

"Ya sudah, sekarang Zehra mandi dulu sama Tante ya."

Zehra mengangguk. Gegas Laura pun membawa Zehra ke kamar mandi, diisinya bathtub hingga terisi setengah, mata Zehra berbinar melihat air banyak seperti kolam itu, ia sudah tak sabar ingin masuk ke dalam.

"Zehra mau masuk?"

"Iya, Tate."

Cepat Laura mengangkat bobot Zehra dan mendudukannya di dalam bathtub itu. Zehra senang sekali, gadis kecil itu memainkan air dengan riangnya.

Laura sampai senyum-senyum sendiri melihatnya, lebih-lebih selama ini ia memang menginginkan momen-momen seperti itu di rumahnya.

"Zehra pakai sampo dulu ya, rambutnya udah lengket banget itu."

Zehra mengangguk.

Dicucinya rambut Zehra hingga bersih dan wangi, tak lupa Laura juga membersihkan seluruh tubuh Zehra dengan spons khusus.

"Hmmm wani Tate."

"Iya, wangi ya? Zehra kalau mandi suka dipakein sampo gak sama mamanya?"

"Enda Tate, katanya campo mahal, Mamah tak bica beyi," jawabnya polos.

"Hah, apa? Samponya mahal?"

"Iya, Tantee."

Laura melengos.

Apa segitu gak punyanya hidup mereka itu? Sampai sampo anak aja katanya mahal. Gumam Laura dalam hati.

Selesai membersihkan rambut Zehra, Laura menatapi gadis kecil yang sedang asik main air di bathtub itu, badannya kurus, rambutnya acak-acakan dan lengket, kulitnya berisisk seperti tak bernutrisi, sebuah pemandangan yang membuatnya begitu merasa iba.

"Kasihaan, andai anak ini adalah anakku, pasti akan kuberikan dia segalanya," ucap Laura pelan seraya menarik napasnya dalam.

Setelah selesai mandi, Laura membawa Zehra ke kamarnya, dipakaikannya lagi baju baru yang tadi Fras belikan itu.

Zehra menepuk-nepukan tangan sambil menciumi baju barunya. Gadis kecil itu terlihat sangat senang sekali.

"Zehra seneng ya pakai baju baru?"

Zehra mengangguk, "ceneng baneeet."

Laura mengulum senyum. Buru-buru ia pun mendandani Zehra. Ia ingat kata suaminya tadi Zehra harus segera dibawa pulang.

Sebetulnya Laura masih ingin bermain bersama gadis kecil itu, tapi dia tidak bisa apa-apa.

Kapan-kapan sajalah aku ke rumah Mami, aku ajak Zehra main berdua. Gumamnya dalam hati.

Setelah didandani, Zehra digendong Laura menuju teras, Fras sudah menunggu di sana.

"Sudah selesai?"

"Udaah dooong."

"Hmm, y ampuun wangi banget ini Cela sekarang."

Fras mengambil alih Zehra ke dalam gendongannya.

"Mas, apa gak nanti aja dulu pulangnya? Aku masih mau main sama Zehra."

"Loh 'kan kamu lagi banyak kerjaan, Sayang, gak apa-apa nanti kita bakal sering-sering ke rumah Mami, nanti kita main di rumah Mami sama Cela, ya 'kan Cel?" Fras mencubit lembut hidung gadis kecil itu.

"Hmm ya udah deh, Zehra Sayang nanti main lagi sama Tante ya."

"Ote Tate."

"Oh ya, ini ada cake buat Zehra, nanti dimakan di sana ya." Laura memberikan sekotak kecil cake mahal yang dipesannya tadi pagi. Niatnya untuk jadi makanan di sela-sela santai, tapi karena Zehra datang, ia belum sempat memakannya.

"Ya udah, aku ke rumah Mami sebentar ya," kata Fras.

Laura mengangguk, Fras pun gegas mengantar Zehra pulang.

-

-

-

Mobil Fras memasuki gerbang rumah Nyonya Trissy. Zehra cepat bersiap untuk turun, ia mengambil cake pemberian Laura dari dashboard mobil. Gadis kecil itu sangat bersemangat karena akan memakan cake enak bersama Dewi.

"Sayang ... Om hanya antarkan sampai sini ya, karena tadi Om udah ketemu mertua Om, jadi Om mau langsung pulang aja, kamu masuk sama Pak Nes ya."

Zehra mengangguk. Fras cepat memanggil Pak Nes.

"Pak, tolong antarkan Zehra ke dalam ya, saya mau langsung pulang aja."

"Oh siap, Tuan."

Setelah Fras kembali pulang, Pak Nes cepat membawa Zehra ke teras.

Ning nong!"

Dewi yang mendengar suara bell, gegas membuka pintu.

"Kamu? Kirain siapa," ketusnya seraya melirik ke arah Zehra dengan tatapan dingin.

"Zehra nih Dew, udah ya Pak Nes mau balik ke pos."

"Ya Pak, makasih."

Pak Nes setengah berlari kembali ke pos. Sementara Dewi menarik kasar tangan Zehra masuk ke dalam.

"Dari mana aja kamu, hah?! Enak banget ya kamu malah jalan-jalan, sedangkan aku di sini kerja banting tulang cuma buat ngasih kamu makan!" semburnya.

Zehra langsung ketakutan. Gadis kecil itu bahkan tidak bisa berkata apa-apa saat ibunya itu mulai murka.

"Sini kamu!"

"Aw ampun Maaah, ampuun."

"Diem! Gak ada kata ampun buat kamu, biar tahu rasa kamu ya anak sial!"

Brukk!

Zehra jatuh karena didorong kasar ke lantai kamar.

"Mamaaah atiiit!" Zehra refleks menangis.

"Dari mana aja kamu, hah?! Gak bapak gak anak semua sama, sama-sama pengen enak sendiri doang! Sedangkan aku harus nerima kenyataam hidup yang gak enak akibat kehadiran kalian!" sentak Dewi tanpa ampun.

Zehra menggeleng-geleng ketakutan.

"Sini kamu!"

Bugh! Bugh! Bugh!

Zehra dipukuli, ditendang dan dicubit sampai menjerit-jerit. Dewi benar-benar emosi, dia merasa dia tak bersalah sedikitpun meski harus menyakiti gadis kecil itu berkali-kali, karena ia pikir penderitaan yang ia terima akibat kehadiran Zehra lebih sakit dari apa yang Zehra rasakan sekarang.

"Ampuum Maaah ... ampuum."

"Rasain kamu anak gak tahu diri!"

Bugh! Bugh! Bugh!

Setelah puas menyakiti Zehra, Dewi pergi dari kamarnya. Sementara Zehra terkapar di lantai dengan luka-luka lebam di sekujur tubuh.

Mata kecilnya masih terbuka, tapi tubuhnya yang kurus itu tak kuat lahi bahkan hanya untuk duduk. Zehra hanya bisa menangis sambil memandangi cake yang tadi ia bawa sudah berantakan di lantai. Gadis itu merasa sangat sedih, padahal ia semangat sekali membawa cake itu agar bisa dimakan berdua dengan ibunya, tapi perlakuan yang ia dapatkan justru membuatnya tak berdaya seperti itu.

-

Satu jam lamanya Zehra terkapar di lantai, barulah ia bisa duduk walau sakit di sekujur tubuhnya belum hilang.

Zehra terisak lagi, ia benar-benar tak berdaya sampai akhirnya dia hanya bisa memeluk lututnya di pojokan kamar.

"Mbaaah, Cela mau puyaaang," lirihnya pelan.

Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rida Rezkia
pnasarAn gimana riaksi klo tau mantan ny adlh mantu majikakn ny...🫣
goodnovel comment avatar
Samsia Wajo
ceritanya bagus bangat
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status