Share

Bab 7

Nyonya Trissy agak kesal.

Dewi mengerjap, "oh itu anu Nyonya ... tadinya mau saya kasih, tapi tadi Zehra keburu tidur." Dewi beralasan.

"Ya sudah, besok-besok kamu tawari sore hari aja biar gak kelewat kayak gini, paham?"

"Baik, Nyonya."

***

Pagi-pagi sekali sebelum Dewi berangkat ke pasar, Zehra sudah dibangunkan dan disuruh menyapu halaman oleh Dewi untuk membantu meringankan tugasnya.

"Nyapu tuh yang bersih, aku mau pergi ke pasar dulu, pokoknya pulang dari pasar halaman udah harus bersih, paham?"

Zehra mengangguk sambil memeluk sapu lidi yang dilemparkan Dewi padanya.

Tangan kecil itu bahkan belum mampu memegang sapu lidi dengan benar, tapi Zehra tetap melakukannya sebab jika tidak, ia bisa kena marah lagi dari Dewi.

"Maah, Cela boyeh itut?"

Dewi yang sudah berjalan selangkah menuju gerbang kembali berbalik.

"Jangan harap!" pekiknya dengan mata melotot.

Zehra terperanjat, gadis kecil itu akhirnya hanya bisa diam sambil menyaksikan ibunya pergi.

Tiiitt!

Sebuah klakson mobil berbunyi kencang, membuat gadis kecil itu melongo ke arah sumber suara.

Pak Nes yang baru saja menutup gerhang kembali membukanya.

"Selamat pagi, Tuan." Pak Nes membungkukan badannya sedikit.

Dibalas lambaian tangan dari kaca mobil yang terbuka sedikit oleh seorang pria yang ada di dalamnya.

Mobil terhenti tak jauh dari tempat Zehra berdiri, seorang pria muda turun dari mobil itu.

"Hai gadis kecil, kamu siapa? Lagi apa disini?" sapanya pada Zehra.

"Nyapu, Om."

"Nyapu? Sepertinya Om baru lihat kamu."

"Aku Cela."

"Cela? Ooh Cela ngapain pagi-pagi nyapu? Sudah biarkan saja nanti ada orang yang suka membersihkannya." Pria itu mengambil sapu lidi dari tangan Zehra lalu membawa masuk gadis kecil itu dari sana.

"Cela duduk dulu disini ya, Om mau bertemu Ibu mertua Om dulu," kata pria muda itu kemudian.

Zehra menggeleng, ia tak mau duduk di kursi itu karena takut nanti Dewi marah lagi.

"Kenapa gak mau?"

"Tatut Mamah malah ladi," jawabnya polos.

"Malah? Siapa yang akan malah? Ibu mertua Om baik kok." Pria muda itu tersenyum seraya menaikan Zehra ke atas kursi megah di ruang tamu.

"Tunggu, ya."

Akhirnya Zehra mengangguk, pria itu lalu gegas berlari menaiki anak tangga.

3 hari atau lebih dalam seminggu. Setiap pagi pria muda itu memang selalu mampir ke rumah Nyonya Trissy, kedatangannya itu tak lain hanyalah untuk memastikan kondisi Nyonya Trissy yang tak lain adalah mertuanya.

"Mi, Mamiii."

"Fras? Sudah kesini pagi-pagi begini?" Trissy senyum sumringah saat melihat menantunya sudah di depan pintu kamarnya pagi-pagi sekali.

"Iya, Mami sehat?" Fras mencium punggung tangan Trissy lembut.

"Sehat, udah kamu tuh gak usah tiap hari kesini, kasian jadi ngerepotin."

"Repotin gimana sih, Mi? Masa anak mau nengokin mertuanya gak boleh."

Trissy menggelak tawa, mereka lalu lanjut mengobrol di ruang tamu. Zehra yang masih duduk di kursi megah itu bersorak riang saat melihat mereka datang.

"Oh ya Mi, ini anaknya siapa?" tunjuk dia pada Zehra.

"Ini anaknya Dewi pegawai baru di rumah ini."

Fras mendadak mematung saat mendengar nama itu disebut, perasaan bersalah kadang datang dengan tiba-tiba tiap kali ia mendengar nama Dewi disebut.

"Lucu ya dia Fras, semoga kalian juga cepet dikasih momongan."

Fras mengerjap.

"Ya Mi, amiin, siapa tadi namanya? Cela ya?" Fras mengelus dagu gadis kecil berwajah cantik dengan mata bulat itu.

"Namanya Zehra, tapi karena dia masih cadel jadinya Cela, biarlah apa aja yang penting dia di sini, Ibu seneng lihat dia," ujar Nyonya Trissy sambil menatap Zehra lembut.

"Oh gituu, ya udah Om panggil Cela aja ya."

Zehra mengangguk senang.

"Eh ngomong-ngomong Cela kok udah bangun? Ini 'kan masih pagi," tanya Trissy pada gadis kecil itu.

"Cela halus nyapu. Kata Mamah bial Mamah enggak cape." Zehra menjawab polos.

"Loh nyapi? Tapi 'kan kamu masih kecil, mana bisa nyapu, biarin mama kamu aja yang kerjain, jangan mau kalau disuruh," kata Fras.

"Dewi itu emang keterlaluan, usianya masih muda tapi ya ... gitulah, andai dia bukan anak Bik Asti, Mami rasanya males sama orang model begitu. Oh ya Fras, kamu ajak Cela belanja bisa gak? Bawalah dia ke toko baju, belikan dia baju yang bagus, mainan dan makanan yang dia mau, kasihan bajunya udah pada lusuh dan dekil begini."

Fras bergeming sebentar, dia mencoba mengingat-ngingat jadwalnya hari ini.

"Boleh, Mi. Kebetulan Fras lagi gak ada jadwal penting. Nanti Fras bawa Cela sebentar ke rumah juga, Laura pasti senang melihat anak kecil di rumahnya," balasnya kemudian.

"Syukurlah. Ya sudah pergilah, kasih dulu dia makan, kasihan, masa pagi-pagi udah disuruh kerja sama si Dewi."

"Oke, Mi."

"Zehra mau 'kan pergi sama Om? Kita mau beli baju dan mainan, mau?" Fras yang sejak awal telah merasa iba pada gadis kecil itu bersemangat akan membawa Zehra pergi, apalagi selama ini dia memang kerap merindukan kehadiran sang buah hati bersama Laura.

"Mamah malah enggak, Om?"

"Enggak, nanti saya yang bilang ke Mamah Cela kalau Cela lagi jalan-jalan sama Om Fras," sahut Trissy meyakinkan gadis kecil itu.

"Aciiik Cela boyeh jayan-jayaaan," soraknya dengan wajah berseri-seri.

Tanpa menunggu lagi, Fras menggendong Zehra menuju mobil, lalu mendudukannya di jok samping kemudi.

Walau gadis kecil itu baru dikenalnya, tapi Fras merasa sangat bahagia bisa pergi membawa Zehra jalan-jalan. Begitupun dengan Zehra, dia sangat senang dan bersemangat saat berada di dalam mobilnya Fras.

"Cela seneng gak?"

"Ceneng Om, Cela gak pelnah naik mobin badus." Zehra yang sedang sibuk melihat gedung-gedung tinggi sampai kaca mobil Fras kotor itu menjawab dengan mata berbinar-binar.

"Hehe Cela bisa aja nih bikin Om geer. Oh ya nanti Cela mau beli apa aja?"

"Es klim," jawabnya pendek.

"Hanya es krim? Apa lagi?"

"Enggak, kata Mamah gak boyeh banyak-banyak tatut uang Mamah habis," jawabnya polos.

Fras tertawa kecil, "gak apa-apa, sekarang 'kan Om yang akan belikan bukan Mama."

"Oh gituu? Aciiik." Zehra bersorak lagi sambil tepuk tangan berkali-kali.

-

Mereka pun sampai di sebuah mall besar di Jakarta. Ditatapnya lamat gedung yang menjulang tinggi itu oleh Zehra. Hatinya sedikit takut sebab banyak sekali orang yang lalu lalang di dalamnya.

Zehra bersembunyi di belakang kaki Fras, gadis kecil itu sangat ketakutan rupanya saat bertemu banyak orang yang hendak masuk bersamanya ke dalam mall.

"Eh Cela kenapa?"

"Takuut, Om."

"Loh kok takut?"

"Banak oyang, Om."

Fras menggeleng sambil mengulum senyum.

"Gak apa-apa, ayo masuk."

Zehra menggelengkan kepalanya, tangan kecil itu mencengkram celana Fras dengan kencang.

"Ya sudah, Om gendong ya?"

Zehra mengangguk.

Gegas, Fras segera gadis kecil itu dan membawanya ke sebuah restoran untuk mengisi perut Zehra terlebih dahulu.

Fras memesan fried chiken dan burger untuk Zehra, dan dilahapnya cepat makanan itu oleh gadis kecil itu.

"Loh pelan-pelan dong Celaa, emang Cela laper banget ya?"

Zehra mengangguk, mulutnya tak bisa menjawab sebab sudah penuh dengan burger yang sedang dilahapnya.

"Ya sudah habiskan ya, Om tunggu."

Zehra mengangguk lagi.

Fras menatap gadis itu dalam-dalam, dan mendadak hatinya bergumam, kenapa hidung Cela mirip sekali dengannya? Pipi dan dagunya juga persis sekali seperti pipi dan dagu miliknya.

Fras jadi ingat lagi soal Dewi, wanita yang ia tinggalkan dulu. Sempat terbesit dalam hatinya ingin menemui wanita itu lagi dan meminta maaf, tapi itu tidak mungkin, Fras tentu tahu resiko apa yang akan ia hadapi jika ia menemui kembali wanita masa lalunya.

"Udaah aaah." Zehra memasukan fried chicken yang hanya tinggal tersisa setengah pada kertas yang menjadi alas makanan, lalu meremasnya agar ayam terbungkus rapi, setelahnya gadis kecil itu menjilat-jilat lima jarinya dengan polos.

Fras yang menyadari hal itu mengerutkan kening.

"Loh kenapa ayamnya dibungkus lagi?" tanyanya penasaran.

"Ini buat Mamah, Om. Kacian Mamah pasti Mamah mau ayam sepelti ini, di lumah kami tak pelnah matan coalnya," jawab Zehra polos.

Fras menarik napas dalam, mendadak hatinya seperti tergerus saat mendengar ucapan Zehra.

"Gak usah, ini buat Cela aja, makanlah, nanti buat mama Cela Om belikan lagi."

"Wah benelan, Om?"

"Ya bener, makanlah."

Dengan wajah berseri-seri, gadis itu kembali melahap sisa ayam yang tadi dibungkusnya.

-

Setelah selesai mengisi perut Zehra, Fras membawa Zehra berkeliling memilih baju-baju yang bagus, dibelikannya 5 stel baju untuk gadis kecil itu, tak lupa Fras juga meminta penjaga toko untuk menemani Zehra mencoba baju barunya.

"Nah 'kan kalau kayak gini bagus Cel, nanti suruh mamamu untuk buang baju-baju lusuhmu itu ya." Fras tersenyum dan kembali menggendong gadis kecil itu.

Setelah membeli baju, Fras membawa Zehra membeli mainan, ia ingat kata ibu mertuanya, Zehra hanya punya satu boneka dan bonekanya itu sudah sangat dekil dan tak layak.

Fras manut saja, lagipula entah kenapa ia merasa berbeda saat bersama Zehra. Banyak anak saudaranya yang seusia Zehra juga, Fras sering mengajak Laura bertemu dengan mereka hanya untuk memberikan mereka hadiah, tapi entah kenapa hanya saat bersama Zehra ini Fras merasa amat bahagia sampai sulit ia ungkapkan dengan kata-kata.

Sementara Zehra juga merasa bahagia sekali karena bisa dengan sepuasnya memilih mainan yang ia suka. Selama ini jangankan mainan, minta uang buat jajan saja Zehra tak berani, sebab Dewi pasti akan memarahi dan mencubitnya lagi kalau Zehra banyak pinta.

"Telima kacih Om baik, Om baik cudah beyikan Cela baju dan mainan," ucap gadis kecil itu saat mereka sudah kembali ke dalam mobil.

"Ya Sayang sama-sama, sekarang kita pergi ke rumah Om dulu sebentar ya."

Zehra mengangguk polos. Mobilpun gegas melaju menuju rumah Fras dan Laura.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status